*** WARNING: RATE 21 PLUS ***
BIJAKLAH DALAM MEMBACA!
SEMUA INI HANYALAH IMAJINASI DAN KARANGAN AUTHOR.
YANG J E L E K DAN BURUK, JANGAN DITIRU!
MOHON MAAF ATAS KETIDAKNYAMANANNYA!
----------------------------------------------
Arkan Quinn Ezra Yamazaki menyemprotkan parfum ke tubuh Casilda berkali-kali sebelum akhirnya bersama-sama meninggalkan gedung agensi melalui pintu khusus. Tentu saja agar menghindari semua mata yang ada di tempat itu, terutama manager Rena.
Di mobil khusus untuk keperluan syuting sang aktor, Ratu Casilda Wijaya tertidur lelap setelah penyiksaan yang diberikan oleh Arkan kepadanya.
Pada mulanya, sang aktor berniat menghubungi Garvin. Tapi, karena melihat Casilda yang terlihat setengah mati berjalan dan tampak meringis dengan wajah tertahan, hatinya diam-diam luluh dan segera menyuruhnya duduk di kursi samping kemudi sambil mengomelinya soal berhenti bermimpi untuk menjadi manager di agensi mereka.
Casilda hanya bergumam ‘iya’ dan ‘iya’ berkali-kali dengan kepala terkantuk-kantuk mendengar ocehan Arkan sebelum akhirnya tertidur bersandar di sisi jendela mobil.
Wanita itu tidak mendengar jelas apa yang diucapkan oleh suami aktornya, sudah tidak sanggup menahan berat pelupuk matanya yang menggoda. Belum lagi tubuhnya kembali remuk redam oleh perlakuan Arkan kepadanya yang sangat kasar dan brutal di ruang rapat sebelumnya.
“Bangun! Kita sudah sampai!” bentak Arkan keras, membangunkan Casilda yang masih saja tertidur di kursinya.
“Hei! Aku bilang bangun! Kita sudah sampai!” lanjutnya lagi, mengeryitkan kening kesal.
Namun, mau seperti apa pun Arkan berteriak kepadanya, Casilda tidak juga terbangun. Malah tidurnya semakin lelap saja. Bahkan, saat Arkan sudah mencubiti pipinya, wanita itu masih juga tidak membuka mata.
“Dasar babi! Tidur malah seperti mayat!” gerutu Arkan kesal, tapi saat mengatakan itu kuping pria ini memerah. Teringat hukuman untuk Casilda sebelumnya memang terbilang berlebihan darinya.
'Apakah aku terlalu menekannya sampai tulang-tulangnya mau patah?' batin pria ini bingung. Memikirkan berat badannya ketika menimpa dan menekan tubuh penuh lemak sang istri dengan penuh kekuatan saat memeluknya.
Karena Casilda tidak kunjung bangun juga, terpaksalah pria ini membopong sang istri dalam gendongan ala pengantin.
“Seharusnya kamu diet, Gendut!” gerutunya kesal, tapi tetap saja membawa sang wanita memasuki mansion.
Begitu Arkan menjejakkan kaki, peralatan syuting sudah terlihat pada beberapa tempat, seperti ditinggal begitu saja tanpa ada kepastian yang jelas.
Dari jauh, seorang pelayan melihat aksi Arkan yang tengah membawa Casilda menaiki tangga menuju lantai dua.
Pelayan yang mengintip diam-diam ini adalah salah satu pelayan yang dulu hadir di rumah sewa Casilda. Kedua keningnya naik begitu melihat ada benda yang jatuh dari saku Arkan, membuat sang pelayan jadi penasaran hebat.
“Itu apa, ya?” gumamnya kecil.
Saat Arkan telah berlalu naik ke lantai dua, pelayan ini bergegas menuju benda yang terjatuh itu.
Suara teriakan hampir saja keluar dari mulut begitu sadar apa yang berada dalam genggamannya.
“Astaga! Ini, kan, sobekan kain dari dalamannya Nyonya Casilda? Kenapa malah jadi tidak berbentuk begini?” gumamnya bingung, mengenali kain segitiga pribadi Casilda karena sang pelayan pernah melihat jemurannya yang terlihat agak mengenaskan sebagai istri yang punya suami selevel Arkan sang Top Star.
Wajah sang pelayan seketika merona hebat. Otak segera menyatukan pemandangan mesra tadi dan kain segitiga robek yang dipegangnya dalam satu kesimpulan besar.
