Bab. 8. Orang tua Candra

1218 Words
Mulai sejak itu, ibu panti tak ingin memberikan informasi apa pun walaupun dengan orang yang begitu di percayanya. *** Nadin tampak sedih dan bingung harus berbuat apa, kala mendapat kabar jika sahabatnya sedari kecil diadopsi orang lain. Perubahan wajahnya, ternyata disadari oleh kedua orang tuanya. "Ma, Nadin terlihat sedih, ya? Coba kamu tanya, ada apa dengan dia?" bisik Pak Aska. Bu Dian bergegas menganggukkan kepala. "Sayang, kenapa?" tanya Bu Dian, sembari Menghampiri Nadin. Nadin dengan wajah yang tampak layu, menjawab, "Candra ke mana ya, Ma? Aku ingin bertemu dengannya." "Mau gimana lagi, sayang. Kita sudah berusaha ke sini, berdoa saja semoga suatu saat kalian akan bertemu, ya," ujar Bu Dian. Nadin pun hanya menganggukkan kepalanya secara perlahan. Tak berasa, air matanya pun menetes. Dia yang merasa begitu kangen, hanya tinggal menggigit jari kala tak bisa bertemu dengan seseorang yang ia impikan. "Ma, pulang aja, yuk. Aku capek," ujar Nadin, dengan mencoba tersenyum walaupun kesedihannya tetap terlihat. Bu Dian hanya mengangguk dan membalas senyumnya. Lalu, mereka berpamitan untuk segers pulang. "Bu, terima kasih sudah menerima kehadiran kita dengan baik di sini. Kami berpamitan dulu, ya," ujar Bu Dian sembari bersalaman ke ibu panti. "Iya, Bu. Saya juga terima kasih, karena sudsh mengobati rindu kami ke Nadin dan sudsh memberikan ini semua ke kami," ujar ibu panti sembari menunjuk ke arah makanan yang sudah dibawa Nadin untuk mereka. "Iya, Bu. Sama-sama, kami pamit dulu. Selamat malam," sahut Pak Aska. Dengan ramah dan sopam, semua anal yang berada di panti ini segera bersalaman dengan mereka tanpa menunggu di suruh. Kebiasaan baik selalu ditanamkan oleh ibu panti dan almarhumah Ibu Erika sejak dahulu. Kemudian mereka berjalan menuju mobil, lalu masuk. Pak Aska, segera melajukan mobilnya dengan perlahan menjauhi area panti itu. Wajah Nadin masih terlihat begitu murung dan sedih. "Nadin, mau makan apa, Nak?" tanya Bu Dian, sembari menoleh ke arah Nadin yang sedang duduk di kursi bagian belakang dengan memeluk boneka yang baru saja dia beli. Walaupum seharusnya boneka itu saat ini sudah menjadi milik Candra, namun karena dia sudah pindah dengan keluarga yang menjadi halangan mereka bertemu. "Nadin, sayang. Kamu juga harus mikirin kesehatanmu, Nak. Nggak baik dipikirkan terus, seharusnya kamu juga berdoa dan bahagia saat mendengar Candra mendapat keluarha baru. Semoga dia mendapat keluarga yang baik terhadapany," sahut Pak Aska. "Iya, Pa. Tapi, sedih banget rasanya, seharusnya kita bertemu tetapi Allah berkehendak lain," jawab Nadin. "Iya, Nadin. Papa dan Mama tahu, bagaimana kedekatan kalian. Mama pun nggak bisa memungkiri, jika kalian tumbuh dalam didikan orang yang sama. Tapi Mama mohon, hargai kami juga, sayangi kami juga," ujar Bu Dian. Nadin hanya menatap Papa dan Mamanya secafa bergantian dengan ekspresi yang datar. Sebenarnya dalam hati Nadin berkata, 'Ada benarnya kata Papa dan Mama, seharusnya aku bahagia karena dia mendapat orang tua baru. Semoga dia mendapatkan orang tua yang baik seperti orang tuaku ini.' "Nadin, mau makan apa, Nak? Jangan bengong," tegur Pak Aska. "Eh, Iya, Pa. Makan apa saja, deh. Ikut Papa dan Mama aja," jawab Nadin, dengan senyum yang lebih merekah dari sebelumnya. Pak Aska segera melajukan mobilnya, melewati ke arah jalan yang menuju rumahnya. Nadin, kali ini lebih menikmati perjalanannya mencoba berpikir positif tentang kebaikan Candra ke depannya. **** Satu bulan yang lalu. Saat itu, Nadin dan anak-anak panti yang lain pulang sekolah menggunakan angkutan umum langganan mereka. Saat sampai di depan panti asuhan, satu-persatu anak-anak segera turun. "Panas banget, pengen banget langsung mandi," ujar Candra. "Jangan, lagi panas udaranya. Nanti malah meriang badanmu," tegur anak panti, yang mana usianya jauh lebih tua dari pada dia. Candra hanya menoleh sembari menyunggingkan senyumnya, wajahnya yang judes sudah menjadi hal yang biasa buat anak panti lain lihat setiap harinya. Dia pun turun, sembari berjalan dengan langkah cepag menuju panti. Namun,saat hendak masuk ke dalam rumah malah terlihat sepasang suamu istri dan ibu panti yang sedang berdiri menyambut kedatangan mereka di depan pintu. Sepasang suami istri itu bernama Pak Joko dan Bu Aliya. Mereka berdua orang yang baik, sabar dan ramah. Pekerjaan mereka adalah sebagai pedagang kaki lima, yaitu tepatnya berjualan nasi ayam penyet di salah satu jalanan yang cukup ramai. Mereka berdua tertarik saat melihat Candra datang di hadapan mereka. Candra yang datang, walaupun dengan wajah judes namun tetap bersalaman sebab kebiasaan yang membuat dia tetap melakukannya. "Namanya, Nak?" tanya Bu Aliya. "Candra!" jawab Candra dengan ketus Kemudian di susul yang lain bersalaman. Ibu panti memutuskan untuk mengajak mereka masuk ke dalam rumah dan membicarakan apa yang membuat mereka berdua datang ke sini. "Kalian ganti baju dulu, kemudian kembali berkumpul di sini, ya!" perintah ibu panti. "Baik, Bu!" ujar anak-anak panti secara bersamaan. Sembari menunggu anak-anak, ibu panti tak lupa mengajak Bu Aliya dan Pak Joko untuk mengobrol. Namun di pertengahan obrolan mereka, Bu Aliya mengungkapkan ketertarikan mereka kepada Candra. "Pak, aku suka banget lihat anak yang pertama datang saat pulang sekolah tadi," ujar Bu Aliya denga suara medok khas orang jawanya. "Sama, Bu. Bu, bagaimana kalau kita adopsi dia saja," ajak Pak Joko. Ibu panti pun langsung paham dengan apa yang mereka katakan. Sebab, tak bisa dipungkiri Candra anaknya cantik dan berkulit putih. Walaupun sifatnya saja yang kasar dan judes. "Apa Candra, yang Bapak dan Ibu maksud?" ibu panti mencoba memastikan. Pak Joko dan Bu Aliya saling bertatapan kemudian, lalu menjawab. "Iya, yang tadi pertama datang itu loh, Bu. Anaknya cantik," jawab Bu Aliya. "Iya, dia bernama Candra. Dia anaknya cantik, pintar juga di sekolah. Tapi maaf, jika sikapnya yang rada kasar dan judes," ujar ibu panti dengan suara lembut. Satu-persatu, anak-anak mulai berkumpul. Begitu juga dengan Candra. Obrolan ini di mulai saat semua anak sudah terkumpul di sini. "Sudah kumpul semua?" tanya ibu panti. "Sudah!" jawab seluruh anak-anak yang ada di sini. Candra bukannya mendengarkan ucapn ibu panti, malah dia melihat Bu Joko dan Bu Aliya dari ujung kaki sampai ujung kepalanya. Pakaian yang sedikit lusuh bagi dia, tidak seperti orang kaya yang biasnya datang ke sana membuat Candra sedikit ilfeel. "Jadi begini, Bapak dan Ibu ini ke sini bertujuan untuk mengadopsi salah satu dari kalian. Ibu harap, kalian menyetujuinya agar kehidupan kalian lebih baik dari pada di sini bersama Ibu di sini," ujar ibu panti. Candra tak ada sedikit pun pjnga pikiran bahwa dia yang akan di adopsi. Dalam hatinya berkata, "Idih, ini orang kaya apa bukan? Pakaiannya nggak ada rapi-rapinya.' "Bu Joko dan Bu Aliya, memutuskan untuk mengadopsi Candra sebagai anaknya!" ujar ibu panti dengan tegas. Candra yang mendengarnya seketika terperanjat kaget. Apa yang tidak dia harapkan malah terjadi. "Apa? Aku? Nggak, deh. Mending yang lain saja, Bu. Aku di sini saja," ujar Candra menolak secara mentah-mentah. Terlihat wajah kecewa sedikit tersirat di kedua orang tua yang akan mengadopsinya. "Candra, nggak boleh gitu, Nak. Mereka orang baik, sayang," bujuk ibu panti. Candra tetap menggelengkan kepalanya, tak ingin diadopsi mereka berdua. "Sudah, nggak apa-apa, Bu. Mungkin anak yang lain saja nggak apa-apa," jawab Pak Joko. Namun, dari wajah Bu Aliya beliau merasa keberatan dengan ucapan suaminya. "Nggak bisa, Pak. Aku suka sama anak itu, dia cantik," jawab Bu Aliya dengan kekeh. Candra tetap menggelengkan kepalanya, dia tetap tidak mau jika akan diadopsi. "Nggak, mau. Yang lain, saja," ujar Candra. Ibu panti seketika menghampirinya dan mencoba membujuknya dan menyuruhnya bersikap lebih sopan terhadap orang lain. "Candra, nggak boleh gitu sayang." Bu panti tetap mencoba membujuknya. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD