Kemunculan si Pengendara Motor Trail

1739 Words
Untuk ke dua kalinya dalam jarak selang sehari saja, lagi-lagi Nirmala harus menyeret motor kesayangannya itu ke sebuah bengkel yang sama di mana ia sudah membawa motornya tersebut kemarin ke bengkel itu juga. Sembari tak bosan mengembuskan napasnya panjang, Nirmala pun mengatakan keluhan yang menimpa motornya kali ini kepada seorang montir di kala dirinya tiba di sana. Lalu setelah Nirmala memberitahukan bahwa ban belakangnya mengalami kekempesan, sang montir pun lantas mulai memeriksa kondisi ban motor belakang gadis itu secara teliti dan penuh pengamatan. Sementara itu, selagi menunggu pemeriksaan yang dilakukan oleh ahlinya, Nirmala mengipasi bagian lehernya di tengah rasa gerah yang mendera sekujur tubuhnya. Bahkan, keringat pun kini sudah membanjiri separuh dari tubuh atasnya terutama bagian pelipis dan juga punggungnya. Hingga tak lama kemudian, montir yang semula berjongkok selagi mengamati ban belakang motor Nirmala pun kini sudah kembali berdiri dan berdeham sejenak. Menyadari bahwa si montir sudah kembali menegakkan tubuhnya, Nirmala pun sigap menoleh seraya bertanya, "Gimana, Mas? Ban motor saya tinggal cuma diisi angin aja kan?" Gadis itu menduga-duga sendiri. Berharap jika ban motornya tidak perlu diganti oleh yang baru. "Waduh, Non, maaf-maaf nih sebelumnya. Setelah barusan saya periksa, kayaknya itu bannya perlu diganti deh. Soalnya, ini pasti kondisi ban bisa pecah karena terlalu bawa beban berat nih saya pikir. Biasanya, kalo kebetulan lagi bawa beban berat terus gak sengaja bannya masuk lobang gitu, itu memang berpotensi merobek ban dalemnya. Jadi menurut saya, ini gak bisa hanya diisi anginnya aja, Non. Harus diganti biar bisa normal lagi," ujar sang montir menjelaskan. Dan dalam sekejap, Nirmala pun merengut sedih di tengah sebelah tangannya menepuk dahinya spontan. "Ya Tuhan, cobaan apa lagi yang sedang kau berikan padaku?" gumam gadis itu membuang napasnya kasar. Lalu setelahnya, ia pun kembali mengalihkan perhatiannya kepada si montir. "Berapa lama kalo diganti ban dalemnya gitu, Mas?" tanya gadis itu berlanjut. "Gak lama kok, Non. Paling cuma lima atau sepuluh menitan aja. Tapi masalahnya, saya tuh kebetulan lagi ngerjain dulu motornya si Mas ganteng itu. Semisal si Non mau nunggu, mungkin boleh Non nya duduk dulu di sana...." urai montir tersebut menunjuk ke arah kursi tunggu. Dan saat Nirmala ikut melirik ke sana, ia pun sempat mendapati seorang pria dengan wajah ganteng kalemnya yang sepertinya sedang menunggu juga motornya diservis si montir. Untuk sesaat, Nirmala pun melirik jam tangan yang melingkari pergelangan kirinya. Mencoba menghitung sisa waktu yang masih ia punya. Sampai kemudian ia merasa tidak punya waktu banyak jika harus menunggui motornya selesai diservis, Nirmala pun sontak menatap lagi montir di hadapannya sembari berujar, "Gak bisa dituker dulu gitu pengerjaannya? Ini soalnya saya lagi buru-buru banget, Mas. Kira-kira, bisa dituker aja gak sih? Maksudnya, yang punyanya Mas itu dipending dulu, lagian kan tadi Mas sendiri bilang kalo ganti ban dalem itu cuma ngabisin waktu sekitar lima atau sepuluh menitan aja. Jadi, mungkin bisa dong agak diduluin punya saya aja," pinta Nirmala menatap melas. Berharap jika sang montir mengasihaninya dan memenuhi permintaannya di kesempatan ini. Akan tetapi, saat Nirmala melihat wajah sang montir yang penuh sesal, barulah ia sadar bahwa sepertinya sekalipun ia sempat memasang tatapan melasnya, tapi montir itu pun tidak bisa mendahulukan pengerjaan untuk motornya seiring dengan montir tersebut yang berkata, "Maafin saya nih, Nona. Bukannya saya gak bisa ngertiin permintaan Nona barusan. Tapi masalahnya, Mas ganteng itu juga lagi buru-buru. Malah tadi saya sempat diberi pesan agar saya agak mempercepat pengerjaannya dikarenakan si Masnya itu ada pertemuan penting gitu sama klien barunya. Jadi ya gimana, saya beneran gak bisa duluin punyanya si Non ini nih," tutur si montir merasa serba salah. "Emangnya gak ada montir lain lagi ya di sini?" "Ada sih. Tapi mereka lagi ngerjain punya langganannya masing-masing. Sibuk banget memang montir yang kerja di bengkel ini mah," tukas montir berkulit kuning langsat itu mendesah pelan. Nirmala sempat memejamkan kedua matanya. Dia merasa tidak punya pilihan lain lagi selain harus meninggalkan motornya tersebut di bengkel ini. Sementara itu, mungkin ia bisa naik angkutan umum saja guna membawanya ke kampus dalam waktu beberapa menit saja. Andai saja ia masih mempunyai sisa waktu menuju jam mengajarnya sekitar setengah jam-an lagi, maka mungkin ia bisa menunggui pengerjaan motornya hingga selesai nanti. Sayang, ia benar-benar sedang tidak punya waktu banyak untuk berleha-leha, membuat Nirmala lantas harus membuat sebuah keputusan agar ini dan itunya menjadi sama-sama lancar. "Ya udah deh, saya serahin segala sesuatunya soal motor saya ini ke Masnya aja, ya. Sepulang kerja nanti, mungkin saya bakal langsung ke sini lagi buat samper motor saya. Tolong pastikan supaya gak ada kendala lagi yang bisa bikin saya bolak-balik ke sini ya, Mas. Setelah kemarin benerin mesinnya yang mendadak mogok, sekarang tahu-tahu malah harus ganti ban dalem," cetus Nirmala malah curhat. Mengingat bannya yang tiba-tiba harus pecah, ingatan Nirmala pun melambung kepada Bu Niken yang memiliki bobot tubuh lumayan berbeban. "Andai aja hari ini Bu Niken gak minta nebeng, mungkin aku gak perlu rogoh kocek lagi buat biaya ganti ban dalem motorku. Nasib, nasib, emang dasar lagi apes kali ya. Melalui perantara Bu Niken, lagi-lagi si sial dangkal harus terus menghantuiku bahkan sejak hari kemarin," gumam Nirmala mendesah gusar. Lalu di detik selanjutnya, ia pun lekas melenggang pergi meninggalkan bengkel tersebut selepas sang montir menyetujui perkataan yang sempat Nirmala lontarkan kepada montir itu beberapa saat yang lalu. *** Sudah sekitar lima menit lamanya Nirmala berdiri di tempat pemberhentian angkutan kota. Namun entah kenapa, mendadak tidak ada satu pun angkot yang melintas. Membuat Nirmala merasa dongkol sekaligus kesal karena ia benar-benar seperti sedang diuji. Andai saja ia tahu bahwa angkot tidak akan datang melintas dalam waktu yang dekat layaknya sekarang, mungkin Nirmala lebih baik menunggu di bengkel saja sampai penggantian ban belakangnya selesai. Tapi sayang, nasi sudah menjadi bubur, membuat ia merasa kesal pada dirinya sendiri karena sudah salah mengambil keputusan. "Kenapa sih? Kok mendadak angkot gak ada yang lewat juga. Padahal kan biasanya suka banyak tuh angkutan kota yang lewat sini di jam berapa pun. Tapi sekarang, seolah-olah ingin menambahkan kesialanku, sopir angkot pun malah ikut-ikutan gak narik ke arah sini di saat aku yang lagi bener-bener membutuhkan jasanya. Masa iya aku harus naik taksi? Argonya lumayan banget soalnya. Bisa bikin dompetku terkuras meski itu cuma sekitar lima sampe sepuluh menitan aja aku ada di dalamnya. Ya Allah, begini amat sih perjuanganku di hari pertama mau jadi dosen. Udah mah kemarin ketiban s1al sepanjang hari, eh sekarang juga masih aja kena. Sampai kapan atuh aku bakalan dirongrong kesialan semacam ini!!" rengek gadis itu mengentak-entakkan kedua kakinya. Ibarat seorang anak kecil yang baru saja diomeli oleh orangtuanya karena dilarang membeli permen. Tidak peduli sekalipun saat ini banyak orang yang memperhatikannya ketika kebetulan melangkah melintasinya--entah lewat depan maupun ke belakangnya--tapi sepertinya hal itu tidak membuat Nirmala menghentikan ulah kekanakannya yang masih saja sibuk mengentak-entakkan kedua kakinya. Sampai ketika Nirmala sudah merasa lelah dengan perbuatannya yang menarik perhatian segelintir orang yang melewatinya, tahu-tahu seorang pengendara motor jenis motor gunung yang dikenal dengan nama motor trail pun seketika berhenti tepat di hadapan Nirmala yang baru saja berhenti mengentak-entakkan kedua kakinya. Bertepatan dengan si pengendara yang baru saja melepas