“Ya, ampun... Tuan Arkan ternyata benar-benar sangat mencintai istrinya, ya? Aku pikir dia menikah dengannya karena dendam seperti di kisah-kisah n****+ dramatis,” kikiknya dalam bisikan geli, menutupi mulutnya menggunakan tangan satunya yang bebas.
Yang jadi masalah sekarang, bagaimana dia akan memberikan potongan kain itu kepada tuannya? Pasti akan sangat canggung, kan? Sudah pasti itu adalah benda berharga jika dikantongi olehnya.
“Sedang apa kamu di situ?”
Suara Arkan dari lantai dua mengejutkan sang pelayan, segera berbalik mendongak ke lantai dua dan menggeleng cepat ke arahnya. Kedua tangan berada di balik punggung, menyembunyikan potongan kain segitiga pribadi Casilda.
Arkan mengeryitkan kening dalam, memegang railing di depannya, lalu mengedikkan kepalanya sambil berkata cepat, “bawakan aku satu set pakaian Casilda dari kamarnya.”
“Ba-baik, tuan muda!” balasnya cepat, segera berlalu dari sana secepat kakinya melangkah.
Arkan mendecakkan lidah, berbalik kembali menuju kamar pribadinya.
Di dalam kamar itu, sudah tergeletak sang wanita di atas ranjang besar dan empuk. Dengan malas, Arkan membuka pakaiannya dalam mode ekspresi wajah ogah-ogahan, mata menatap lurus kepada gumpalan menggemaskan di atas tempat tidurnya.
Arkan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri seadanya, sebelum membalut dirinya dengan handuk kimono.
Kalau tidak segera menyiram tubuhnya dengan air dingin, takutnya dia bisa melakukan hal lain yang lebih parah kepada Casilda yang tengah tertidur kelelahan itu.
Suara ketukan di pintu terdengar, membuat sang aktor berteriak kencang, “tunggu sebentar!”
“Ini, tuan muda!”
“Apa tidak ada yang lain?” tanya Arkan, nada suara dan ekspresinya sangat tidak puas. Menatap sang pelayan dengan kening ditautkan.
“Maaf, tuan, hanya daster batik kusam ini saja yang tersisa di kamar Nyonya. Sepertinya beliau membawa pulang semuanya saat hendak bermalam ke rumah kedua orang tuanya hari Minggu lalu.”
Arkan memanas dalam hati, berpikir yang tidak-tidak dengan tingkah Casilda yang membawa semua pakaiannya pulang. Memangnya harus membawa semua pakaiannya pulang walau hanya bermalam 3 hari 3 malam?
Apa yang sedang direncanakan si Gendut itu di belakangnya selama ini? Mau kabur lagi?
“Ya, sudah. Kalau begitu, segera bawakan camilan dan minuman hangat.”
“Ma-maaf, Tuan Arkan. Apakah itu untuk Anda atau Nyonya?” tanyanya sungkan, mata takut bertemu dengan mata gelap nan menakutkan milik sang aktor.
Wajah kelam Arkan sangat jelas, menatapnya kesal.
“Apakah perintahku belum jelas?”
“Ka-kalau untuk Nyonya, apakah saya harus menyiapkannya menggunakan peralatan makan khusus seperti biasa? Ma-maksud saya, apakah saya harus menyiapkannya menggunakan bekas alat makan Tuan Luis? Atau yang normal saja? ”
Tuan Luis adalah kucing orange Arkan yang suka mengembara dan sangat licik. Alat makannya ada banyak, dan satu setnya sudah diberikan untuk Casilda selama ini.
Sang pelayan menundukkan kepalanya gugup, kedua tangan saling menjalin di depan tubuhnya.
Dia tidak begitu paham hubungan kedua orang itu selama ini, tapi sikap kejam Arkan memang tidak terbantahkan. Rumornya di antara para pelayan terhadap perlakuannya kepada Casilda, semakin menjadi-jadi. Namun, bukankah mereka sekarang adalah suami istri?
Pastinya, tuan muda mereka akan memperlakukan istrinya lebih baik, bukan?
***
Casilda terbangun 2 jam kemudian. Dengan kepala agak pusing dan badan bagaikan habis dilindas oleh truk, matanya masih bingung memproses apa yang ada di sekitarnya.
Sambil memijat keningnya sambil bergumam pelan bangkit dari tidurnya, “di mana ini?”
Baru saja kesadaran Casilda pulih dari rasa kantuknya, suara membentak Arkan membahana di udara lepas, membuat Casilda terperanjat kaget hingga mata membesar syok. Kesadarannya langsung terasa bagaikan satu juta watt!
“AKU TIDAK MAU!”
Itu adalah suara Arkan sang Top Star yang berasal dari balkon dengan pintu terbuka.
“Apa kamu gila, Renata? Aku sama sekali tidak tertarik kepada dunia tarik suara! Tidak peduli para penggemarku itu membuat petisi 1 juta suara!”
Casilda yang mencuri dengar hal itu, akhirnya paham kenapa sang suami terpaksa harus bernyanyi meski berlawanan dengan keinginannya.
Apa yang membuat pria itu kira-kira tidak mau bernyanyi, ya?
Suaranya benar-benar sangat indah dan jernih. Sangat jauh berbeda ketika dia marah-marah penuh tirani dan ancaman.
Kenapa dunia sangat tidak adil seperti ini?
Mengabaikan Arkan yang sibuk berdebat dengan manager Renata, Casilda baru tersadar kalau dia sekarang sudah berada di kamar sang suami.
Mungkin jika ada yang masuk ke kamar sang aktor, maka semuanya akan mengatakan hal itu adalah sebuah berkah dan keberuntungan sekali seumur hidup dengan wajah indah dan cerah berseri-seri. Tapi, bagi Casilda, kamar indah dan mewah Arkan sang Top Star adalah penjara baginya.
Arkan seolah tidak mau membiarkan dirinya keluar sejengkal pun dari kamarnya. Meskipun sudah punya kamar sendiri, pria itu tetap saja membawanya ke kamarnya. Bahkan setelah menikah pun, pria itu masih saja menyeretnya ke kamarnya. Dia pikir, setelah menikah sudah pasti akan pisah kamar. Sayangnya, tidak demikian.
Kalau tidak ingin mengawasinya seperti binatang peliharaan yang suka disiksa, untuk apa, bukan, dia membiarkannya berada di kamarnya terus?
Di dunia ini hanya ada 2 kemungkinan seorang pria menahan seorang wanita di kamarnya. Satu, karena dia terobsesi kepadanya. Dua, karena dia sangat membencinya sampai ingin menyiksa sang wanita tanpa ada yang bisa mengganggunya.
Tentu saja Casilda adalah nomor dua itu.
Kalau sang suami punya ruang bawah tanah, mungkin di sanalah dia berakhir.
“Apa kamu berani mengancamku seperti itu?”
Suara Arkan terdengar memasuki ruangan, membuat Casilda yang duduk lemah di kepala tempat tidur menatapnya dengan tatapan gelisah dan takut-takut, bibir digigit gelisah.
Dia ingin berbicara dengannya, tapi melihat situasi saat ini, sepertinya sangat tidak menguntungkan. Dia takut Arkan menyiksanya lagi seperti di ruang rapat sebelumnya. Pria itu menindih tubuhnya seperti akan mengeluarkan semua isi perutnya dalam sekali tekan.
Mata kedua orang itu tiba-tiba saling terkunci.
Arkan masih mendengar ocehan Renata yang entah apa di telepon, raut wajahnya tampak sangat kesal.
“Kamu tidak akan berani,” ancam Arkan, mendesis kesal kepada lawan bicaranya, sementara matanya menatap tajam dan dingin kepada wanita gendut di atas ranjang.
Casilda kontan menundukkan kepalanya takut, menghindari tatapannya.
Di telepon, Renata terus mengomporinya.
“Kamu tidak bisa menahannya, Arkan! Dia itu adalah perempuan yang merdeka! Kalau kamu bersikap tirani seperti itu, aku akan melaporkan tindakan perbudakanmu ke polisi dengan tuduhan kekejaman baru zaman modern!”
“Mau itu adalah perbudakanku atau bukan, itu urusanku! Wanita gendut itu adalah asisten pribadiku, aku yang akan mengurusnya!”
“Aku, kan, sudah bilang akan mengganti biaya pelanggaran pasal kontrak kalian! Berapa pun jumlahnya! Ada apa denganmu?”
“Apa niat tersembunyimu, Renata? Katakan!”
“Jangan marah seperti itu. Aku hanya kagum kepadanya saja. Saat tahu dia bisa membuatmu berubah pikiran di studio pemotretan itu, aku bisa langsung menilai kalau dia punya potensi untuk menjadi manager bintang yang bermasalah.”
Nadi di pelipis Arkan berdenyut hebat, menatap semakin dingin kepada Casilda.
“Apa maksudmu dengan bintang yang bermasalah?”
Renata tertawa di telepon. Tawanya sungguh menyebalkan, membuat hati sang aktor memanas lebih daripada sebelumnya.
“Maksudku adalah aktor seperti dirimu itu. Di agensi kita, bukankah ada banyak aktor dan artis yang suka bermasalah seperti dirimu? Dari semua aktor dan artis yang kami miliki, kamulah yang paling sulit untuk ditangani. Jadi, aku pikir kalau Casilda sudah sangat hebat menghadapimu sampai bisa berubah pikiran, mungkin bisa mengurus yang lainnya, bukan? Kalau kamu menolak menjadikannya sebagai managermu, mungkin dia bisa mencobanya sebagai manager dari aktor lain selama setahun. Kamu bisa melihat kinerjanya sebelum memutuskan untuk menjadikannya managermu. Bagaimana?”
“Apa? Kamu ingin memberikannya kepada bintang lain?”
Nada suara Arkan sangat marah.
“Ya. Kamu, kan, tidak mau menjadikannya managermu. Aku rasa, dia bisa menjadi manager untuk Julian.”
“Apa?! Julian?! Apa kamu tidak salah?!” geram Arkan, tangan kirinya mengepal kuat. Kegelapan di wajahnya semakin pekat.
Julian Ganomeda Galaxy adalah aktor nomor dua di agensi mereka yang hampir memiliki karir yang sangat bagus seperti Arkan sang Top Star. Jika saja Arkan tetap bersikukuh bertahan di dunia tarik suara, maka sudah pasti Julian akan sulit mengejarnya. Namun, Julian adalah tipe pekerja keras, dan menekuni hampir semua bidang di agensi mereka. Khususnya di bidang tarik suara yang memang menjadi minatnya.
Julian adalah seorang Superstar yang sangat bersinar di agensi mereka. Jika Arkan tidak mundur dari bidang itu, sudah pasti tidak akan bisa menempati posisi nomor satu dalam hal bernyanyi.
Arkan sangat benci kepada pria itu karena semula mereka cukup akrab. Julian adalah seorang trainee pendatang baru. Dianggapnya sangat punya banyak potensi dan begitu polos, tapi begitu namanya melejit dalam setahun, Julian seketika berubah sangat arogan dan hampir meniru semua hal yang dilakukan oleh Arkan untuk mencapai kesuksesaannya seperti sekarang ini. Pria itu bahkan bersikap dingin dan menjaga jarak dengan Arkan seolah mereka adalah musuh bebuyutan, dan menatap rendah sang aktor setiap kali berpapasan.
Bagaimana dia tidak membencinya?
“Tentukan pilihanmu sekarang, mau menjadikan Casilda sebagai managermu? Atau aku memberikannya kepada Julian?”
“KAMU GILA, RENATA! AKU TIDAK SUDI!” makinya kesal, lalu mematikan sambungan telepon begitu saja.
Kemarahan Arkan sudah tak bisa dibendung lagi, dan Casilda yang memeluk dirinya di kasur adalah satu-satunya tempat untuk melampiaskan amarahnya, belum lagi wanita itulah sumber kemarahannya sekarang!
Apa-apaan Renata? Casilda menjadi manager pria berengsek itu?!
Langkahi dulu mayatnya!
“Ka-kamu mau apa?! Arkan! Jangan mendekat! Aku masih lelah!” keluh Casilda dengan wajah muram tak berdaya.
Sang aktor kini mengurungnya yang sudah baring di atas kasur, wajah bengis gelapnya terlihat sangat menakutkan, mata dinginnya bercahaya kejam.
“BUKA SELIMUTNYA!” titahnya murka, suara menggeram tinggi.
Wajah Casilda memucat kelam, terpaksa menurutinya ketika merasakan kemarahan tak biasa dari sang suami.
Arkan segera menekuk kedua kaki Casilda dan dibukanya lebar-lebar, kepala sang aktor langsung tenggelam begitu saja di bawah sana.
Casilda memejamkan matanya sekuat mungkin, meringis menahan hukuman barunya. Kedua tangannya meremas erat seprai di kedua sisi tubuhnya.