Mari kita kembali ke masa kini.
*
Malam ini Gane sudah janjian lagi dengan para member dari band indie yang ia cintai yaitu Chindren of the Babylon untuk tampil di jalanan malam hari. Lagi-lagi di tempat di mana para kaum marginal yang juga haus akan hiburan berkumpul demi kebahagiaan mereka sendiri. Mengenai giliran siapa yang harus menentukan di mana mereka akan kumpul dan juga lagu apa yang akan mereka mainkan. Umumnya jadi urusan mereka yang menang dalam adu hom pim pa.
“Cih, hom pim pa mereka bilang. Sungguh cara yang kekanakan, ketinggalam zaman, dan tidak elit sama sekali. Sudah seperti kaum purba zaman dahulu saja,” komentar Gane seraya menata rambut dan penampilannya di depan cermin. Malam ini ia memutuskan untuk memakai celana pendek dengan kemeja longgar monokrom dengan lengan pendek yang oversized alias kebesaran. Itu akan buat ukuran dan bentuk tubuh aslinya jadi tidak begitu kelihatan. Sekaligus buat ia jadi lebih percaya diri juga. Sangat ideal untuk ia yang sebenarnya memang tak begitu punya kepercayaan diri tinggi untuk tampil di muka umum. Namun, demi apa pun yang telah ia putuskan sekarang semua harus berjalan sesuai dengan keinginan.
“Gan, ini mau main kelayapan lagi kamu?” tanya seseorang yang merupakan kakak laki-laki kedua yang bernama Gambir, yang tanpa permisi atau ketukan pintu tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya tanpa membagi aura hingga sang pemilik kamar jadi tidak sadar.
“Iya, Mas Gembor, aku mau main lagi ini. Memang kenapa, sih? Tumben sekali kamu pakai acara sok perhatian dengan tanya tanya segala,” jawab Gane balik tanya dengan wajah acuh tak acuh. Tepatnya tidak begitu peduli, sih. Pokoknya ia tidak mau segala hal yang telah ia rencanakan hari ini jadi rusak gara-gara hal yang tak ia inginkan terjadi. Terlebih kemunculan orang lain sama sekali bukan sesuatu yang ia inginkan. Kalau bisa ia memang hanya ingin menjalani hidupnya dengan nyaman lewat beragam keputusan yang ia buat dan inginkan sendiri. Bukan hal lain yang tak bisa dimengerti. Ia tak ingin ada pihak lain yang mengganggu semua itu. Ia hanya ingin hidup dalam dunianya sendiri.
Gambir yang kebetulan memang punya tubuh sedikit gembur dibanding saudara laki-lakinya yang lain langsung melempar sebuah manga bokep adiknya right to the head alias tepat ke kepala anak itu. PLTAAK. “Masnya sendiri berani kamu bully, ya. Dasar adik durhaka tidak punya adab,” komentar pria itu dengan tatapan malas. Ia beranjak lompat ke ranjang sang adik dan dengan santai tanpa permisi enak-enakan rebahan di sana. BUUUMP.
Gane ingin tertawa melihat tingkah masnya yang cukup bar bar. Ditambah dengan porsi ukuran tubuhnya yang tidak main-main besarnya. “Untung saja tempat tidurku mahal, Mas Gembor. Jadi, tidak akan cepat rusak walaupun berkali-kali ditimpa sama titan seperti kamu,” komentar sekaligus ledek Gane sambil mengenakan sling back ke punggung. Ia hendak menghampiri Gambir untuk salim. “Dedek Gane yang baik hati serta imut ini ingin menempuh jalan ninjanya dulu ya, Mas Gembor,” ucap anak remaja itu seraya menyodorkan telapak tangan. Hanya formalitas belaka.
Bukannya langsung menyambut uluran tangan sang adik. Gambir malah memasukkan tangan kanan ke kantung celana dan mengeluarkan beberapa lembar uang pecahan paling besar. “Nih, buat uang jajan kamu,” pesannya seraya membalas uluran tangan Gane.
