“Kenapa lama Mbak?” tanya Farhan saat melihat Wintha baru masuk ketika pesanan sudah diserahkan.
“Maaf tadi ada telepon penting jadi aku suruh Raffa masuk lebih dulu.”
“Ya sudah nggak apa-apa, aku sudah memesankan makanan untuk Mbak,” jawab Farhan yang tahu apa kesukaan sang kakak. Dia tak mau bertanya siapa yang telah sangat lama bicara dengan kakaknya karena ada Adit di sana.
“Terima kasih ya,” jawab Wintha senang hati karena sang adik memperhatikan dirinya.
“Apa pesanan Raffa sudah?” Wintha bingung, karena di depan putranya hanya ada satu mangkuk kecil capcay kuah dengan banyak seafood tanpa ayam goreng dan kentang kesukaan Raffa. Biasanya makan dengan siapa pun, terlebih dengan Ridwan, Raffa hanya makan ayam dan kentang goreng saja. Menu kegemaran Raffa dan Ridwan.
“Raffa punya bargaining sendiri dengan Mas Adit. Jadi aku tidak bisa ikut campur. Itu sudah kesepakatan bersama. Apa pun yang dipesankan Mas Adit akan Raffa makan. Jadi kita sudah tidak ikut-ikut dengan kesepakatan mereka Mbak,” jawab Farhan.
“Kesepakatan masalah apa?” tanya Wintha bingung.
“Sudah biarkan saja, mereka punya hubungan tersendiri. Kita nggak usah ikut-ikut,” kata Farhan.
“Baiklah,” jawab Wintha.
“Mas Adit ceritanya kapan kembali ke Jakarta?” tanya Farhan.
“Rencananya besok aku mau beli banyak pesanan kakakku. Dia orang asli Banjarmasin, jadi dia banyak pesan kue yang disebut apa wadai kah? Lalu dia pesan banyak kerupuk, sudah dia kirimkan foto-foto kerupuknya. Aku bingung nanti kerupuk itu kan walaupun tidak berat tapi sizenya besar. Aku akan minta itu dibungkus dengan kardus karena dia minta dalam jumlah banyak. Lalu aku juga akan melihat pasar terapung, baru lusa-nya aku kembali ke Jakarta,” jawab Adit.
“Wah tiket kami lusa sore juga,” kata Farhan memberitahu.
“Aku pesawat Garuda, jam 16.07,” kata Adit.
“Sama Mas. Aku juga Garuda yang keberangkatan 16.07,” kata Farhan.
“Wah nggak sengaja ya kita barengan,” kata Adit lagi.
“Kalian besok ada acara ke mana? Kalau tidak ada acara kalian bisalah jadi guide ku untuk mencari kue yang enak juga membantu aku belanja kerupuk dan ikan karing pesanan kakakku. Biar sekalian di packing juga temani aku melihat pasar terapung,” pinta Adit.
“Aku belum punya rencana buat besok. Entah kalau mbak Wintha aku memang prepare hari ini hari terakhir pekerjaan dan besok tinggal aku spare satu hari khusus. Aku takut masih ada yang perlu dibahas ternyata kita sudah selesaikan semua tadi sore,” kata Farhan.
“Oke, aku akan temani Mas Adit besok. Kita ketemu di mana jam berapa, agar aku bisa mengantarkan ke semua tempat yang Mas Adit inginkan,” Farhan berjanji ingin menemani Adit.
“Aku ikut ya Yah,” pinta Raffa.
“Boleh,” jawab Adit. Dia tentu tak keberatan bila Raffa ikut dalam perjalanan besok.
“Yeaaaaaaay,” jawab Raffa sambil mengangkat kedua tangannya yag jemarinya dikepal dengan senang.
Wintha melihat Raffa sangat bahagia dalam pertemuan kali ini. Biasanya memang Raffa sering pergi dengan Ridwan, entah hanya sekedar beli makanan ikan peliharaan mereka atau ke mana pun. Kadang hanya pergi ke barbershop berdua. Mereka akan sama-sama potong rambut atau kadang Ridwan akan menemani putra mereka untuk main di Timezone tanpa dirinya ikut. Hanya papa dan anak saja.
