9. The Jealousy

2352 Words
“Liesya sayang, besok ikut papa dan Mama Feli ya. Kita pergi ke rumah Om Abdi, ada acara syukuran.” Suatu sore di hari Sabtu, Mas Rendra meminta Aliesya untuk ikut mau datang ke sebuah acara syukuran. Saat ini kami sedang santai sore di taman samping. Aku merawat pohon mawarku yang akan berbunga. Sedangkan Mas Rendra dan Aliesya duduk di bangku taman sambil minum teh sore. “Tidak mau ikut kalau ada Mama Feli! Aku tidak suka Mama Feli!” Aliesya menjawab dengan suara sedikit berteriak, membuatku menoleh ke arah mereka. Kulihat wajah Mas Rendra berubah mendung. “Tapi Liesya kan sudah lama sekali tidak ketemu Mama Feli. Liesya gak kangen Mama Feli?” Tanya Mas Rendra dengan nada lembut. Aku sudah selesai menyiram pohon mawarku, sekarang saatnya menikmati indahnya bunga cantik namun berduri ini. Senyumku terkembang lebar, aku sangat puas melihat bunga-bunga ini mekar bersamaan. Satu kata : Cantik! “Tidak! Aku tidak kangen Mama Feli!” Telingaku mendengar suara Aliesya yang sudah mulai meninggi. Aku membalik tubuhku dan melihat interaksi ayah dan anak itu. Tampak wajah Mas Rendra yang gusar karena Aliesya masih saja menolak bertemu Kak Felicia. Sepertinya aku harus mencari info selengkap mungkin tentang Kak Feli. “Tapi kata Mama Feli, dia kangen Liesya loh.” Masih saja Mas Rendra membujuk Aliesya. “Tidak! Dia bohong! Aku benci Mama Feli! Aku mau sama ibu saja. Ibuuu…” Aliesya berdiri, hendak berlari ke arahku tapi langkah kakinya terhenti saat mendengar Mas Rendra membentaknya. “Liesya, berhenti! Kenapa kamu seperti itu sama Mama Feli!” Bentak Mas Rendra. “Papa bentak aku? Kenapa papa marah padaku? Papa jahat! Ibuuu…” Aliesya berlari ke arahku. Aku merenggangkan kedua tangan dan memeluknya erat. Coba menenangkannya yang menangis tersedu. Aku melihat Mas Rendra yang tadi gusar dan marah, menjadi menyesal. Dia juga menuju ke arahku, tapi karena Aliesya ketakutan, dia malah memeluk tubuhku dari belakang, membuatku berdiri di tengah-tengah mereka berdua. “Liesya, maafkan papa nak. Papa tidak bermaksud membentakmu. Maaf ya nak.” Mas Rendra ingin memeluk Aliesya sebagai permintaan maaf, tapi Aliesya menolak. “Jangan paksa Liesya sekarang. Lebih baik Mas Rendra menjauh saja dulu. Aku coba bicara dengannya dan mencari tahu kenapa dia ketakutan pada Kak Feli.” Beruntung Mas Rendra menurut. Dia malah bilang malam ini tidak mau menggangguku dan putrinya yang gemetar ketakutan. Baiklah, aku akan mencari tahu dari Mama Mayang tentang Kak Feli dan perlakuannya pada Aliesya. Karena aku tahu, anak-anak seperti Aliesya tidak bisa menutupi apa yang dia rasakan. Aliesya punyai kesulitan dalam mengeskpresikan perasaannya, jadi sangat kecil kemungkinan dia akan berbohong. “Liesya sayang, kita ke rumah Eyang Mayang yuk. Malam ini kita menginap saja di rumah Eyang Mayang ya.” Rayuku padanya. Dia mengangguk, menyeka air matanya dan berjalan lunglai ke rumah. *** “Ma, bolehkan aku bertanya tentang Kak Feli? Serta apa yang sudah dia lakukan pada Liesya, sehingga Liesya jadi sangat ketakutan walau hanya mendengar namanya saja. Bunda memang pernah cerita, tapi cuma sedikit saja. Saya butuh info lengkap agar bisa tahu apa yang harus saya lakukan.” Kataku pada Mama Mayang di rumahnya. Aliesya sedang menonton televisi bersama papa, walau wajahnya masih murung, tapi dia tampak nyaman di rumah ini. Artinya orang-orang di rumah ini menyayanginya. “Aaaah, soal itu lagi. Ada apa Nata? Apakah Rendra memaksa Liesya untuk ikut ke acara Abdi besok?” Bukannya menjawab pertanyaanku, Mama Mayang malah balik bertanya. “Iya ma. Tadi Liesya menangis ketakutan dan menolak ikut Mas Rendra, tapi Mas Rendra