1. Dosen Kikir
Seorang pria dan wanita kini tengah berjalan menuju karpet merah yang digelar untuk acara pernikahan yang sangat mewah. Pernikahan diadakan di kediaman orang tua mempelai pria yang saat ini tengah bersuka cita karena anaknya yang sudah berumur tiga puluh tahun akhirnya mau menikah juga.
Pernikahan mewah ini hanya dihadiri oleh sanak saudara mempelai pria dan beberapa teman orang tua mempelai pria. Sedangkan mempelai perempuan, ia hanya sendirian karena ia yatim piatu dan tidak mempunyai sanak saudara.
“Tersenyumlah, Lintang!” bisik Davit dengan suara mendesis.
Ini adalah pernikahan Davit sang dosen Studio perancangan arsitektur dengan seorang mahasiswi bernama Lintang Arum, gadis yatim piatu yang tidak pernah merasakan keberuntungan di dunia ini.
Pernikahan ini adalah pernikahan kontrak karena kesalahan yang tidak sengaja antara Lintang dan Davit. Meski pernikahan kontrak, Pak Seno dan Bu Shela selaku orang tua dari Davit merasa sangat bahagia. Mereka tidak tahu kalau pernikahan anaknya adalah pernikahan kontrak, karena Davit menyembunyikannya.
Pernikahan, pesta mewah dan suka cita hanya ada di pihak keluarga tapi tidak pada Davit dan Lintang.
Setelah acara pernikahan selesai, Davit langsung membawa Lintang ke rumah pribadi-nya.
Davit, dosen jurusan Studio perancangan di universitas umum kota Jakarta, yang digadang-gadang sebagai dosen pelit nilai. Dosen yang semula berstatus duda itu kini akhirnya menikah dengan mahasiswi ceroboh, gila dan sangat aneh yang gagal sidang karena menggunakan joki tesis.
Lintang merasa ini sebuah mimpi, di umurnya yang ke dua puluh dua tahun ia menikah dengan Duren Sawit alias Duda keren sarang duwit.
Sebelum pernikahan ….
Seorang gadis tengah mengeluarkan uang seratus ribuan tiga lembar dari saku celana-nya. Gadis itu Lintang, tengah memberikan uang pada Hukma sang joki skripsi.
“Kak Hukma, terimakasih ya. Aku terbantu sekali karena Kak Hukma,” ucap Lintang seraya berjingkrak senang.
“Tenang, masalah skripsi, tesis dan lain-lain serahkan padaku!” ucap Hukma dengan bangga.
Hukma, mahasiswi matematika yang open joki skripsi untuk sidang kelulusan, dan saat ini ia mengerjakan skripsi milik Lintang mahasiswi jurusan arsitektur yang sangat minus tentang teori. Lintang menggunakan joki skripsi untuk mempersingkat waktunya. Lintang gadis yatim piatu yang harus bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri. Gadis itu kini bekerja di kedai kopi yang buka dua puluh empat jam. Karena waktunya tersita untuk bekerja, maka jalan satu-satunya untuk mempersingkat waktu yaitu memakai jasa skrips. Ia sudah melakukan bimbingan untuk skripsinya, tapi selalu gagal dan banyak salah. Tinggal menyempurnakan saja Lintang pada akhirnya menyewa jasa Hukma.
“Kak terimakasih ya, jamnya sudah mepet untuk sidang. Aku pergi dulu!” ucap Lintang yang segera kabur. Lintang berlari tergesa-gesa menuju ke ruang sidang yang jaraknya jauh dari taman kampus. Perempuan itu berlari sekuat tenaga tidak peduli banyak orang yang dia tabrak karena dia tidak hati-hati.
Segala u*****n mereka lontarkan ke gadis ceroboh yang tampilannya sangat acak-acakan karena terus berlari. Sampai pada akhirnya Lintang sampai di ruangan sidang. Setelah mengetuk pintu, Lintang segera masuk karena namanya sudah dipanggil tiga kali.
Memasuki ruang sidang, Lintang segera maju ke depan di hadapan beberapa dosen yang akan mengujinya.
Jantung Lintang tidak bisa diajak kompromi, apalagi saat semua mata dosen menatapnya dengan tajam.
"Sidang ditunda semester depan!" ucap salah satu dosen membuat Lintang mendongak. Lintang membulatkan matanya dengan bibirnya yang menganga.