Gane tersenyum lebar. “Makasih banyak, Bang Gembor,” ucapnya. Sikap selalu menghargai pemberian serta bantuan dari orang lain memang sikap yang selalu ditekankan terhadap seluruh keturunan keluarga Terasatri. Membuat meskipun mereka berasal dari golongan atas masyarakat. Orang-orang dari golongan bawah pun sangat respect pada sikap mereka.
“Jangan sampai medit bin pelit kamu, ya. Teman-temannya jangan lupa dijajani juga,” peringat Gambir.
“Tenang aja, Mas Gembor. Aku gak pernah merasa kalau uangku itu punyaku doang, kok,” balas Gane. Melambaikan tangan dari ambang pintu yang nyaris tertutup.
“Mas Gambir tidur di sini, ya. Bosan di kamar sendiri,” ucap Gambir memeluk salah satu guling di kasur adiknya.
Oh, jadi ceritanya ini duit sewa kamar gitu? Alamaak… “Gak apa-apa juga sih, Mas Gambir. Tapi… jangan ngiler di bantalku, ya,” peringat Gane cemas. Kadang ia memang tidak kuat sekali jika harus mencium aroma kurang sedap dari perangkat tidurnya sementara ia sedang malas kalau harus menyuruh orang untuk mengganti kasur.
Sementara itu kesadaran Gambir sendiri sudah melayang tinggi nun jauh di antara para awan, “NGROOOOKK…” Ditambah ngorok yang sangat keras.
“Waduh, ilernya belum apa-apa udah offside aja, tuh,” komentar Gane meratapi danau “kehidupan” yang baru saja terbentuk di atas salah satu bantalnya. Kalau sudah begini mau tidak mau setelah pulang nanti ia harus menyuruh pelayan mengganti sprei tempat tidurnya agar kembali bersih dan bisa digunakan dengan nyaman.
“Duh, udah jam segini. Kalau telat lagi gak enak sama yang lain,” ucap anak remaja itu hendak makin bergegas untuk menuju mobil dan pak supir yang siap mengantar ia hampiri kehidupan anak muda malamnya dengan semua "teman" yang ia percaya.
*
Sesampai di tempat janjian mereka. Seperti biasa Add Me A yang terbiasa on time sekaligus beri contoh baik sebagai yang paling tua sudah datang. Selain Add Me A yang biasanya jadi anak rajin itu adalah Rev 4 Rebellion.
“Eh, kayaknya itu bodi yang akan terlalu indah untuk dimiliki oleh seorang Rev 4 Rebellion,” komentar Gane yang mulai saat itu bertransformasi menjadi seorang Gan Skuy.
Ketika ia peluk seseorang yang tengah membelakanginya itu…
GAPLOKPLOKPLOKPLOK!!!
“Ampun, ampun, ampun, Ya Tuhan, maaf, Mbak,” pohon Gane seraya berusaha kabur menghindari serangan bertubi-tubi wanita itu.
“Mbak? Kamu pikir aku mbak mbak apa, hah?!” omel Is is Ist lagi. Terus mengejar dan menyambiti tubuh Gane dengan tasnya yang entah berisi apa. Batu bata, barbel, dan martil barangkali. Habis Gane merasa sedang disiksa kubur saat disambiti pakai tas itu.
“Hei, tidak sopan ya Anda main pelak peluk badan cewek bahenol seperti Is is Ist,” komentar Add Me A sambil berusaha menahan tawa yang rasanya sudah siap meledak. Tampaknya ia puas sekali melihat anak remaja itu digebuki pakai clutch sederhana milik Is is Ist yang mungkin berisi batu bata atau semacamnya hingga menghasilkan efek yang cukup menyakitkan.
Buset dah itu tas isi batu kali apa gimana badanku sampai linu semua begini, ratap Gane menghadapi kengerian wanita itu. “Eh,” ucapnya menyadari sesuatu.