memaksa Liesya ikut sih, saya cuma tahu kalau Liesya punya trauma pada Kak Feli.” Jawabku. Mama Mayang menarik nafas panjang dengan berat, matanya menatap ke arah Liesya yang tenang menonton televisi. “Mama heran, Rendra masih saja tertipu oleh manisnya Felicia. Apakah kamu pernah bertemu dia, Nata?” Tanya Mama Mayang padaku. “Sekali mah, tapi via panggilan video saja, saat Mas Rendra mengenalkanku sebagai calon istri Mas Rendra. Kak Feli sepertinya ramah dan manis, waktu itu sama sekali tidak ada penolakan dari Kak Feli, dan itu membuatku heran mah. Dia akan dimadu olehku tapi kenapa tampak biasa saja? Sama sekali tidak merasa terganggu oleh kehadiranku di rumah tangga Kak Feli dan Mas Rendra.” “Masuk diakal jika dia tidak menolak, karena kamu kan dan Rendra ada perjanjian bahwa kamu dinikahi Rendra untuk merawat Aliesya sebagai ibunya. Mama tidak tahu mereka kenal di mana, yang mama tahu tujuh bulan setelah menduda, Rendra mengenalkan Felicia sebagai calon istrinya. Waktu itu mama dan papa tanya siapkah Feli menerima dan menyayangi Aliesya. Dia jawab iya. Iya sih, tapi hanya di awal saja. Karena kemudian Liesya menjadi semakin pendiam dan kurus. Waktu itu dia menangis dan menelpon mama, bilang mau tinggal di sini. Mama jemput dia saat itu juga karena Rendra sedang di Singapore. Waktu itu mama curiga dan semakin syok saat cek tubuh Aliesya ada lebam di beberapa tempat. Mama ingin marah pada Feli, tapi Liesya bilang jangan karena dia diancam jika dia cerita pada orang lain, maka akan semakin disakiti. Sejak saat itu, mama ultimatum Rendra agar Liesya tinggal di sini. Dia hanya boleh ada di rumah itu jika ada Rendra, jika tidak ada, maka tidak boleh. Tentu saja Rendra menolak, saat mama beritahu alasannya dia tidak percaya. Entah apa yang diberikan Feli ke Rendra sampai membuatnya tekuk lutut gitu. Mama masih sangat kesal mengingat itu. Tapi sekarang mama lega karena ada kamu, Nata.” Mama Mayang bercerita panjang lebar padaku. Seperti yang sudah kuduga, Aliesya tidak suka pada Kak Feli karena mengalami trauma kekerasan fisik dan psikis. Kasihan Aliesya. “Padahal Liesya anak yang manis ma, dia tidak macam-macam loh, penurut dan alim. Sungguh Kak Feli tega sekali pada Liesya.” Kataku, yang ikut emosi mendengar cerita itu. Bagaimanapun juga, Liesya adalah keponakanku kan? “Bagaimana dengan besok? Apa kamu mau ikut saja ke rumah Abdi? Tapi apakah elok ya, karena itu artinya Rendra akan membawa Felicia dan kamu juga di waktu yang sama, jangan deh, nanti kamu bakalan jadi bahan gosip empuk di sono. Sudah cukup apa yang kamu derita karena pernikahan ini Nata, mama tidak mau menambah kesulitanmu. Mama takut Feli nantinya membuka konfrontasi denganmu walau main belakang.” Kata Mama Mayang sambil berpikir. “Iya ma, aku tidak usah ikut yaa. Tapi kalau besok ada mama dan papa, mungkin Aliesya mau ikut.” “Iya, semoga ya. Ah ya Nata, pesan mama, hindari konfrontasi dengan Feli. Entah kenapa mama merasa kebaikannya selama ini padamu, yang mau menerimamu sebagai madu, itu tidak tulus. Dia pasti senang karena terbebas dari merawat Liesya.” “Iya mah, saya tidak suka konfrontasi kok. Mama tidak usah khawatir.” Tapi jika ada yang menghinaku, atau mengajak konfrontasi terlebih dulu, aku akan layani mah. Aku statusmu memang hanya sebagai istri siri, istri ketiga Mas Rendra, tapi aku manusia, aku punya hati dan tidak mau dihina! *** Aliesya tetap tidak mau ikut ke acara salah satu saudara Mas Rendra, walau aku sudah merayunya. Mama Mayang juga bilang bahwa ALiesya akan bersama mama dan papa, tapi tetap saja Aliesya menolak. Hari ini aku ada janji dengan teman-teman yang dulu kuliah di Jepang, temu kangen gitu deh. “Aku sama ibu saja. Ibu kita pulang yuk. Aku mau sama ibu.” Berkali-kali Aliesya berkata itu, tanda dia tidak nyaman. Repetitive words atau kata berulang yang diucapkan berkali-kali pada anak spesial merupakan salah satu tanda dia sedang tidak nyaman. Aku memutuskan untuk tidak membahas hal itu lagi. Aku berikan penjelasan pada mama dan papa, beruntung mereka bisa mengerti, tapi tidak dengan Mas Rendra! Pagi ini dia datang bersama Kak Feli, bermaksud untuk mengajak Aliesya ke acara itu. Keduanya nampak serasi. Mas Rendra yang tampan bersisian dengan Kak Feli yang cantik sempurna. Nyatanya cantik fisik tidak selaras dengan cantik hatinya. Tapi saat kami berhadapan, nampak Mas Rendra yang matanya lekat menatapku, dari atas ke bawah ke atas lagi. Hari ini aku memang sedikit berdandan dan memakai dress oversize  warna putih tulang, rambut panjangku sengaja aku curly bagian bawah untuk membuat penampilanku paripurna. Mungkin Mas Rendra kaget karena tidak pernah melihatku yang berdandan. “Loh Liesya kok belum siap? Kita kan mau berangkat ke rumah Om Abdi loh. Tuh untung kan Ren, aku bawa baju pesta untuk Liesya. Aku sudah menduga dia belum bersiap, mungkin karena belum ada baju pesta ya sayang?” Suara lembut dan manis Kak Feli memecah keheningan di antara kami. Membuat Mas Rendra tersenyum senang mendengarnya, sedangkan aku hampir saja tertipu dengan wajah cantik berhati Medusa itu jika saja Mama Mayang tidak beritahu aku apa yang sebenarnya terjadi. “Mungkin iya. Liesya ganti baju dulu ya sayang, pakai baju yang dibawa Mama Feli.” Dengan lembut Mas Rendra merayu Aliesya, siapa tahu bisa merubah pikiran putrinya jika melihat gaun pesta cantik yang dibawa Kak Feli untuk dipakai di pesta. Bukannya merasa senang, Aliesya malah semakin menggelengkan kepalanya.  Dia mulai menggumam berucap tidak mau tapi dengan nada sangat lirih, tangannya sedikit gemetar, dan menunduk, untuk menghindari tatapan mata orang-orang di sekelilingnya. Aliesya memelukku dari belakang, seperti ketakutan melihat Kak Feli. Naluriku segera bekerja, aku berdiri menghalangi Kak Feli yang hendak mendekati Aliesya. “Loh kenapa Renata? Ini biar Liesya ganti dress pesta jadi kami bisa segera berangkat loh.” Kata Kak Feli dengan nada heran, tapi masih saja manis. Entah dari mana dia bisa mengendalikan emosinya sebagus itu. Aku tersenyum simpul, tak kalah manis, walau tentu saja palsu! Memangnya cuma dia yang bisa bermain peran pura-pura di sini? Hey, aku juga bisa loh. “Tolong jangan paksa Liesya kak, dia kan tidak nyaman kalau berada di sebuah keramaian, di sebuah pesta.” Kataku dengan nada tegas. “Loh tapi ini acara keluarga, Liesya kan keluarga inti, sebaiknya dia ikut ke pesta itu, kalau tidak akan jadi omongan nantinya.” Jawab Kak Feli, masih dengan senyum walau tadi wajahnya sempat berubah merah sedetik saja. “Lebih penting omongan orang atau kenyamanan Aliesya kan?” Tanyaku, semakin tajam. Biarlah aku yang menjadi The Bad Guy di sini. Tidak ada yang perlu aku tutupi kan? Tidak ada juga orang yang harus aku beri kesan baik. Tugasku merawat dan melindungi Aliesya. Titik! “Kamu….” Sekali lagi aku sangat kagum pada pengendalian diri Kak Feli yang sangat luar biasa ini. Hebat sekali dia dalam mengkamuflase emosi marahnya dengan senyum manis. Aku melirik ke arah Mas Rendra yang diam saja melihat pertikaian kecil kami, lebih tepatnya, aku memaksakan kehendak mencegah Aliesya pergi ke pesta itu. “Ada apa ini?” Itu suara papa, dari arah belakangku. “Euum gak ada apa-apa kok pa. Ini aku mau kasih dress pesta ke Liesya jadi kita bisa segera berangkat ke pestanya Abdi, tapi Renata menghalangi.” Jawab Kak Feli, kali ini dengan nada yang terdengar sedikit kesal, padaku tentunya. “Bukan menghalangi. Semalam Aliesya memang bilang tidak mau ikut kita ke pestanya Abdi. Lagian dia kan tidak nyaman ada di keramaian. Biarkan dia ikut Renata saja.” Kali ini suara Mama Mayang yang terdengar. Aku mengangguk, mengamini apa kata Mama Mayang. “Wah, maksud mama, Renata akan diajak juga ke pestanya Abdi? Oiya banyak yang belum kenal Renata kan? Ide bagus itu mah jika Renata diajak.” Suara Kak Feli terdengar ceria, seakan dia sangat senang jika aku ikut ke pesta itu untuk menemaninya. Tapi kan Mama Mayang kemarin sudah berpesan padaku, agar aku menghindari konfrontasi. Di pesta itu, ada banyak orang yang hadir. Tidak hanya saudara dari keluarga Mas Rendra, tapi juga ada teman-teman Abdi dan bosnya di kantor.  Aku melihat ke wajah Kak Feli, coba menakar apakah dia tulus atau tidak dengan berkata seperti itu. Mungkin saja dia bermaksud untuk menjatuhkanku sebagai istri ketiga yang dinikahi siri oleh Mas Rendra kan? Atau mungkin juga dia ingin menunjukkan ke orang-orang bahwa posisinya tetap lebih utama walau sebagai istri tua, karena Mas Rendra yang tetap tinggal bersamanya. Mana ada sih, istri tua yang nyaman akan kehadiran istri muda? Aku tidaklah sebodoh itu melemparkan diri ke kerumunan ibu-ibu penggosip untuk dijadikan bahan gosip panas! “Enggaaaklah. Renata kan juga punya privasi sendiri. Dia juga ada acara, mau ketemu teman-temannya. Kenapa kamu tidak tanya Liesya baik-baik sih Ren, dia mau ikut siapa? Kamu atau Nata?” Tanya Mama Mayang dengan kesal kepada Mas Rendra. “Boleh kami bicara berdua saja? Aku dan Renata? Feli, tolong tunggu aku di mobil yaa. Aku mau tanya Renata dan Aliesya dulu.” Kata Mas Rendra pada mereka. Tumben, dia ingin bicara berdua denganku. Eh tapi tidak mungkin berdua ding, karena Liesya yang terus nempel padaku. “Euum memangnya kamu mau ke mana?” Bukannya tanya ke Aliesya, Mas Rendra malah menanyaiku setelah tinggal hanya kami bertiga. “Aku ada janji mau temu kangen dengan teman-teman yang dulu sama-sama kuliah di Jepang. Kami semua terapis, jadi jangan khawatir Aliesya merasa tidak nyaman, karena kami tahu bagaimana harus menempatkan diri, memahami Aliesya juga.” Jawabku. Seketika wajah Mas Rendra berubah, jadi sedikit emosi? Kenapa pula? “Ketemu teman-temanmu dari satu kampus di Jepang? Siapa saja? Apakah itu ada mantan pacarmu juga Renata?” Tiba-tiba suara Mas Rendra terdengar meninggi. “Mas Fadly? Mungkin dia hadir, tapi mungkin juga tidak, aku tidak tahu dan tidak mau tahu.” Jawabku, ikut kesal. Tidak mungkin Mas Rendra cemburu pada Mas Fadly kan? “Ingat statusmu Renata, kamu sudah menikah! Kenapa kamu tidak ijin padaku?” Tanya Mas Rendra dengan nada tajam. Aku menarik nafas panjang. “Aku sudah minta ijin minggu lalu, dan Mas Rendra sudah mengijinkan. Jangan khawatir aku tahu statusku kok, sebagai istri siri seorang Tuan Rendra yang terhormat kan? Aku akan jaga marwahmu.” Janjiku. Mas Rendra melihatku dengan tatapan mata yang tidak dapat aku artikan. Dulu aku pernah melihat tatapan mata seperti itu pada Mas Fadly. Tapi sepertinya tidak mungkin Mas Rendra menatapku dengan mata penuh kerinduan kan? “Baiklah. Tapi hanya sebentar, dan jaga Liesya baik-baik. Liesya, papa dan eyang ke rumah Om Abdi ya. Papa baru ke rumah ibu hari Jumat minggu depan ya nak.” Mas Rendra mencium kening Aliesya, kemudian langsung membalik badannya tanpa mau bersusah payah melihatku. Sebelum masuk mobil, aku melihat Mas Rendra berhenti dan menelpon seseorang. Aku cuma dengar sayup-sayup dia berkata iya tolong dipantau. Aah biarkan saja deh, bukan urusanku kok.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD