Rasa pusing mendera, seolah ia baru saja melakukan kegiatan yang sangat berat kemarin, ditambah dengan waktu tidur yang kurang. Tubuhnya terasa begitu letih dan lengket, hingga ia ingin cepat-cepat berendam air panas setelah ini. Terutama di bagian pribadi tubuhnya, sangat tidak nyaman. Namun, saat matanya terbuka, wanita itu terperanjat dan nyaris melompat dari atas tempat tidur kala ditatapnya paras rupawan sahabatnya terbaring di sampingnya sembari tertidur pulas. Bukan pria asing, ia sangat mengenal nyaris seumur hidupnya.
“Ken!” sentak perempuan itu. Matanya terbelalak, beberapa saat menahan napas, sembari memastikan ia tidak salah lihat. Jelas Ken tidur di ranjangnya, dalam kamarnya.
Namanya adalah Leyna. Gadis berusia dua puluh empat tahun yang bekerja di salah satu stasiun TV swasta sebagai seorang pembawa berita. Selama ini, ia tinggal sendirian karena kedua orang tuanya yang sudah bercerai. Namun, pagi ini ia mendapati dirinya terbangun di samping seorang pria yang sangat ia kenal dengan keadaan tak mengenakan kain barang selembar pun.
“Oh sialaaan! Apa yang kita lakukan?! Ken Wake up!” Ujarnya lagi nyaris tidak percaya. Nada suaranya begitu asa. Jantungnya berdebar amat kuat.
Lelaki yang berada di samping Leyna mengejap karena kegaduhan tersebut. Perlahan matanya terbuka, dan menatap Leyna dengan tatapan bingung. Pria itu tampak seperti sedang berusaha untuk mengumpulkan kesadarannya yang sejak semalam hilang entah ke mana.
“Leyna,” panggilnya dengan suara serak.
“Bangun!” Kesalnya.
Wajah Leyna tersirat kecewa dan marah, ia bergegas turun lalu mengambil pakaian asal, dia gunakan sambil mengumpat mencari pakaian dalamnya hingga berhasil dia temukan, berada dekat kaki ranjang.
“Palingkan tatapanmu, Ken! Sumpah, atau mau aku congkel huh?!” Umpatnya kesal. Ken yang semula mematung menatap tubuhnya, langsung tersadar dan berpaling. Menahan diri untuk tidak menatapnya.
“Sudah,” ujar Leyna. Berdiri dengan pakaiannya yang kebesaran sambil bersedekap, menatap Ken. “Berpakaian, dan kita bicara!”
“Ley—“ kalimatnya terhenti saat mendapati wanita itu mengangkat tangan. Defensif. Lalu melengang keluar dari kamarnya. Meninggalkan Ken yang terduduk sambil menyugar rambutnya.
“Damn! Bodoh!” umpatnya pada diri sendiri, Ken yakin Leyna akan sangat marah. Ia kembali mencubit pipinya sendiri, “ternyata bukan mimpi, kami memang melakukannya semalam! Argh!” Kesalnya.
***
Leyna duduk di sofa panjang yang ada di apartemen yang baru ia beli beberapa bulan yang lalu. Leyna menunggu Ken yang terlalu lama keluar. Ia sudah berulang kali menghela napas dalam-dalam, demi menetralkan gemuruh kecewa pada dirinya sendiri, pada Ken, pada keadaan. Sayang, semua terlanjur terjadi, tidak ada cara untuk membuatnya kembali ke waktu semalam. Mencegah kebodohan yang ceroboh ini terjadi.
“Ken, cepat!” Leyna berteriak, sungguh ia sangat kesal. Di tambah Ken tidak muncul-muncul. “Enggak usah menghindar, kita harus bahas yang terjadi!” katanya lagi. Leyna tadi sudah menangis, sadar air matanya tidak akan menghapus kesalahan mereka, ia harus buat kesepakatan dengan Ken.
Tak lama berselang, Ken datang dan mengambil tempat di samping Leyna. Ekspresinya jelas sama-sama kalut, Ken sejenak menatap Leyna lalu mendesah.
“Leyna, yang semalam terjadi—”
“Aku mau kita lupakan.”
Ken langsung terdiam, menatap sahabatnya. Tak menduga alih-alih Leyna menuntutnya bertanggung jawab. Justru minta dirinya melupakan?
“Ley, kamu sadar yang baru kita lakukan? Kamu minta kita lupakan? Aku siap tanggung jawab.” Katanya.
Leyna menggelengkan kepala dengan yakin, kemudian mengangkat kepalanya dan bertemu tatap dengan Ken. Sahabatnya, sebelum kejadian yang membuat mereka tak habis pikir bisa terjadi. Setelah ini, arti sahabat antara mereka benar-benar akan hilang. Berbeda. Ada yang paling membuat Leyna hancur adalah saat ia sadar ia baru saja melakukan sesuatu yang bisa menyakiti dua hati sekaligus.
Edward dan Greisy - calon suaminya dan calon istri Ken. Gila bukan? Mereka sudah punya pasangan masing-masing.
Andai mereka tahu, bagaimana nasib pernikahan mereka yang hanya tinggal menghitung hari?
“Semalam kita berdua memang keterlaluan, mabok. Itu kecelakaan yang tidak kita hendaki.” Kata Leyna. Perempuan itu memang cerdas, mandiri dan berpendirian keras. Ken sangat tahu begitu dalam sikap Leyna.
Tetapi, yang baru terjadi bagi Ken tidak bisa dianggap berlalu, “iya semalam memang kita berdua kelewatan, tapi Leyna… aku siap tanggung jawab.”
Leyna nyaris ingin tertawa, lebih menertawakan kebodohannya sendiri. “Ken, aku tidak butuh tanggung jawabmu. Yang terjadi, bukan hanya kesalahanmu. Aku juga turut andil.”
“I know, Leyna… tapi, kamu bilang lupakan. Kamu yakin—”
Lagi-lagi, Leyna memotong ucapan Ken. Dengan duduk tenang, ia coba mengatasi masalahnya. Ia ingin yang terjadi kali ini di apartemennya. Benar-benar selesai pagi ini. Di tutup saat Ken keluar dan pulang dari tempat tinggalnya. Dia tidak mau masalah jadi panjang dan menghancurkan segalanya. “Kita tak punya pilihan paling tepat, selain merahasiakan yang terjadi. Hanya jadi rahasia kita berdua. Bertanggung jawab, maksudmu pasti dengan buat pengakuan pada tunanganku, dan calon istrimu? Pikirkan perasaan Edward dan Greisy. Mereka akan kecewa, kita menghianati mereka. Pernikahan kita sudah di depan mata.”
Ken terdiam, mendengar semua yang Leyna ungkapkan.
“Aku sangat serius, Ken. Aku tidak mau rencana pernikahanku kacau. Hancurkan perasaan Edward dan Greisy. Aku mencintai Edward. Kamu juga kan enggak mau sampai Greisy sakit hati, dan menggagalkan pernikahan kalian?” Ia coba buat Ken sepakat.
Ken masih terdiam, ia punya pikiran lain.
“Ken, jangan diam aja dong!” Kesal Leyna.
Satu helaan napas dalam Ken ambil, kemudian menatap temannya. “Dari tadi aku ngomong, kamu potong terus, Ley. Sekarang udah boleh aku bicara?” tanyanya.
Leyna membasahi bibirnya yang kering dengan mengulumnya pelan, kemudian mengangguk. “Ya, sorry… tadi aku hanya belum selesai sampaikan pendapatku."
“Kamu mau kita berbohong pada pasangan masing-masing?”
Leyna mengedikan bahu, selama ia jalin hubungan dengan Edward. Baru kali ini dia harus berbohong, sembunyikan satu rahasia besar, "gak ada pilihan yang lebih baik lagi,"
“Jujur memang menyakitkan kita semua, Leyna… hanya saja, aku gak yakin berbohong adalah hal baik.” kata Ken.
Leyna tetap berpendirian sama, “Nggak, pokoknya. Aku tidak mau pernikahanku dan Edward berantakan. Ken, dibanding siapa pun kamu yang tahu, ini pernikahan impianku. Aku mencintai Edward.”
Ia juga tidak ingin menghancurkan mimpi indah yang sudah dirajut oleh sahabatnya sejak lama itu. Ken tahu bagaimana Leyna sangat mencintai Edward. Dan mereka akan menikah dalam tiga minggu ke depan.
Kenzo Alfarezi - sahabat terbaik Leyna yang selalu ada di masa-masa terberat Leyna. Kenzo bersandar, sesekali mengusap wajahnya, tampak frustrasi dengan pilihan Leyna. Solusi yang bertentangan dengan hatinya.
“Aku nggak mau mengecewakan Edward. Aku nggak mau pernikahan kami batal,” ujar Leyna yang kemudian terisak. Air mata yang coba ia tahan, akhirnya tumpah.
Leyna jarang menangis, sekali-kalinya saat orang tuanya bercerai. Sudah lama Ken tidak melihatnya. Jadi, saat sekarang Leyna menangis di depannya, Ken tahu dirinya mana mungkin menolak pilihan sahabatnya.