“Kenapa kamu?” tanya Is is Ist, “Gak kenapa-napa, ‘kan? Aku gak punya uang lho buat biayai pengobatan kamu.”
“Aku gak bakal meminta sesuatu yang aku tau tidak kamu miliki, kok,” balas Gan Skuy datar dan jujur saja.
DBUG. Is is Ist auto melayangkan satu lagi pukulan manjah bin cantik ke tubuh anak remaja itu dengan enteng ditambah wajah tanpa dosa.
Ginjal Gan Skuy auto serasa ingin melompat keluar lewat tenggorokannya, “Ohok!”
“HAHAHA!!!” tawa Add Me A puas sambil berlagak menjedot-jedotkan dahi ke palang pembatas jalan. Untung saja situasi di sekitar sana sedang sepi hingga tindakan kurang normal mereka tak berakhir akibatkan kericuhan atau sampai mengundang perhatian.
“K, Kok tumben sekali si R 4 Rebellion belum kelihatan? Biasanya paling cepet dia,” tanya Gan Skuy pada akhirnya setelah ia merasa sakit di perut dan bagian tubuhnya yang lain mereda.
Add Me A langsung melihat layar ponsel cerdas. “Gak tau, nih. Chat dari aku juga belum dia baca. Belum centang biru dua,” beritahunya.
“Apa dia bakal dihukum traktirin kita semua makan?” tanya Gan Skuy berwajah tidak enak.
“Ya iya dong. Emang kamu rela orang yang pesan tujuh porsi nasi goreng saat kamu yang dihukum gak dihukum saat dia sendiri telat?” tanya Is is Ist.
“Kalian… sadar gak sih kalau R 4 R itu badannya sangat kurus seperti orang yang jarang makan?” tanya Gan Skuy. Mulai berani menyentuh titik sensitif yang selama ini selalu mereka hindari.
Add Me A langsung terdiam tanpa kata. Begitu juga dengan Is is Ist yang sedang berdiri di dekat pria iru.
Gan skuy melanjutkan perkataannya, “Selama ini dia memang belum pernah dihukum traktir kita semua karena selalu datang tepat waktu. Paling tepat waktu bahkan (setelah Abang Add me A tentu saja). Tapi, kalau sampai dia harus…”
“Sebentar! Sebentar! Sebentar!” sela Is is Ist beberapa kali saking geregetannya. “Kenapa kamu jadi kebawa perasaan seperti ini sih, Gan Skuy?” ia lontarkan pertanyaan dengan raut yang tampak sangat ganjil, “Perasaan selama ini juga kamu akan biasa saja.”
Gan Skuy ingin menjawab, “Sebenarnya aku hanya ingin…”
“WOYYYYY!!!” teriak R 4 R yang baru datang. “Waduh, kayaknya aku yang telat datangnya, nih,” ia berkata sambil berkacak pinggang. Wajahnya langsung tampak senyum senyum sendiri dengan raut yang buat jadi sedikit jijay.
“Yeeee,” sorak Is is Ist. “Aku pengen makan Seblak Om Tante ya, Rev 4 Reb,” coleknya.
Pemuda itu tersenyum kecil tanpa beri respon apa pun.
“Are you okay with this? Apa kamu akan baik-baik saja dengan hal ini?” tanya Gan Skuy dalam dua bahasa dengan perasaan canggung sekaligus tidak enak. Sebenarnya ia bisa (dan sangat ingin) membayari saja semua kebutuhan akomodasi berjalannya kegiatan band dan juga para membernya. Tapi, karena ini pertama kali ia berteman degan orang yang latar belakangnya tidak ia ketahui dengan baik. Ia jadi khawatir melakukan sesuatu yang bisa menyingggung perasaan mereka. Bagaimanapun juga hal yang kurang sensitif seperti itu ia khawatirkan bisa buat sesuatu yang sebelumnya baik-baik saja malah jadi berkembang jadi sesuatu yang tak diinginkan. Hal seperti itu tentu harus diantisipasi sebisa mungkin.
