Misi Penyelamatan

2554 Words
Begitu membuka kedua mata, hal yang dilihat Fella adalah dirinya berada di tempat yang begitu asing. Itu memang sebuah kamar yang sangat luas dengan dekorasi yang pas dengan nuansa kamar yang berwarna abu-abu muda. Fella sedang tertidur di ranjang berukuran besar sehingga bisa ditiduri oleh empat orang sekalipun. Fella bergegas bangun saat mengingat kejadian yang menimpanya. Namun, suara ringisan yang mengalun dari mulutnya karena merasakan keningnya berdenyut sakit, mungkin itu disebabkan oleh obat bius dengan dosis tinggi yang dia hisap. Fella refleks memeriksa kondisi tubuhnya, memastikan pakaian masih melekat di tubuhnya karena dia takut dirinya dilecehkan oleh entah siapa pun orang yang telah menculiknya itu. Seketika hembusan napas lega yang keluar dari mulut Fella saat mendapati dirinya masih dalam kondisi sama persis dengan dirinya sebelum diculik. Pakaiannya masih melekat sempurna di tubuhnya. “Siapa orang yang membawaku ke tempat ini? Dan di mana aku berada sekarang?” tanya Fella pada dirinya sendiri karena hanya ada dirinya di kamar tersebut. Fella pun turun dari ranjang besar itu karena dia ingin memastikan di mana dirinya berada. Fella lantas berjalan menuju jendela untuk melihat sekitar. “Wow, indah sekali pemandangan di luar. Jangan-jangan aku sedang berada di area pegunungan.” Wajar Fella berpikir demikian karena memang dari jendela, wanita itu bisa melihat pemandangan asri yang masih indah dan memanjakan indera penglihatan siapa pun yang menatapnya. Hamparan tanah berumput yang sangat luas yang dilihat Fella berada tepat di belakang kamarnya. Dan cukup jauh di depan sana ada seperti hutan pinus karena dari kejauhan pun terlihat banyak pohon pinus yang berdiri dengan kokohnya. Bahkan ada sebuah danau yang sangat luas dengan airnya yang jernih tak jauh dari hutan pinus itu berada. Dan di belakang hutan pinus, berdiri menjulang sebuah gunung yang sangat besar dan tinggi. Karena keberadaan gunung itu pula yang membuat cuaca di sana sangat dingin, Fella sampai memeluk dirinya sendiri karena mulai menggigil kedinginan. “Sebenarnya aku ada di mana? Aku tidak pernah melihat tempat seindah ini,” gumam Fella lagi masih takjub melihat pemandangan di sekitar rumah di mana dirinya berada. Seandainya Fella tak mengingat dirinya sedang diculik sehingga bukan saat yang tepat untuk terpesona dengan keindahan tempat itu. Menyadari dirinya harus berusaha melarikan diri, Fella pun berlari ke arah pintu. Berharap pintu dalam kondisi tidak terkunci, Fella hanya bisa mengembuskan napas kecewa karena harapannya hanya angan-angan semu. Tentu saja pintu dalam kondisi terkunci. Fella lantas berlari kembali ke jendela, berharap jendela bisa dia buka karena wanita itu akan melakukan tindakan nekat dengan melarikan diri melalui jendela tak peduli walau dirinya berada di lantai atas. Sayangnya lagi-lagi jendela pun dalam kondisi terkunci. Lagi pula ada jeruji besi yang melapisi jendela tersebut dari luar, jelas Fella tak mungkin bisa melarikan diri melalui jendela itu. Dalam kondisi yang serba membingungkan bagi Fella karena tak menemukan jalan dan cara untuk melarikan diri, Fella dikejutkan oleh suara seseorang yang hendak membuka pintu. Fella mengedarkan pandangan ke sekeliling, berpikir untuk mencari benda apa pun di kamar itu yang bisa