Lintang menatap Pak Davit yang mengatakan sidang ditunda, begitupun dosen lain yang menatap Pak Davit dengan bingung. Belum juga Lintang mulai membuka suaranya, tapi Pak Davit sudah mengambil keputusan.
“Pak, saya belum memulai apa-apa,” ucap Lintang.
“Kamu menggunakan materi bukan dari pemikiran kamu sendiri. Saya tidak menerima itu, sebagai mahasiswi sudah sepatutnya kamu jujur dengan kemampuan kamu,” ucap Pak Davit menatap intens mahasiswinya yang sudah enam semester dia ajar.
“Pak, saya mengerjakan materi ini sendiri,” ucap Lintang.
“Ingat, Dosen juga pernah menjadi mahasiswa, jangan pernah menipu, bahkan jangan berencana sedikit pun untuk menipu!” ucap Pak Davit dengan keukeuh.
“Pak, ada apa ini?” tanya Bu Yuna.
“Lintang menggunakan Joki skripsi untuk sidang hari ini. Maaf saya tidak menerimanya,” kata Pak Davit.
Wajah Lintang bagai disiram api yang membara, kini semua dosen menatapnya penuh intimidasi. Lintang menundukkan kepalanya, belum sempat dia mulai, tapi dia sudah ketahuan.
“Pak Davit, maaf. Saya bisa menjelaskannya,” ucap Lintang.
“Pertama kamu datang hampir terlambat, seharusnya sebelum waktunya mulai, kamu datang lima belas menit sebelumnya untuk melakukan persiapan. Kedua kamu menyangkal kalau kamu menggunakan joki skripsi. Kalau tadi kamu mengakuinya, saya masih bisa mentolerir. Tapi sekarang, saya tidak menerimanya,” ujar Pak Davit dengan tegas.
“Enam semester kamu belajar dan kamu masih menjadi mahasiswi yang malas? Saya tahu kamu masuk di kampus ini dengan beasiswa, tapi kamu menyia-nyiakan beasiswa yang sudah diberikan,” tambah Pak Davit lagi.
“Pak, saya tidak pernah malas belajar!” sangkal Lintang.
“Kalau tidak malas belajar, apa namanya? Setiap mata kuliah saya, kamu selalu datang terlambat, tidak mendengar pelajaran dengan baik, sering melamun, dan menulis tidak jelas di buku catatanmu!”
Lintang memalingkan wajahnya, ia bagai dipermalukan oleh Pak Davit yang kini membicarakan kejelekannya. Padahal Lintang tidak sepenuhnya malas. Soal melamun saat mata kuliah itu karena Lintang yang sedang meratapi nasibnya yang tidak pernah mulus. Menulis catatan? itu Lintang lakukan saat dia bingung dengan penjelasan Dosen. Sekarang nasib sial Lintang bertambah satu, dia gagal sidang dan membuatnya harus tinggal lebih lama di kampusnya.
“Pak!” Lintang menampilkan raut menyedihkan-nya untuk membujuk Pak davit. Tapi Pak Davit sama sekali tidak peduli.
“Selanjutnya!” ucap Pak Davit yang membuat Lintang mengepalkan tangannya dengan erat. Lintang menundukkan kepalanya dan segera keluar dari ruangan. Tangan Lintang memegang kertas dan meremasnya hingga kertas itu menjadi gumpalan yang acak-acakan.
Tanpa sadar air mata membasahi pelupuk mata Lintang. Kegagalan sidang kali ini jelas akan mempengaruhi hidup Lintang. Pasalnya waktunya akan semakin banyak di kampus, sedangkan pekerjaannya akan terbengkalai.
Lintang bekerja di kedai kopi yang gajinya dihitung per jam. Setiap satu jam ia mendapatkan upah lima ribu rupiah. Kalau Lintang hanya bekerja lima jam, Lintang hanya dapat dua puluh lima ribu.
“Kenapa nasib sial selalu menimpaku?” tanya Lintang pada dirinya sendiri.
Sejak SMA, Lintang sudah ditinggal kedua orang tuanya pergi selamanya, ia yang tidak punya sanak keluarga pun harus bekerja keras untuk menghidupi dirinya sendiri. Di kota metropolitan dengan gaji yang pas-pasan membuat hidup Lintang terkadang harus luntang-lantung karena berpindah dari kost satu ke kost yang lain. Kepindahan Lintang dari kost satu ke kost lain dikarenakan dia yang didepak ibu kost karena tidak bisa membayar uang sewa.
Niat hati Lintang ingin lulus dengan cepat dan fokus mencari uang sebanyak-banyaknya. Kalau begini caranya, ia tidak akan mendapatkan uang seperti yang dia harapkan. Sedangkan uang beasiswa hanya habis untuk mengerjakan tugas-tugasnya, membeli buku dan mencetak makalah.
Dengan langkah lesu, Lintang kembali ke taman kampus. Perempuan itu duduk di sana sambil memejamkan matanya. Sudah menjadi kebiasaan Lintang duduk di sana bila ia sedang dalam keadaan hati yang buruk.
“Doooor!”
Lintang tersentak kaget, perempuan itu membuka matanya dan melihat Hukma yang tengah tersenyum cerah kepadanya.
“Sidangnya gimana? Kamu lulus, kan? Semua mahasiswa yang mengandalkanku pasti lulus,” ucap Hukma dengan girang.
“Kak, aku tidak mau membahas itu,” ucap Lintang.
“Hah? Memangnya kenapa?” tanya Hukma. Hukma mengambil duduk di dekat Lintang. Mereka kenal karena sama-sama mendapatkan beasiswa hingga membuat keduanya dekat meski beda jurusan.
“Dosen pelit itu membuatku tidak lulus,” ucap Lintang mengepalkan tangannya lagi.
Mengingat wajah Pak Davit yang sok dingin, sok ganteng dan sok pintar membuat wajah Lintang memerah menahan amarahnya. Hukma menyodorkan minuman kaleng, dengan kasar Lintang membukanya dan meneguknya cepat.
“Dosen pelit, aku akan memberimu pelajaran,” ucap Lintang meremas kaleng minumannya saat isinya sudah habis.
Kreeek!
Lintang meremas kaleng bekas itu sampai kaleng itu penyok. Hukma yang melihatnya sedikit menjauh karena ngeri. Wajah Lintang juga terlihat sangat marah. Bahkan kalau di dunia fantasi, hidung Lintang akan mengeluarkan asap merah.
“Kamu tidak lulus sidang?” tanya Hukma.
“Ini bukannya tidak lulus. Bahkan sebelum mulai, aku sudah gagal!” teriak Lintang dengan kencang membuat Hukma menutup telinganya. Teriakan Lintang yang kencang membuat beberapa mahasiswa yang kebetulan tidak jauh dari sana pun menolehkan kepalanya ke Lintang dan Hukma.
“Kamu tau dosen yang dikenal duda itu? Dia yang mempersulitku!” teriak Lintang lagi.
“Harusnya aku sudah lulus, harusnya aku sudah kerja dan cari uang banyak. Tapi aku harus terdampar lagi di sini. Awas saja dosen pelit, kikir, sok ganteng itu, aku akan-”
“Akan kamu apakan?” tanya suara pria yang membuat Lintang dan Hukma menolehkan kepalanya. Napas Lintang memburu saat melihat Dosen pelit bin kikir yang saat ini ada di depannya.
“Pak Davit!” sapa Hukma meringis kecil. Mereka berdua pun segera berdiri.
“Tidak perlu sok baik dengan Pak Davit. Dia dosen pelit dan kikir yang aku bicarakan. Gara-gara dia, aku harus menunda skripsiku. Tidak tahukah dia kalau hidupku sudah sulit?” teriak Lintang yang penuh amarah. Persetan dengan sopan santun, Lintang sudah kelewat kesal dengan Pak Davit.
“Apa kehidupan kamu yang sulit adalah urusan Dosen?” tanya Pak Davit.
“Setidaknya hargai usaha mahasiswi. Ingat Pak Davit, Bapak mempersulit mahasiswi, jodoh Pak Davit bakal sulit!” ucap Lintang melempar kaleng air ke tubuh Pak Davit, belum sempat terkena, tangan Pak Davit sudah dengan sigap mencekalnya.
“Satu lagi nilai minus kamu. Kamu tidak sopan!” kata Pak Davit.
Napas Lintang masih memburu, Lintang sudah ingin menerjang Pak Davit dan menyerangnya sampai babak belur, tapi tubuhnya segera ditahan oleh Hukma.
“Lepasin aku, kak Hukma! Dosen pelit itu harus mendapatkan hukumannya, aku akan menghajarnya sampai wajahnya itu rusak,” ucap Lintang memberontak dari cekalan Hukma.
Davit mendekati kedua perempuan itu, tangan Davit menarik tubuh Lintang dan mencengkram tangannya dengan kuat, Hukma pun melepaskan tubuh Lintang.
“Kalian tahu apa kesalahan kalian?” tanya Pak Davit dengan tajam. Lintang ingin melepas cengkraman Davit, tapI cengkraman Davit terlalu kuat.
“Hukma, sejak kapan kamu menjadi Joki tesis? Jujur kakak kecewa sama kamu. Di rumah kamu selalu menurut dengan orang tua, tampak baik-baik saja, tapi di luar, kamu mengecewakan kakak,” ucap Davit pada Hukma. Hukma menundukkan kepalanya, sedangkan Lintang menatap bingung ke arah Pak Davit dan Hukma.
“Hukma, apa maksudnya?” tanya Lintang.
“Hukma adik saya. Saya melihat tesis dengan nama kamu di ruang belajar adik saya, saya jadi paham kalau kalian berdua melakukan kecurangan,” ucap Davit.
Lintang menatap Hukma penuh tuntutan, sedangkan Hukma menundukkan kepalanya, “Maafkan aku, Lintang. Aku sudah ceroboh menaruh skripsi kamu dengan sembarangan,” ucap Hukma.
“Kalian berdua sama saja. Untuk kamu, Hukma. Jatah bulanan yang kakak beri, tidak akan kakak kasih selama tiga bulan ke depan!” ucap Davit seraya melepaskan cengkraman tangan Lintang.
“Kak, maafkan aku, Kak. Aku janji tidak akan melakukannya lagi,” ucap Hukma memohon. Namun, dengan angkuh Davit membalikkan tubuhnya, Davit pergi meninggalkan adik dan mahasiswinya.
Awalnya Davit menyusul Lintang untuk menanyakan alasan Lintang tidak membuat tesis sendiri, tapi yang ia dengar malah Lintang menjelek-jelekannya.
“Tunggu!” teriak Lintang dengan nyaring. Belum sempat Davit menolehkan kepalanya, ia merasa kerah belakang bajunya ditarik paksa. Davit memberontak, tapi cekalan orang yang menariknya lebih kuat.
Lintang menarik Davit dengan sekuat tenaga menuju belakang kelas jurusan matematika yang ada di dekat taman. Semua mahasiswa yang melihatnya segera berbondong untuk melihat apa yang terjadi dengan Lintang yang menarik salah satu dosen pelit.
Lintang menghempaskan tubuh Pak davit ke tembok hingga membuat punggung Pak Davit terbentur. Sebenarnya Davit bisa saja melawan Lintang, tapi rasa shock-nya membuat Davit tidak bisa melakukan apa-apa.
“Jangan harap Bapak bisa menindas mahasiswi. Bapak bilang kehidupan saya bukan masalah dosen. Iya memang hidup bukan masalah dosen, saya tau itu. Tapi saya hanya ingin lulus dengan cepat, Pak. Saya sudah muak dengan kehidupan di kampus ini!” ucap Lintang dengan tajam. Lintang menarik kerah baju depan Davit dan mendekatkan wajahnya dengan wajah pria itu.
“Pak Davit sudah mencari masalah sama saya. Saya tidak akan tinggal diam,” ucap Lintang.
“Kamu mengancam dosen?” tanya Davit.
“Anggap saja saya mengancam. Setelah ini kita tidak akan pernah bertemu lagi. Saya menyerah dengan kuliah ini, saya akan keluar,” ujar Lintang.
“Setiap mahasiswa punya impian. Kamu mau melepas impian kamu di penghujung kelulusan?” tanya Davit.
“Iya, lebih baik menyerah kalau dosennya sangat kikir seperti Pak Davit. Nasib saya selalu sial saat pertama kali dilahirkan sampai saat ini. Setiap hari saya rela makan satu kali sehari untuk menghemat uang agar bisa tetap kuliah, saya pikir kuliah bisa membuat saya mudah mencari pekerjaan, ternyata kuliah saja sudah menyulitkan. Bisa-bisa saya mati berdiri di kampus ini!” tandas Lintang.
Semua kamera hp mengarah pada Lintang dan Pak Davit. Davit membalikkan keadaan, pria itu menarik tubuh Lintang dan mengukung Lintang di tembok. Mereka berdua seolah tidak menyadari kalau mereka sudah menjadi bahan tontonan banyak mahasiswa dan beberapa dosen. Mereka yang berbicara berbisik-bisik membuat yang ada di sana menerka-nerka pembicaraan mereka.
“Kamu mudah sekali menyerah dengan keadaan, kamu tidak cocok menjadi mahasiswi,” ucap Davit yang terdengar sangat menyakitkan di telinga Lintang.