Rev 4 Reb langsung tersenyum kecil sembari melirik Is is Ist dan Add Me A. “Ini vokalis kita kenapa, dah?” ia bertanya.
Berbanding terbalik dengan R 4 R yang menghadapi hal ini dengan santai. Is is Ist dan Add Me A yang menyikapi situasi ini dengan cukup serius. Sama sekali tak tampak kehangatan di wajah mereka yang sekarang terlihat datar tak jelas sedang rasakan apa.
“I'm fine, really. What is wrong with you? Wong aku tidak kenapa-naapa juga, kok. Ada apa sih dengan kamu?” jawab R 4 R pada akhirnya tanpa sadar ikut bicara dalam dua bahasa. Bertanya balik pada anak remaja yang tampak sepantaran dengannya di depannya.
“Wajah kamu kelihatan habis babak belur, ya,” komentar Gan Skuy seraya menyibak beberapa helai rambut R 4 R yang cukup panjang menutupi sebagian wajah.
R 4 R semakin dibuat bertanya-tanya pada situasi yang makin awkward ini. Ini sangat tidak biasa. Dan lagi kenapa Add Me A malah diam saja, sih? Bukankah dia sebagai yang paling tua. Yang seharusnya mengendalikan keadaan seperti ini.
Akhirnya ia menjawab, “Ini bukan babak belur, Gan Skuy. Hanya memar karena terpeleset di halte bis kota,” ia menerangkan.
Gan Skuy membalas, “Kalau kamu punya masalah. Aku harap aku bisa lakukan sesuatu untuk memban…”
“Sebentar, deh! Tunggu sebentar! Pokoknya tunggu sebentar, deh!” sela Add Me A yang melangkah menuju Gan Skuy dan R 4 R dan berdiri diantara mereka. “Gan S, kamu itu kenapa sih malam ini?” ia bertanya. To the point bahkan langsung mendorong salah satu pundak anak remaja itu.
Gan Skuy malah bingung sendiri. Dan menghindari pandangan dari pemain perkusi di Children of the Labyrinth itu. “Sebenarnya aku hanya ingin…”
“Ingin apa?” tanya Add Me A. Menyilangkan kedua tangan di d**a.
“Aku ingin tau lebih banyak hal soal kalian,” jawab Gan Skuy pada akhirnya. Berusaha jujur walau pada realitasnya hal itu buat ia merasa sangat malu sampai rasanya ingin meledak saja jadi seperti balon yang pecah berkeping-keping.
Tanpa pakai ancang-ancang. Add Me A mencengkram kedua lengan bagian atas anak remaja itu. Greph. “Bukankah kita sudah sepakat mengenai hal ini sejak awal?” ia bertanya dengan raut serius.
“Untuk tidak perlu mengetahui identitas masing-masing member,” sambung Is is Ist dengan tampangnya yang walai ia seorang perempuan, namun sangat sangar dan bisa diandalkan. Bukan tipikal perempuan lemah tak bisa melakukan apa pun yang hanya akan bersikap pasrah lantas kalah jika sampai dihadapkan pada situasi yang membutuhkan ketegasan dan keputusan yang cepat seperti ini. Sangat bisa dipercaya.
Add Me A melanjutkan, “Tidak perlu mengetahui latar belakang dari masing-masing member.” Hal yang senada dengan apa yang baru saja Is is Ist katakan, namun seperti beri lebih banyak tekanan agar siapa pun yang sedang ia ajak bicara mengerti soal konsen ke mana percakapan mereka ini berjalan.
“Memisahkan antara kehidupan di luar dan di dalam Children of the Labyrinth,” lanjut kedua orang yang sudah berusia cukup dewasa itu.
Tanpa sadar Gan Skuy langsung menundukkan wajah. “Iya. Kalian memang benar. Kalau begitu ayo kita segera mulai saja,” ucapnya.