dia gunakan untuk menyerang orang yang masuk ke dalam kamar. Karena mungkin orang itu berniat jahat padanya. Pilihan Fella pun jatuh pada lampu yang diletakan di nakas tepat di dekat ranjang. Fella berlari menuju nakas dan mengambil lampu itu, siap akan dia gunakan sebagai senjata untuk menyerang orang yang sesaat lagi akan masuk ke dalam kamar. Namun, ketika dia melihat yang masuk ke kamar itu seorang pelayan perempuan, seketika Fella pun meletakan kembali lampu itu. “Nona, saya akan membantu anda bersiap-siap,” ucap sang pelayan yang membuat Fella mengernyitkan kening saat mendengarnya. Memang pelayan itu tidak datang dengan tangan kosong, melainkan membawa nampan berisi sebuah gaun. “Bersiap-siap untuk apa?” tanya Fella meminta penjelasan. “Untuk makan malam bersama tuan. Tuan yang memerintahkan saya untuk membantu anda bersiap-siap.” “Tuan?” Satu alis Fella terangkat naik, dia sangat penasaran ingin mengetahui siapa gerangan orang yang menculiknya dan membawanya ke tempat yang indah itu. “Memangnya siapa tuanmu?” “Maaf, saya tidak bisa memberitahu anda karena tuan menyuruh saya untuk tetap diam. Nanti saat anda bertemu dengan tuan di meja makan, anda akan mengetahui siapa tuan saya.” Fella berdecak, sudah dia duga jawaban seperti itu yang akan dia dapatkan. “Mari, Nona. Anda bisa membersihkan diri dulu.” Pelayan itu lalu berjalan ke arah pintu lain yang ada di kamar itu, tentu itu pintu kamar mandi. Setelahnya sang pelayan pun membuka pintu kamar mandi, mempersilakan Fella untuk masuk ke dalam. Sedangkan Fella kini tertegun dalam diam. Dia sedang menimbang-nimbang haruskah menuruti perintah pelayan itu untuk membersihkan diri. Hingga dia tersadar melawan pun percuma karena dia tak menemukan cara untuk melarikan diri, lagi pula hingga detik ini dia penasaran siapa gerangan orang yang telah menculiknya. Fella akhirnya memilih menurut. Dia berjalan menuju kamar mandi. “Silakan anda membersihkan diri dan mengenakan gaun ini. Saya akan menunggu di sini dan membantu anda berdandan.” Fella tak mengatakan apa pun, tapi dia mengambil gaun yang diulurkan sang pelayan. Di dalam kamar mandi, Fella membersihkan diri dengan cepat. Dia lalu memakai gaun yang diberikan sang pelayan. Gaun berwarna hitam yang hanya sebatas paha, bahkan di bagian atas tampak sangat terbuka karena belahan d**a Fella bisa terlihat dengan jelas. Fella merasa malu mengenakan gaun itu, tapi dia tahu tak memiliki pilihan selain dengan terpaksa mengenakannya. Setelah selesai berganti pakaian, Fella pun kembali ke kamar. Dia menemukan sang pelayan masih berada di kamar, benar-benar sedang menunggunya seperti yang dikatakan pelayan itu. Di meja rias sudah disiapkan beberapa make up yang akan digunakan pelayan itu untuk merias wajah Fella. “Silakan duduk, Nona.” Sekali lagi Fella hanya bisa menurut, dia lalu mendudukan diri di kursi yang sudah disiapkan sang pelayan, diletakan tepat di depan meja rias di mana ada cermin berukuran besar di sana. Duduk di kursi itu Fella bisa melihat pantulan dirinya dengan jelas, bahkan saat wajah dan rambutnya dirias sedemikian rupa oleh sang pelayan. Setelah menghabiskan waktu kurang lebih 30 menit, Fella sudah selesai dirias. Penampilannya sangat sempurna, dia tampak cantik karena sang pelayan rupanya sangat pandai merias. Rambut Fella dibiarkan tergerai dengan indah, di buat bergelombang di bagian bawah. “Sudah selesai, Nona. Anda bisa ikut dengan saya menemui tuan.” Fella meneguk ludah karena akhirnya sebentar lagi dia akan mengetahui siapa orang yang telah menculiknya ini. Fella pun menurut dan mengikuti sang pelayan yang entah akan membawanya ke mana. *** Wajah Ero tampak memerah karena amarah tentu saja karena seseorang telah berani mengusik ketenangannya. Orang itu dengan berani menculik Fella yang menjadi alat bagi Ero untuk memenuhi syarat dari ayahnya. Walau bagaimana pun dia harus mengambil Fella kembali, tak akan membiarkan rencananya memanfaatkan Fella demi memenuhi syarat sang ayah menjadi gagal total. Ero tengah berada di sebuah ruangan yang merupakan kantornya. Dia mengeluarkan beberapa pistol kesayangannya yang disimpan di dalam brankas di ruangan tersebut. Hingga tiba-tiba terdengar suara pintu yang diketuk, Ero berdecak jengkel karena merasa terganggu oleh entah siapa pun orang yang mengetuk pintu tersebut. “Masuk!” teriak Ero. Dan sosok Maverick pun masuk ke dalam ruangan. “Ero, apa benar kau akan pergi untuk membawa istrimu kembali?” Ero memutar bola mata. “Itu sudah pasti, Paman. Mana mungkin aku membiarkan Fella diculik. Aku harus membawanya kembali.” “Kau sudah yakin pelaku yang menculik Fella adalah orang itu?” Ero mendengus seraya memeriksa pistolnya sudah dipasang peluru dengan sempurna. “Ya, tentu saja aku yakin. Karena di dunia ini hanya orang itu yang memanggilku dengan nama Luigi. Ck, kurang ajar. Berani sekali dia mengusik ketenanganku dengan menculik Fella, sepertinya hukuman yang kuberikan padanya dulu masih belum cukup.” “Apa yang akan kau rencanakan jika benar orang itu pelaku yang menculik Fella?” Ero mendecih, wajahnya menyiratkan seringaian lebar. “Aku tidak akan segan-segan lagi atau berbelas kasihan padanya kali ini. Aku akan menembak kepalanya dengan pistol ini.” Maverick meneguk ludah karena dia tahu persis Ero tak pernah main-main dengan perkataannya. Pelaku yang telah menculik Fella tak lama lagi pasti kehilangan nyawanya. “Siapa saja yang akan kau ajak menemanimu ke sana?” “Anak buahku, sebanyak mungkin karena kali ini aku akan memusnahkan mereka sampai ke akar-akarnya. Bukan hanya orang itu, tapi semua orang yang berada di tempat Fella disekap saat ini, akan kupastikan mereka semua pergi ke neraka sekarang juga. Karena itu, Paman, aku membutuhkan bantuanmu.” “Apa itu? Apa kau juga ingin aku ikut menemanimu ke sana?” Ero menggelengkan kepala dengan cepat. “Tidak. Paman tidak perlu ikut denganku. Paman tunggu saja di mansion seperti biasa. Tapi bantu aku menyiapkan sekitar sepuluh … ah, tidak, tapi siapkan lima puluh anak buahku.” “Lima puluh anak buahmu?” Maverick terbelalak kaget. “Apa itu tidak terlalu banyak, Ero?” “Tentu saja tidak. Sudah kukatakan akan memusnahkan mereka hingga ke akar-akarnya karena itu aku serius meminta paman membantuku menyiapkan lima puluh orang untuk menemaniku menjemput Fella.” Maverick meneguk ludah, meskipun masih syok mendengar perintah Ero ini, tapi dia tahu tak memiliki pilihan selain menurutinya. “Baiklah, akan kusiapkan lima puluh orang seperti yang kau perintahkan.” “Terima kasih Paman. Kau memang selalu bisa diandalkan seperti biasa.” Maverick tak mengatakan apa pun karena dia bergegas pergi untuk melaksakan perintah dari