Wintha sedih mengingat hal itu tentu Raffa sangat kehilangan sosok ayah sehingga mencari kompensasi pada Adit yang dipanggilnya dengan kata panggilan ayah
Ridwan memang sangat menyayangi Raffa, bahkan sejak dalam perut Ridwan menyediakan krim penghilang selulit, Ridwan menyiapkan semuanya bahkan baju bayi semua adalah Ridwan yang beli. Ridwan sangat bahagia ketika di usia kehamilan lima bulan dokter memberitahu kemungkinan bayi mereka laki-laki. sejak itu Ridwan yang hunting perlengkapan baby.
Ridwan juga mengatur waktu agar dia benar-benar standby ketika hari kelahirannya bahkan takut kecolongan Ridwan membawa kedua orang tuanya menemani Wintha di Jakarta saat Wintha sudah hamil delapan bulan.
Kalau mengingat itu Wintha tentu sangat sedih, lelaki yang sangat pengertian lelaki, yang sangat penyayang ternyata bisa berbagi hati, bisa berbagi tubuh dengan perempuan lain dan kemungkinan itu terjalin sudah tiga tahun karena hamil satu tahun paling tidak sembilan bulan dan sekarang anaknya itu sembilan bulan atau satu tahun.
Paling tidak sudah satu setengah tahun. Tak mungkin kan kenal langsung nikah pasti berproses dan kemungkinan itu sudah terjadi beberapa bulan sebelum pernikahan, setidaknya sudah dua tahun Ridwan mendua. Benar-benar Wintha kecolongan, dia tidak mau menangis tapi tentu saja sakit mengingat perih yang dia rasakan dalam batin.
Terlebih saat melihat semua perilaku Raffa dua hari ini. Wintha tahu Raffa meminjam ponsel Farhan untuk mencari foto-foto Ridwan karena di ponsel Wintha sudah dia tidak temukan lagi foto Ridwan baik Ridwan sendiri maupun Ridwan bersama Wintha dan Raffa bahkan foto Ridwan dengan Raffa saja sudah tidak ada di ponsel Wintha.
Pokoknya semua tentang Ridwan sudah dihapus oleh Wintha itu sebabnya Raffa meminjam ponsel Farhan.
Di ponsel Farhan ada beberapa foto keseruan Farhan dan Ridwan serta Raffa ketika memancing, itu yang sering dipandangi oleh Raffa. Dia sangat merindukan sang papa.
Farhan yang mengetahui itu tentu saja sedih dan dia lapor pada Wintha bahwa Raffa mencari foto papanya.
≈≈≈≈≈
“Kenapa Mama nggak ikut?” tanya Raffa.
“Mama mau packing ya, kita besok pulang ke rumah,” balas Wintha.
“Apa papa sudah mau pulang?” tanya Raffa. Dia tahu sang papa pergi bekerja di Batak. Kadang apa entah mengapa dia sering mengucapkan Batak bukan Batam dan akan pulang setelah menginap beberapa hari di kantornya.
“Mama nggak tahu apakah papa sudah jadwalnya pulang dari kantor atau belum. tapi kita harus pulang. Kan kamu harus sekolah dan Mama harus bekerja,” jawab Wintha. Dia tak berani menjanjikan kalau Ridwan pulang agar Raffa tak terlalu berharap untuk bertemu dengan papanya.
“Oke,” jawab Raffa. Dia tidak memaksa Wintha untuk ikut kegiatan mereka hari ini, jadi dia dan Farhan akan pergi bersama dengan ayah Adit.
Adit menjemput Farhan dan Raffa dengan mobil perusahaan Kia, tentu saja dengan driver yang Kia siapkan.
Adit sama sekali tidak menanyakan mengapa Wintha tidak ikut pagi ini, karena memang tak ada urusan apa pun dengan dirinya.
“Kita mau ke pasar terapung dulu atau beli oleh-oleh dulu?” tanya Farhan.
“Enaknya bagaimana?” tanya Adit.
“Kalau pagi aku sarankan kita ke pasar terapung dulu dan nanti mungkin di pasar terapung akan banyak kerupuk ikan, aneka wadai yang sangat enak dan banyak lagi. Jadi kita ke satu tempat itu langsung bisa memenuhi semua kebutuhan,” saran Farhan.
“Ya sudah kalau begitu. Ayo Pak kita ke pasar terapung dulu,” jawab Adit pada driver.