“Iya, saya memang gampang menyerah dengan keadaan. Percuma saya kuliah tinggi-tinggi, tidak akan ada yang bangga dengan pencapaian saya,” jawab Lintang.
“Bagaimana bisa bangga kalau kelakuan kamu sama sekali tidak mempunyai etika.”
“Pak Davit, apa yang bapak lakukan?” tanya Pak Setya yang merupakan Dekan, di sampingnya juga ada Pak Harun yang merupakan Rektor.
Davit dan Lintang sontak membulatkan matanya, mereka segera melepas tubuh masing-masing dan menjauhkannya.
Pak Setya dan Pak Harun mendekati Pak Davit dan Lintang, “Ikut saya!” tegas Pak Setya. Pak Davit mengangguk dan segera mengikutinya. Lintang yang mulanya diam saja segera ditarik oleh Pak Davit.
Lintang menatap teman-temannya yang kini mengerumuninya, Lintang menutup wajahnya dengan tangan kanan-nya, sedangkan tangan kirinya masih ditarik oleh Pak Davit.
Lintang merutuki dirinya dalam hati, sekarang bertambah lagi kesialannya. Entah apa lagi yang akan dia dapatkan dari perbuatan ini, sudah pasti nasib sial.
Sesampainya di ruang rektorat, Pak Davit dan Lintang dipersilahkan duduk. Dekan dan Rektor menatap keduanya dengan tatapan tajam. Beberapa saksi termasuk Hukma pun turut dipanggil. Di beberapa foto yang beredar, keadaannya seperti Pak Davit tengah berbuat m***m kepada mahasiswinya.
“Pak Davit? Bisa jelaskan apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Pak Setya.
“Maaf, Pak. Ini tidak seperti yang terlihat, kami tidak melakukan apapun,” jawab Pak Davit.
“Ini yang tidak melakukan apapun?” tanya Pak Harun menunjukkan ponselnya yang memperlihatkan Pak Davit yang seperti mencium Lintang.
Davit menatap Lintang, sedangkan Lintang hanya menggelengkan kepalanya. Sungguh sialan orang yang mengambil foto dengan angle yang membuat Lintang seolah dicium Pak Davit.
“Apa yang hendak Pak Davit jelaskan?” tanya Pak Harun.
Davit berdehem sebentar, pria itu menata jasnya dan menatap Dekan serta Rektor yang kini menanti jawabannya.
“Maaf sebelumnya. Sebenarnya saya dan Lintang sudah menikah,” ucap Pak Davit yang membuat Lintang tersedak ludahnya sendiri, begitupun dengan Hukma yang turut menjadi saksi. Hukma sampai terbatuk-batuk.
“Pak, apa maksudnya?” tanya Lintang menatap tidak percaya pada Davit.
“Sayang, urusan rumah tangga bisa diselesaikan nanti di rumah. Maaf tadi aku marah-marah sama kamu sampai menyudutkanmu di tembok,” ucap Davit mengelus rambut Lintang. Bukan mengelus, lebih tepatnya menjambak kecil hingga membuat Lintang melotot. Davit lebih melotot, mengisyaratkan agar Lintang mengikuti permainannya.
Saat ini karir Davit tengah dipertaruhkan. Davit tidak ingin karirnya sebagai dosen hancur begitu saja hanya karena permasalahan sepele dengan Lintang yang menjadikannya tersangka dosen m***m.
“Kami sudah menikah satu bulan yang lalu. Saat ini kami sedang ada masalah yang membuat istri saya marah, dan saya juga tidak bisa mengontrol amarah saya hingga membuat Lintang tersudut seperti gambar di hp tersebut. Kalau Pak Setya dan Pak Harun tidak percaya, saya bisa membawa surat nikah besok senin. Jumat, Sabtu saya tidak ada kelas dan minggu libur. Saya pasti akan membawa surat pernikahan saya dan Lintang hari senin,” jelas Pak Davit yang makin membuat Lintang pusing.
“Lalu kalau kalian sudah menikah, kenapa kalian tidak memakai cincin pernikahan?” tanya Pak Setya.
“Karena Lintang masih kuliah, Lintang tidak ingin terlihat sebagai wanita yang sudah menikah,” jawab Pak Davit.
“Saya tunggu surat pernikahan kalian. Kalau ini hanya akal-akalan semata, Pak Davit tahu apa yang terjadi selanjutnya,” ucap Pak Harun. Pak Davit menganggukkan kepalanya dengan yakin.