Ken menatap Leyna dengan tatapan penuh sesal. Ia merasa seolah dirinya baru saja melakukan hal paling bodoh sedunia. Gara-gara kecerobohan dan nafsu sesaatnya, ia nyaris menghancurkan mimpi terbesar sahabatnya sendiri.
“Oke, kalau memang kamu merasa diam dan menyembunyikan ini adalah yang terbaik. Aku akan ikuti. Aku akan lupakan yang terjadi, hanya jadi rahasia kita berdua yang akan kita lupakan. Begitu? ” jawab Ken dengan tegas. Selalu sulit menolak permintaan seorang Leyna Cerise, perempuan yang paling ia sayangi setelah sang ibu dan calon istrinya.
Leyna menyeka air matanya, menatap Ken dengan penuh harap, “sungguh?”
“Ya.” angguknya lemas, “Ley, I’m so sorry atas yang terjadi. Meski aku setuju sama pikiran kamu. Tapi, aku janji bakal tetap tanggung jawab kalau ke depan—”
“Enggak ada yang harus dicemaskan, kuyakin yang terjadi selesai sampai cukup di sini. Nggak akan perpanjang, ke mana-mana, apalagi sampai menimbulkan masalah lainnya!” Leyna tidak suka lagi pikiran Kenzo.
Ken kembali terdiam.
“Kita sudah bahas ini, kamu bisa pulang.” Ujar Leyna.
Ken tidak menolak meski Leyna jelas mengusirnya, “hubungi aku jika kamu ngerasa sudah bisa bertemu lagi denganku.”
“Kurasa, kita sebaiknya tidak bertemu dulu.” Lagi-lagi Leyna memberi tanggapan yang tak sesuai Ken.
“Sampai kapan?” tanya Ken yang terdengar berat. Tidak seharusnya mereka seperti itu.
Kepala Leyna menggeleng pelan. Leyna menghapus sisa-sisa air matanya. Ken tak pernah gagal menarik rasa kepercayaan Leyna. Leyna yakin, semua akan baik-baik saja karena lelaki itu adalah Ken. Dan Ken, tidak mungkin akan membuatnya kecewa.
Meski kejadian itu berhasil disimpan rapat-rapat, tetapi tetap saja semua tidak akan pernah terasa sama. Ken dan Leyna - tanpa mereka sadari keduanya seolah kompak mulai membuat jarak. Leyna yang lebih aktif melakukan hal tersebut. Ia selalu menghindar untuk hadir di setiap acara di mana ada Ken di dalamnya. Ia juga jadi tak pernah lagi menampakkan batang hidungnya di kediaman keluarga Alfarezi beberapa hari terakhir.
“Besok siaran pagi, ya Ley?” tanya salah seorang rekan kerjanya, tim penyiaran berita.
“Iya, Mbak.” Padahal Leyna selesai siaran malam hari ini. Dan besok jam lima kurang harus udah siap sampai kantor untuk briefing sebelum membawakan berita pertama yang tayang langsung jam lima lebih dua puluh menit.
Kejadian dengan sahabatnya menyita pikiran Leyna, ia bahkan sengaja menghindari orang tua Ken yang dekat dengannya dengan mengatakan sibuk. Terpaksa bilang sibuk. Padahal ia hanya bekerja kurang dari lima jam dalam sehari. Dan soal pernikahannya, sudah hampir siap sembilan puluh persen. Undangan pun sudah selesai dicetak, siap disebar.
Dia memastikan penampilannya, kemudian Leyna pamit. Dia Mengambil tasnya, turun ke lantai dasar. Ponselnya berdering, wajah murung Leyna berubah jadi semangat saat satu nama tertera di sana.
“Yank, aku sudah sampai lobi.” Beritahu Edward.
“Aku udah turun, tunggu sebentar yank...” masih tersambung, Leyna keluar lift. Mencari keberadaan kekasih tercintanya.
Dan … di sanalah pria itu. Tatapan Leyna pada Edward juga berubah sejak malam itu. Tatapan penuh binar dan cinta itu, kini tergantikan dengan tatapan penuh sesal dan rasa bersalah.
Pria sebaik itu, bagaimana jadinya jika ia tahu bahwa Leyna telah melakukan kesalahan besar di belakangnya? Bagaimana jika akhirnya ia akan memilih pergi setelah tahu semuanya? Leyna tidak bisa kehilangan Edward.
Ia menghela napas dalam-dalam, kemudian menghampiri Edward. Memberinya senyum terbaiknya, menyingkirkan kejadian bersama Kenzo, "udah sampai dari tadi, yank?" ia langsung memeluknya sambil berbisik dalam hati, meminta maaf telah membuat satu penghianatan di belakang Edward.