helmnya, hal itu pun membuat Nirmala sontak membulatkan kedua matanya secara dadakan. Mendapati sosok pemuda songong yang sepanjang hari kemarin sudah berhasil telak mengaduk-aduk kekesalannya dengan cara si pemuda yang tak hentinya mengoceh sembarangan hingga menyebabkan Nirmala merasa dongkol berepisode. Dan kini, diiringi dengan senyuman lebar yang tersungging di bibirnya yang berwarna merah agak kehitaman, pemuda itu pun melambaikan sebelah tangannya ke arah Nirmala sembari berkata, "Hai, Perempuan jutek tapi cantik! Diawali dengan pertemuan kita untuk kali keempatnya, gue tebak... lo pasti lagi nungguin angkot lewat ke sini ya?" lontar pemuda itu menduga. Dan seratus persen dugaannya itu tidaklah meleset alias benar. Namun dibanding Nirmala yang mau repot-repot menjawab, justru gadis itu malah memilih untuk membuang muka saja diiringi dengan delikan tak minatnya untuk sekadar menjawab tanya si pemuda. Hanya saja, sepertinya pemuda itu bahkan tidak peduli sekalipun tanyanya tak dijawab. Yang jelas, sekarang ia hanya perlu memberikan segenap informasi tentang ketiadaan angkutan kota yang sedang dinantikan kemunculannya oleh sang gadis. "For your information, Perempuan jutek tapi cantik. Khususnya untuk hari ini, Kang Angkot lagi demo buat gak kejar setoran. Katanya... Mereka lagi mogok narik penumpang gara-gara popularitas ojek online lebih mengudara dibanding jasa angkutan kota. Jadi menurut gue, daripada lo terus berdiri di sini dan cuma bikin kaki cantik lo parises doang, mending nebeng gue aja yok! Mumpung gue lagi mode males ngampus nih, gue anterin deh ke mana pun tujuan lo!" seru si pemuda berceloteh. Membuat Nirmala sontak membelalak spontan selepas ia mendengarkan dua buah fakta yang baru saja diketahuinya. Pertama, mengenai angkot yang lagi demo hingga mereka memilih untuk mogok mencari penumpang. Lalu kedua, rupanya pemuda songong tapi nyeleneh ini lagi mode males ngampus katanya! Membuat Nirmala jadi mempunyai ide, untuk membawa pemuda songong tersebut ke tempat di mana dia yang katanya sedang malas untuk mendatanginya. "Jadi, beneran nih, saya bisa nebeng sama kamu?" tanya Nirmala kemudian. Dan untuk pertama kalinya, pemuda itu pun mendengar suara sang gadis yang begitu merdu dan enak didengar oleh telinga normalnya. Mengingat selama beberapa kali pertemuannya dengan sang gadis, si pemuda yang tak lain adalah Rasen bahkan tidak pernah sekalipun mendengar gadis itu membalas perkataannya. Namun hari ini, justru Rasen akhirnya bisa juga mendengar suaranya yang begitu syahdu dan menggetarkan hatinya dengan tak keruan. Walau kemarin pun saat di bengkel ia sempat mendengar suara sang gadis tatkala berinteraksi dengan montir yang melayaninya, tapi bagi Rasen konsepnya berbeda! Maka kali ini, Rasen pun berjanji pada dirinya sendiri untuk mengantar ke mana pun tujuan sang gadis sekalipun ia minta di antar ke ujung dunia ini. Sampai setelah Rasen menganggukkan kepalanya penuh semangat sebagai tanda bahwa ia mengiyakan pertanyaan gadis itu sesaat lalu, Nirmala pun lantas sigap beringsut ke arah motor trail Rasen yang seketika membuat pemuda itu kelojotan bercampur girang sambil tak lupa menyerahkan helm cadangan yang selalu dibekalnya. Lalu setelah Nirmala memakai helm yang sudah diterimanya dari si pemuda, barulah ia pun melompat naik ke atas jok belakang trail Rasen dengan begitu cepat dan juga tepat. Melirik sang gadis dari arah spion yang terpasang, Rasen lantas berseru semangat di tengah rasa gembira yang mendadak melingkupi dirinya. "Are you ready, Perempuan jutek tapi cantik?" pekik Rasen bersiap melaju. Sementara Nirmala, dia hanya bergumam sekilas saja sebagai perwakilan dari jawabannya atas seruan si pemuda barusan. Meski jawabannya hanya berbentuk gumaman ala kadarnya, tapi Rasen lekas melajukan kemudinya sesuai dengan arahan sang gadis yang tak segan menjadi GPS bernyawa bagi si pemuda yang mulai terfokus dalam lajuannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD