"Ayah!!!
Pyar
Zeva benar-benar terkejut saat lima jari Ana meninggalkan bekas di pipi mulusnya.
"I-Ibu!!!" Lirih Zeva pelan, bersamaan dengan air mata yang menetes dengan pelan.
"Berulang kali Ibu menghubungimu, tapi kamu malah santai tidak kepikiran bahwa Ibu yang menghubungi mu. Benar-benar anak tidak berguna!" Dengan sengitnya Ana langsung mengeluarkan kalimat yang berhasil menusuk hati Zeva, hingga Zeva menggelengkan kepalanya tidak percaya bahwa yang menghubunginya saat ia di kantor adalah ibunya.
"Kamu lupa kalau Ayah kamu sakit, kamu lupa kalau…
"Tante, kita tidak punya waktu banyak untuk saling menyalahkan atau mencari pembelaan. Lebih baik sekarang kita langsung bawa Om Yudda ke rumah sakit." Dengan cepat Raka memotong ucapan Ana, karena Raka takut Yudda terlambat mendapat pertolongan. Zeva yang mendengar ucapan Raka segera menganggukkan kepalanya membenarkan perkataan Raka. Dengan segera Zeva menyeka air matanya, dan meminta Raka untuk membantu membawa ayahnya masuk ke dalam mobilnya.
Sesampainya di rumah sakit, Zeva dan juga Ana berteriak memanggil dokter, agar segera menolong Yudda. Dokter pun segera memberi pertolongan pada Yudda, dan meminta pihak keluarga Yudda untuk menunggu di luar ruangan selama dokter menanganinya.
Selama dokter menangani Yudda, Zeva tiada hentinya menangis dan menyesali karena tidak menerima panggilan masuk dari Ana, menurut Zeva, andai saja dirinya menerima panggilan masuk dari Ana, pasti dirinya tidak akan terlambat membawa sang ayah ke rumah sakit.
"Tenanglah, kamu tidak salah apa-apa. Semua yang terjadi pada Om Yudda, itu sudah takdir." Raka mencoba menenangkan Zeva, agar Zeva tidak menyalahkan dirinya sendiri.
"Ini memang kesalahanku, kebodohanku, kalau saja aku menerima telepon dari Ibu, pasti Ayah tidak akan sampai seperti ini. Ini memang kesalahanku. "Zeva terus menyalahkan dirinya sendiri, sambil merebahkan kepalanya di d**a Raka, yang langsung disambut dengan lembut oleh Raka.
"Berhenti menyalahkan diri sendiri, karena apapun yang terjadi pada Om Yudda, itu bukan karena kesalahan kamu." Raka masih tetap berusaha menenangkan Zeva, dan bersyukurnya ada sedikit kelegaan di hati Zeva. Disaat Raka masih berusaha menenangkan Zeva, ponsel Raka berdering, membuat Zeva dengan segera menarik kembali kepalanya dan membiarkan Raka menerima panggilan masuk tersebut.
"Sayang, aku pergi dulu, ada urusan. Aku janji, setelah urusanku selesai aku akan segera menemani kamu." Ujar Raka lembut tepat di depan wajah Zeva
"Hem. Pergilah." Zeva memberi izin meski sebenarnya Zeva merasa tidak bisa jauh dari Raka, tapi Zeva tidak mau egois dan menahan Raka, ia pun terpaksa mengesampingkan egonya.
Raka yang sudah mendapat izin dari Zeva langsung pergi.
Tidak lama dari kepergian Raka, tiba-tiba tangan Zeva ditarik paksa oleh dua orang pria yang tidak Zeva kenal.
"Siapa kalian?" Ana yang melihat Zeva ditarik paksa, segera menahannya dan mencoba menolong Zeva.
"Wah, jadi kau istri dari pria yang terlibat masalah dengan Tuan kami?" Salah satu dari dua pria yang mencekal pergelangan tangan Zeva langsung melayangkan kalimat tanya. Ana yang memang tidak tahu apa-apa karena Yudda belum mengatakan kebenarannya, langsung mengernyitkan dahinya karena memang tidak mengerti.
