Huin Lisazhing dan Seekor Kelinci.
Wanita itu sedang memperhatikan seekor kelinci yang terlihat sangat lucu. Bulunya sangat tebal, dengan warna putih. Makhluk menggemaskan yang tahu-tahu saja, sudah masuk ke dalam semak belukar.
Ia melompat, tampak semakin masuk ke tengah hutan. Tanpa bicara dengan siapa pun, gadis langsung mengejar kelinci yang dilihatnya tadi.
Namun, hewan tersebut menghilang di balik pepohonan. Seakan tengah mengajaknya bermain petak umpet. Ia tidak menyadari, ada sepasang mata yang terus memperhatikan tingkahnya.
“He! Kelinci kecil, kamu mau ke mana sih?”
Gadis itu dengan percaya diri terus mencari keberadaan kelinci tadi di balik pohon, dan rumput yang tinggi melampaui ukuran tubuhnya. Sehingga, ia tidak terlihat dari balik semak-semak sana.
Kelinci putih itu, terus melompat-lompat. Ia semakin dalam memasuki hutan dengan jalur asing. Bahkan, tanpa dirasakan olehnya. Ia sudah semakin jauh saja meninggalkan rombongan temannya.
“Hai, jangan ke sana! Tunggu aku, kelinci kecil!” teriaknya saat melihat makhluk menggemaskan itu semakin menjauh.
Untuk sejenak, kelinci itu, masuk ke dalam semak belukar. Sejenak, gadis itu tampak ragu untuk mengikuti langkah hewan tersebut, dikarenakan, rumput yang merambat pada sebatang pohon yang menjulang tinggi.
Tumbuhan itu tampak cantik dan menarik perhatian. Bunga yang ada pada tanaman itu, tengah bermekaran, dengan warna putih nan indah. Ia tampak terpesona dengan bagian tanaman yang menjuntai.
Tumbuhan itu membentuk seperti tirai mewah, sebuah pintu raksasa. Sekejap, gadis itu terpana dengan keelokan yang tersuguh di hadapannya saat ini. Hanya saja, hal itu tidak berlangsung lama.
Ia sudah kembali terusik dengan rasa penasaran terhadap hewan yang tadi ia ikuti. Seakan, dia sama sekali tidak memiliki rasa takut dengan kesendiriannya. Meski di tengah hutan belantara.
“Manusia yang menarik! Sepertinya, sudah waktunya dia kembali,” gumam sesosok pria bertubuh tegap, dengan perawakan sempurna.
Dadanya bidang bagaikan roti sobek. Garis wajahnya tegas, hidungnya mancung, dengan alis tebal tertata rapi, manik matanya berwarna keemasan, serta ia memiliki tatapan yang tajam.
Setelah tersadar dari rasa kagumnya, gadis itu perlahan. Mulai menyibakkan tirai yang terbuat secara alami oleh kebaikan alam. Dengan sangat hati-hati, ia melangkah masuk.
Dan betapa terkejutnya ia. Melihat di hadapannya, tersuguh sebuah pemandangan yang sangat indah. Dan sepertinya, belum ada di dunia nyata pemandangan seperti ini.
“Wow! Ini di mana? Apakah aku masih ada di dunia?” decak gadis itu penuh kekaguman.
“Aku pasti sedang bermimpi dalam khayalanku!”
“Atau aku telah masuk ke dimensi lain?”
Tampaknya, ia masih ragu akan apa yang dilihatnya. Semua pepohonan berwarna-warni, berbagai macam bunga dengan bentuk dan warna yang beragam, dari ketinggian mengalir dengan deras air yang jatuh pada titik hulu.
Sebelum akhirnya, air itu kembali mengalir membentuk anak sungai kecil. Air itu terlihat sangat jernih dan segar. Be batuan yang ada di sekitar air terjun di sana, ditumbuhi tanaman hijau yang menambah kesegaran semakin terasa.
Segala yang ada. Seakan, membuat gadis itu terhipnotis. Sehingga, ia tak mampu. Meski hanya sekedar berkedip.
Dengan perlahan, dia melangkahkan kakinya. Mendekat ke sumber kesegaran yang seakan sejak tadi memanggilnya.
“Tempat apa ini sebenarnya? Aku yakin ini tidak ada di Dunia nyata.”
“Semua ini pastilah, hanya delusi semata. Akhir-akhir ini, sepertinya penyakit itu semakin menjadi.”