Ero. Sedangkan Ero kembali pada kesibukannya yaitu memilih senjata apa saja yang akan dia bawa. Namun, lagi-lagi ketenangannya terganggu karena ponselnya di dalam saku celana kini bergetar. Ero pun mengambil ponselnya dan berdecak saat menemukan nama Franca terpampang di layar ponsel. “Ya, kenapa?” tanya Ero begitu telepon itu tersambung karena dia mengangkatnya. “Seharusnya aku yang bertanya begitu, kan? Kau ini kenapa tadi buru-buru pergi padahal urusan kita belum selesai?” “Aku ada urusan penting,” sahut Ero, seolah ingin bergegas mengakhiri percakapan itu sehingga dia tak berniat menjelaskan apa pun. “Urusan penting apa? Apa urusan itu lebih penting daripada aku? Kita sedang bersama tadi, aku tersinggung jika kau meninggalkan aku begitu saja hanya karena urusanmu itu.” Ero kembali berdecak, suasana hatinya yang sedang buruk, semakin buruk karena Franca yang begitu cerewet itu, mempermasalahkan kebersamaan mereka yang terganggu tadi. “Urusannya memang penting sehingga aku terpaksa harus pergi karena harus cepat menyelesaikannya.” “Memangnya urusan apa sampai kau lebih memilih menyelesaikan urusan itu dibandingkan menghabiskan waktu bersamaku? Biasanya juga kalau ada apa-apa kau akan menyerahkannya pada Paman Maverick.” Ero menghela napas panjang dan mengembuskannya secara perlahan karena Franca yang terus merongrongnya dengan pertanyaan. Walau Ero sudah tahu betul sifat Franca memang seperti itu, tak akan berhenti sebelum dia mendapatkan apa yang diinginkannya. “Aku mendapat kabar buruk tadi karena yang datang ke apartemen adalah anak buahku yang membawa sebuah kabar buruk.” Ero akhirnya mengalah dan memilih mengatakan yang sebenarnya pada sang kekasih. “Kabar buruk apa?” “Ada yang menculik Fella. Anak buahku yang kutugaskan untuk menemaninya dibunuh.” Suara dengusan keras pun meluncur dari seberang sana. “Jadi, ini maksudnya urusan penting yang harus kau selesaikan sampai kau tega meninggalkan aku di saat kita akhirnya bisa bersama setelah sekian lama tidak bertemu?” Nada suara Franca berubah sinis dan ketus, tampak kecewa karena itu alasan Ero meninggalkannya tadi. “Ini memang urusan penting, mereka menculik Fella. Aku harus cepat menyelamatkannya.” “Huh, karena ada orang yang menculik istrimu, kau sampai panik dan terburu-buru seperti itu. Aku jadi ragu kau tidak mencintainya, Ero.” Ero mendecih, ini yang tidak dia sukai dari Franca, wanita itu begitu pencemburu dan terkadang sangat egois karena hanya mementingkan dirinya sendiri. “Aku tidak mencintainya, tapi kau tahu persis dia itu penting untukku karena dia merupakan alat untuk memenuhi syarat yang diberikan ayahku agar aku bisa diresmikan sebagai penerus keluarga Romanov. Aku sudah menjelaskan semuanya padamu, Franca. Jangan bilang kau tidak paham?” Franca berdecak. “Iya, aku paham. Tapi aku kesal karena kebersamaan kita tadi jadi terganggu karena wanita itu.” “Mau bagaimana lagi, dia diculik seseorang yang aku kenal, mana mungkin aku diam saja dan membiarkannya begitu saja tanpa melakukan apa pun untuk menolongnya.” “Kau sudah tahu pelaku yang menculik wanita itu?” tanya Franca tampak terkejut jika didengar dari nada suaranya yang histeris. “Ya, aku sudah tahu pelakunya. Mana mungkin aku bergegas pergi jika belum tahu siapa orang yang menculik Fella.” “Kalau kau memang sudah tahu orangnya, kenapa