"Siapa yang terlibat masalah dengan Tuan kalian, keluargaku tidak ada yang terlibat masalah dengan Tuan kalian, jadi kalian pergi dari sini." Ana yang memang sudah diselimuti oleh emosi sejak dari rumah merasa tidak mampu untuk menanggapi dua pria yang tidak dikenalnya dengan keramahan. Zeva sendiri sedikit merasa panik saat mendengar ucapan dua pria tersebut, ia langsung teringat akan kejadian beberapa Minggu lalu, dimana sang Ayah telah mengganggu apa yang menjadi kesenangan pria kejam itu, yang tak lain adalah Arga.
"Tuan, tolong jangan membuat masalah di rumah sakit. Saya janji, saya akan menyelesaikan masalah Ayah dengan Tuan anda. Untuk kali ini, tolong jangan membuat masalah dulu." Zeva langsung memohon pada anak buah Arga, agar tidak membuat suasana hati Ana semakin kacau, dan lagi-lagi akan menyalahkan dirinya. Sebenarnya Zeva juga tidak kalah takutnya dari Ana, Zeva juga takut kebahagiaan keluarganya akan berakhir di tangan pria kejam itu.
"Oh, Tidak Nona. Disini bukan kami yang membuat masalah, justru anda dan keluarga anda lah yang telah membuat masalah pada Tuan kami. Kamu datang kesini hanya untuk melaksanakan perintah dari Tuan kami, bukan untuk mengusik ketenangan anda dan keluarga." Ujar salah satu anak buah Arga, membantah ucapan Zeva yang mengatakan bahwa mereka telah mengganggu ketenangannya. Ana yang mendengar ucapan pria jahat itu semakin dibuat tidak mengerti, dan semakin penasaran dengan permasalahan yang dimaksud oleh pria itu.
"Zeva, kamu menyembunyikan sesuatu dari Ibu, apa yang kamu sembunyikan dari Ibu, siapa yang mengusik Tuan mereka, jelaskan sama Ibu!" Ana langsung mendesak dan bahkan sampai mengguncang tubuh Zeva meminta agar dijelaskan.
"Zeva, Ibu bilang jelaskan!" Dengan lantangnya Ana kembali berteriak dan bahkan sampai membentak Zeva, karena ia tidak kunjung menjelaskan pada Ana. Zeva cukup terkejut mendengar bentakan Ana, dan bahkan tanpa ia sadari, air matanya sudah membanjiri wajah cantiknya. Zeva melepaskan tangan Ana dengan pelan dari pundaknya, lalu mendekati anak buah Arga, dan
"Tuan, saya yang akan menanggung semua masalah ini. Jadi tolong silahkan anda pergi dan saya akan mengurusnya nanti setelah urusan saya disini selesai. Anda tidak perlu khawatir, saya berjanji dan saya bersumpah akan menepati janji saya, bahwa saya akan menemui kalian setelah urusan saya disini sudah selesai. Katakan pada tuan kalian, bahwa saya yang akan menemuinya." Dengan penuh ketegasan, Zeva meminta anak buah Arga agar pergi dari rumah sakit, karena Zeva benar-benar khawatir dengan keadaan sang Ayah, kalau sampai sang Ayah mendengar keributan atau apa yang diributkan.
"Tidak bisa, Nona. Saya harus melakukan apa yang sudah Tuan kami perintahkan, karena kalau saya tidak melakukan apa yang menjadi perintah Tuan kami, maka nyawa kami lah yang menjadi taruhannya. Jadi, saya juga minta tolong pada anda, agar anda tidak mempersulit pekerjaan saya." Salah satu diantara dua anak buah Arga pun juga meminta agar Zeva tidak mempersulit pekerjaan mereka, bahkan anak buah Arga mengatakan dengan kalimat yang tak kalah tegasnya dari Zeva, membuat hati Zeva semakin tidak karuan.
"Baiklah. Kalau begitu, tolong beri saya waktu sebentar disini, dan setelah itu, saya akan ikut bersama kalian untuk menemui Tuan kalian, saya janji hanya sebentar." Akhirnya Zeva memilih menyerah, dan memilih menuruti anak buah Arga untuk segera pergi bersama mereka.
"Tetap saja anda mempersulit pekerjaan kami, Nona." Ujar salah satu anak buah Arga
"Saya mohon, Tuan. Saya janji saya yang akan menyelesaikan masalah Ayah saya dengan Tuan kalian." Ujar Zeva yang tidak putus asa untuk tetap memohon pada anak buah Arga.
"Tapi, Nona…
"Kau yakin bisa memenuhi janjimu padaku?"