Ia tampak berbicara sendiri. Gadis itu masih tidak yakin akan itu semua. Dan sepertinya, dia sudah lupa dengan tujuannya di awal. Padahal, dia awalnya memiliki tujuan untuk pribadi saja.
“Ini indah banget, ‘sih aku mau mandi ah!! Pasti segar banget,” gumamnya dengan senyuman cerianya.
“Lagian kayaknya, enggak ada orang lain juga.”
Lalu, tanpa berpikir panjang lagi. Ia langsung, melepaskan tas dan juga perlengkapan yang dibawanya. Dia berlari kegirangan menuju gemuruhnya aliran air yang jernih dan menyegarkan.
Sosok pria yang tadi terus mengikuti dia. Kali ini sudah tampak dekat dengan gadis itu, akan tetapi ia seakan tak melihatnya. Seolah keduanya, dibatasi sebuah garis transparan.
Pria itu tampak lekat menatap gadis yang terlihat sangat anggun, bermain air. Keceriaan sang gadis seolah membawa aura positif. Menyebar di sekitar ia berada.
“Segarnya!!!!” pekik gadis itu terlihat puas.
Di saat, ia sedang asyik membenamkan tubuhnya ke dalam air. Tiba-tiba saja, Pemuda yang sudah mengikutinya sejak tadi mengerjakan tangannya. Seolah ia tengah membuka tabir yang membatasi kedua.
Ketika gadis itu muncul kembali di permukaan air. Ia sangat terkejut, melihat seorang pemuda telah berdiri tegap di hadapannya. Sorot mata pemuda itu lurus menatap ke arahnya. Membuat ia salah tingkah.
“Siapa kamu!” bentaknya berusaha menegaskan suaranya yang lembut.
Pemuda itu masih diam. Ia terus memandangi gadis itu dengan sorot mata yang tajam.
“Siapa kamu!” ulang gadis itu sekali lagi.
“Apa kamu tidak mengenaliku?” balas pemuda itu dengan nada basis yang rendah.
“Kamu siapa! Aku tidak pernah merasa mengenalmu! Sebaiknya, kamu pergi sekarang juga! Jangan ganggu aku!”
“Haha! Apa tidak salah? Bukankah seharusnya, kalian semua yang pergi dari wilayah kami!”
“Wilayah, wilayah apa maksud Anda! Ini hutan belantara dan ini tempat umum!”
Kali ini, pemuda tampak lebih serius menatap gadis itu. Sepertinya, gadis itu mampu merasakan hawa mencekam dari pemuda itu. Pemuda itu masih berdiri dalam diam.
Dari caranya berdiri. Ia tampak sangat tegas dan tidak suka bermain-main dalam bertindak. Sorot matanya yang tajam, sangat awas dan tampak berbahaya. Bagaikan, mata seekor elang yang tengah mengintai mangsanya.
Entah apa yang ada dalam pikiran gadis itu saat ini. Tapi, yang pasti dia masih menatap mata Pemuda itu dengan rasa bercampur aduk. Normal. Itu sebuah tanggapan yang sangat normal.
Mengingat, pesona sang pemuda memang tak terelakkan. Namun, tetap saja sebagai seorang gadis ia harus tetap waspada pada orang asing. Meski pesona orang tersebut, tak dapat dielakkan lagi.
“Sebaiknya Anda pergi! Sebelum saya teriak memanggil semua teman-teman saya!” ujar sang gadis. Kembali berusaha memberikan pemuda itu ancaman.
“Apa tujuan manusia datang kemari? Ingin mengacaukan alam? Berbuat hal yang tidak senonoh, atau mengotori wilayah kami yang indah ini?” balas pemuda itu dengan tuntutan pertanyaan yang cukup aneh.
“Memangnya, Anda ini siapa? Polisi hutan, penjaga kebersihan lingkungan, atau hanya orang yang ‘sok peduli dengan alam!”
“Manusia, makhluk yang katanya berakal dan bermartabat. Akan tetapi, mengapa sepertinya sama sekali tidak demikian.”
“He! Orang asing, kalau kamu sedang frustrasi. Mendingan sana, kamu naik ke atas terus loncat ke bawah. Dari pada mengoceh tidak karuan!”
Hahaha!
“Lagian jadi orang ‘kok aneh banget!” ujar gadis itu seraya berkacak pinggang, “memangnya kamu pikir ada tujuan lain manusia datang ke tempat seperti ini, selain liburan, Ha!!”
“Tentu saja, ada banyak tujuan manusia datang kemari! Salah satunya, merusak alam yang sudah kami rawat!” Pemuda itu juga tampak tidak suka dengan kedatangan sang gadis dan teman-temannya ke hutan ini.
“ETHH! Kamu―kan juga manusia, berarti kamu juga termasuk salah satu orang yang sudah merusak alam. Haha, dasar aneh!”
Gadis itu terdengar sedikit congkak. Ia tertawa lepas. Bahkan, ia berani menatap sini pada pemuda yang ada di depannya. Pemuda itu tidak menjawab.
Dia menatap lurus ke depan. Tepat pada puncak air terjun. Gadis itu, mengikuti arah pandangan pemuda tersebut, cukup lama ia mendongak.
Namun, tidak mendapatkan apa-apa. Hingga, membuatnya terlihat semakin penasaran. Hingga pada akhirnya, kembali menatap pria yang ada di hadapannya.
“Anda, sedang melihat apa di atas sana?” tanyanya penasaran.
Seraya ia terus berusaha mencari apa yang dilihat oleh, pemuda itu yang masih tetap diam. Tidak lama setelah itu, ia menoleh ke arah gadis itu sebentar. Namun ia masih bungkam.
“Eh! Anda ini, ditanya malah diam saja!” sentak gadis itu.
“Ikut saya, sekarang juga!” ujar Pemuda tersebut, dengan secepat kilat menyambar tangan gadis.
Ia langsung menariknya ke dalam dekapan kokohnya. Setelah itu, keduanya seolah mengambang di atas Awang. Sang gadis berusaha berontak. Namun sayangnya, sama sekali tidak berhasil karena tenaga Pemuda tersebut jauh puluhan kali lipat lebih kuat darinya dan tubuh mungil, serta ramping.
“He!! Kamu mau bawa aku ke mana!” bentak Lisa, “jangan macam-macam kamu, ya, nanti kalau teman-teman aku tahu, habis, kamu akan dihajar mereka!!”
Gadis itu, masih berusaha untuk berontak dan berteriak! Ia juga berusaha memberikan ancaman. Namun sepertinya, hal itu akan sia-sia saja karena itu sama sekali tidak mengganggu sang pemuda.
Pada akhirnya, ia menghabiskan energi. Kini ia terlihat sudah pasrah akan dibawa ke mana, oleh pemuda yang baru saja ditemuinya. Perlahan ia pun kehilangan kesadarannya.
Pemuda tadi, membawanya dengan cara berpindah tempat secara cepat. Ketika sang gadis tersadar dari pingsannya. Betapa terkejutnya dia. Saat ini ia sudah berada di sebuah ruangan yang sama sekali belum pernah ia kunjungi.
“Di mana, ini?” gumam gadis itu, seraya memegangi kepalanya.
Di tempat lain, pemuda tadi tampak tengah duduk di singgasana. Ia menatap lekat sekuntum bunga mawar putih yang terlihat indah. Tiba-tiba, seorang wanita dengan pakaian khas menghampirinya.
“Sembah abdi saya, Tuan Drago,” ujarnya seranya memberikan penghormatan.
“Ada apa, Alena?” sahutnya singkat.
“Nona, sudah siuman dari pingsannya.”
“Benarkah? Dasar manusia lemah. Begitu saja, sudah pingsan.”
Gadis yang dipanggil, Alena tadi menundukkan kepalanya. Sepertinya, ia tahu bahwa dirinya tentu tak memiliki hak untuk menjawab. Pemuda tadi yang ternyata bernama Drago menatap Alena.
“Harusnya, kamu tahu, bukan, apa yang harus kamu kerjakan!” sentak Drago dengan nada yang tegas.
“Baiklah, Tuan. Saya akan mengurus semuanya,” sahut Alena lembut, “kalau begitu saya akan menemui Beliau terlebih dulu.”
“Aku tidak mau menunggu lama untuk itu, Alena!”
“Baik, Tuan.”
Dekorasi pada ruangan yang dihuni gadis tadi, tampak megah. Semua itu dikarenakan, ornamen ruangan tersebut hampir semuanya dilapisi emas murni. Dia memperhatikan sekeliling ruangan dengan wajah yang diselimuti kebingungan.
Kamar itu benar-benar megah, dan udaranya pun terasa segar dan sejuk. Aroma khas hutan rimba. Menyeruak di ruangan itu, membuat siapa pun akan betah berada di sana.
Dengan rasa penasaran yang besar. Gadis itu tampak berjalan menyusuri ruangan. Ia memperhatikan detailnya. Hingga, ia tiba pada sebuah jendela kaca yang sangat besar.
Dengan terdapat tempat duduk, untuk menikmati pemandangan di luar. Ia tampak kagum pada Window seat yang menambah kesan mewah pada kamar tidur yang ia tempati. Perlahan ia naik ke window seat dan dari sana ia dapat melihat hamparan putih membentang luas.
“Wow! Ini di mana, sebenarnya?” lontarnya dengan rasa kagum yang membara.
“Ini kayak kapas. Apa mungkin aku di atas awan?”
“Ha! Masa iya?”
Tumbuhan berwarna-warni. Ada juga, beberapa hewan yang belum pernah ia temui sebelumnya berkeliaran. Ia bagaikan tengah berada pada sebuah bangunan yang terletak di atas negeri awan. Tanah, tidak ada tanah sama sekali di sini.
Semuanya hanya terlihat seperti lukisan. Seakan lebih tampak sepeti negeri dongeng. Di mana, apa pun yang ada di sana terlihat tidak masuk akal manusia.
“Kriiit!”
Tiba-tiba saja, terdengar suara pintu dibuka!
Dan masuklah seorang wanita dari balik pintu. Sang gadis tampak waswas. Ternyata itu adalah, Elena orang yang tadi bicara dengan Drago. Kini Elena mendekati gadis itu dengan tersenyum ramah.
“Siapa kamu? Kenapa saya ada di sini!” tanya gadis itu dengan penekanan nada.
“Selamat datang di istana kembali, Nona Huin Lisazhing,” sahut Elena dengan penghormatan.
“Dari mana kamu tahu namaku!”
“Tenang, Nona. Saya Elena. Pengawal, sekaligus dayang pribadi, Anda.”
“What! Pengawal, Dayang? Apa kamu sedang bercanda!”
Di tengah ketegangan yang diciptakan Lisa. Drago datang. Ia berjalan mendekati Lisa dengan raut wajah yang datar. Setelah cukup dekat dengan, Lisa, ia malah menoleh pada Elena.
“Bukankah sudah kukatakan, aku tidak ingin menunggu lama!” ujarnya dengan dingin.
“Ampun, Tuan. Tapi, Nona masih membutuhkan waktu,” sahut Elena mencoba memberikan penjelasan.
“ELU SIAPA SIH!! GUA DI MANA SEKARANG!!” pekikan Lisa, membuat Pemuda itu sedikit bergeming karena teriakannya.
“WOI!! Cowok saiko lu, ya, main culik anak orang sesuka jidat lu aja!!” Lisa terus mengoceh, “bilang enggak ini, ada di mana! Gua mau pulang, Begooo!!!!”
Lisa sudah berteriak dengan nada yang tinggi dan lantang. Tapi sepertinya, Drago menanggapinya dengan biasa saja. Seakan ia tidak mendengar apa-apa. Jarak keduanya, sudah semakin dekat dan hal itu membuat Lisa terlihat mulai panik.
“Mau, ap-p-p-pa, lu!” Lisa berusaha memundurkan tubuhnya yang sudah semakin terdesak. Akan tetapi, Drago menatap tajam ke arah Lisa yang sudah tepat di bawah tubuhnya. Dia meletakkan tangannya pada bagian atas Window seat.
“Apa semua wanita memang suka berteriak Atau ini hanya salah satu kelakuan buruk dari manusia saja,” ungkap Drago dengan mantap.
Tatapannya masih tertuju pada kedua manik mata Lisa. Nada suaranya yang berat, terdengar cukup membuat bergeming. Namun, seolah ada magnet yang menarik dari suaranya. Sehingga membuat ketagihan untuk didengar.
“Apa maksud, lu ngomong begitu. Ha!” Lisa tampaknya kurang menyukai ucapan dari Drago.
Drago tidak menjawab ucapan Lisa. Dia malah memperhatikan secara teliti wajah Lisa. Kemudian ia tersenyum. Dan di saat itu juga, Lisa terperangah. Meski hanya sekejap.
“Apa, 'sih!!” bentak Lisa sepertinya dia merasa risi dengan perlakuan Drago.
“Menarik juga,” gumam Drago dengan senyum simpul tersirat.
“Apanya, yang menarik! Dasar cowok aneh!”
“Apa kamu tidak pernah menggunakannya?”
“Gelo, ya! Gunakan apa! Ih!”