tidak kau serahkan saja urusan menolong Fella ini pada Paman Maverick dan anak buahmu? Kenapa harus kau sendiri yang turun tangan padahal biasanya kau selalu menyerahkan urusan apa pun pada Paman Maverick?” “Ini karena aku muak pada orang itu. Dia terus saja mengusik apa pun yang aku lakukan. Aku harus memberinya pelajaran. Aku akan mengakhiri semuanya agar dia tidak bisa menggangguku lagi di kemudian hari.” “Kau berniat membunuh orang itu?” “Mungkin,” sahut Ero seraya menyeringai lebar. “Mustahil. Kau sampai turun tangan hanya karena orang itu menculik Fella. Aku jadi ragu wanita itu benar hanya kau anggap sebagai alat untuk memenuhi syarat dari ayahmu. Aku curiga kau ada perasaan khusus padanya, Ero.” Untuk kesekian kalinya Ero berdecak karena jengkel pada Franca yang terus berpikiran buruk tentangnya. “Terserah kau mau bilang apa. Yang jelas aku tidak akan berhenti sebelum menyelesaikan masalah ini. Aku harap kau mengerti dan tidak cerewet lagi.” “Huh, kau jahat, Ero. Kau sudah tidak mencintaiku lagi.” Franca pun merajuk, Ero hanya mendengus karena sudah terbiasa menghadapi sikap Franca yang terkadang memang manja dan menyebalkan seperti itu. “Setelah urusanku ini selesai, aku janji akan menghabiskan waktu seharian denganmu.” “Benarkah? Apa kau akan menepati janjimu itu?” tanya Franca tak yakin. “Tentu saja. Apa pernah aku mengingkari janjiku?” Dan Franca pun tak menyahut lagi, hingga helaan napas pelan yang terdengar keluar dari mulutnya. “Baiklah, aku percaya padamu. Karena kau sudah berjanji begitu, setelah urusanmu selesai, aku akan pergi ke mansionmu dan kau harus menemaniku seharian.” “Tentu. Kita akan berduaan sepuasmu nanti di mansionku.” “Tidak masalah walau istrimu melihat kita berdua?” Ero kembali mendengus keras. “Kenapa jadi masalah untuknya? Sudah kukatakan sebutan istri itu hanya status karena kenyataanya dia hanyalah b***k yang tidak berhak melarangku berdekatan dengan siapa pun, terutama kau. Kau merupakan nyonya yang sebenarnya di mansionku ini jadi jangan ragu untuk datang.” Setelah itu yang terdengar adalah suara Franca yang memekik girang karena senang bukan main mendengar ucapan Ero. “Baiklah kalau begitu, aku tidak akan mengganggumu lagi. Hati-hati ya, Sayang. Semoga kau bisa secepatnya menyelesaikan urusanmu itu karena aku sudah tidak sabar ingin main ke mansionmu. Aku ingin menemui istrimu.” Ero tersenyum miring sebelum mulutnya terbuka dan berkata, “Ya, akan kuselesaikan urusan ini secepatnya. Sampai jumpa, akan kukirim orang untuk menjemputmu ke mansionku jika aku sudah kembali.” “Ya, Sayang. Aku sudah tidak sabar bertemu lagi denganmu. Sampai jumpa.” Sambungan telepon itu pun terputus bersamaan dengan Maverick yang kembali masuk ke dalam ruangan. “Semua sudah siap, Ero. Lima puluh orang yang kau perintahkan, sudah aku siapkan.” Ero menyeringai mendengar kabar baik yang disampaikan Maverick tersebut. “Bagus, Paman. Seperti biasa kerjamu cepat dan cekatan. Kalau begitu mari kita berangkat dan memulai peperangan ini.” Ero pun melangkah cepat meninggalkan ruangan, diikuti Maverick yang berjalan di belakangnya. Ero siap mendatangi tempat si pelaku yang telah berani menculik Fella. Dan setelah ini entah peperangan seperti apa yang akan Ero dan lima puluh anak buahnya hadapi?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD