Bab 128 Menjadikannya Lelucon

1129 Words
Casilda tidak menyangka kalau hari di mana dia akan mengantarkan pesanan ke sebuah perusahaan besar, malah akan bertemu suami aktornya yang menyebalkan! Wanita gendut dengan pipi bakpao itu kini sudah duduk di dalam mobil sang aktor yang sangat mewah dan khas untuk seorang selebriti. “Hadap sini! Apa kamu tidak tahu cara untuk berbicara dengan orang lain?” bentak Arkan kesal. ‘Hadap sini?! Apa kamu tidak tahu cara untuk berbicara dengan orang lain?! Dia sendiri bagaimana memangnya selama ini? Dasar egois!’ maki Casilda dalam hati, mengulang kata-kata Arkan dengan nada mengejek, bersedekap menghindari tatapan galak suaminya. Yang Casilda tidak mengerti, kenapa dia harus ikut dengannya sekarang? Kasihan sekali Cindy yang harus dilimpahi semua tanggung jawab dengan modal suap selfie bersama muka playboy di sebelahnya. Untung saja Cindy tahu bagaimana mengendarai mobil, kalau tidak sudah pasti akan membuatnya menangis ditinggal paksa olehnya. Selain itu.... Casilda melirik ke arah pengemudi. Di depan sana, sudah ada seorang pria muda yang sedang fokus menyetir dengan wajah pucatnya. Sepertinya dia sangat takut dengan Arkan. “Aku bilang hadap sini!” bentak Arkan tidak sabaran, menarik tangan Casilda karena dirasanya sudah melawan keterlaluan. Harga dirinya sebagai seorang pria dan suami bagaikan diinjak-injak olehnya! Saat Casilda sudah ditarik untuk saling hadap, sang istri mendatarkan mata malas, berbisik tepat di wajahnya, “hei... kamu mau hubungan kita ketahuan oleh anak itu? Kalau marah, seharusnya lihat keadaan di sekitar juga, kan? Kalau sampai managermu tahu seorang aktor topnya menikah diam-diam, apa kamu sanggup membayar denda dan menerima risikonya?” Arkan mengerutkan kening marah. Sejak tadi, Casilda terus mengancamnya dengan pernikahan mereka. Dia pikir dirinya takut? Melihat Arkan mendengus geli, Casilda langsung tertegun kaget, punya firasat tidak enak. Dengan kasarnya, cengkeraman di lengannya dilepas oleh Arkan. “Hei, Garvin. Aku dan wanita gendut ini sudah menikah. Kamu percaya?” tanya Arkan santai, menjulurkan satu kakinya dengan sangat sombong dan angkuh ke depan untuk menoel sebelah sisi tubuh sang pengemudi. Pria muda bernama Garvin itu kontan saja terbahak spontan, seolah-olah apa yang dikatakan oleh Arkan benar-benar tidak masuk akal. Raut wajahnya yang semula tegang, tiba-tiba merileks dan sangat cerah. Ratu Casilda Wijaya membeku dingin menatap reaksi Garvin, memuram pucat dengan hawa sesak tidak enak menusuk hatinya. Sepertinya, pernikahannya dengan Arkan adalah lelucon yang sangat bagus, itu sampai-sampai membuat seseorang bisa dengan mudahnya mengubah suasana hati yang sedang terpuruk. 'Tapi, apa-apaan sikap kurang ajar mereka itu?' batin Casilda, merujuk kepada dua pria yang kini terbahak kencang meledeknya. “Memang dia itu siapanya Kak Arkan?” tanya Garvin dengan sedikit memberanikan diri, melirik ke kaca spion sekilas. Dengan santainya sambil bersedekap angkuh, Arkan mendengus geli, “dia adalah asisten baruku, tapi imajinasinya sangat tinggi. Biasa, anak baru yang berpikiran sederhana dan lugu.” Arkan melirik Casilda sebentar, tersenyum mengejek yang membuat Casilda syok. “Katanya, dia rela tidak digaji asalkan bisa menjadi istri rahasiaku. Apa itu masuk akal?” Garvin terbahak kencang. Saking kencangnya tawa pria itu, wajahnya memerah luar biasa dan air mata tawanya keluar. “Kakak berbaju merah, siapa pun nama kakak, Kak Arkan sudah punya tunangan super cantik. Seluruh wanita di negeri ini punya mimpi yang sama dengan kakak. Jadi, tidak perlu malu juga, sih, berharap demikian. Tapi, sebaiknya kakak tahu diri saja. Kalau ingin bekerja di dunia hiburan seperti ini, tidak bisa berkhayal yang seperti itu. Seperti menikah dengan selebriti kesukaan, atau pun dilirik oleh mereka. Itu sangat tidak mungkin. Soalnya level mereka sudah pasti setara, atau malah mereka pasti cari yang lebih tinggi lagi. Kalau orang biasa seperti kita ini, apalagi tahu beberapa sifat buruk mereka, mana bisa menjadi pasangan mereka.” “Heh! Apa maksudmu dengan beberapa sifat buruk mereka, hah?!” bentak Arkan kesal, menyikut bahu Garvin dengan ujung sepatu miliknya. Ratu Casilda Wijaya hanya terdiam membisu. Benar. Sekalipun dia mengamuk dan mengaku sebagai istri sah dari Arkan sang Top Star, tidak akan ada yang percaya hal konyol itu. Belum lagi semua bukti pernikahan rahasia mereka berdua disimpan oleh Arkan sendiri. Membuat Casilda tidak punya peluang untuk membuktikan apa pun ke publik. Dia menahan semuanya agar dirinya tidak membuat masalah, dan tentu saja karena sang suami tidak mempercayainya dengan hal penting itu. Meskipun ada orang yang bersedia menjadi saksi pernikahan mereka berdua di depan umum, tetap saja tidak akan kuat untuk membuat semua orang percaya. Mereka pasti dituduh hanya memfitnah dan bekerja sama untuk menjatuhkan Arkan. Ujung-ujungnya, tanpa bukti valid, dia hanya akan dicap sebagai seorang pembohong, tukang cari perhatian, atau mungkin si gendut menyedihkan yang imajinasinya kelewat tinggi seperti ledekan pria di depannya tadi. Kedua pria itu terus tertawa, sementara Casilda duduk tenggelam di kursinya dengan wajah mendingin beku. Tampak tidak peduli lagi dengan ucapan mereka seperti apa pun itu. Niatnya hanya ingin hidupnya tenang gara-gara pernikahan dadakannya dari sikap Arkan yang semborono, tapi malah dihina seperti ini. Apakah dia salah ingin melindungi mereka berdua dari publik? Menyadari Casilda diam saja dan tampak tidak melawan, Arkan berhenti tertawa dan meliriknya diam-diam. “Kenapa? Masih mau buat lelucon seperti tadi?” sindir Arkan, dengan sengaja ingin memicu perdebatan lain dengannya. Yang dimaksudnya adalah ancaman kecil sang istri. Casilda yang tengah menatap pemandangan luar, mengerutkan kening jengkel. Dia menoleh ke arahnya, berkata cepat dan malas, “baiklah. Saya menyerah, Tuan Arkan. Saya sangat tahu diri. Kita memang tidak mungkin ada kisah cinta satu sama lain. Saya terlalu berkhayal ketinggian. Mungkin memang sudah saatnya saya mencari pacar dari kalangan biasa saja. Muka biasa dan pekerja keras, setidaknya bisa mencintai saya dengan tulus apa adanya. Terima kasih sudah mengingatkan saya! Tidak berani lagi berpikir yang aneh-aneh saat bekerja. Wanita gendut dan jelek seperti saya memang tidak pantas bersama pria tampan dan terkenal seperti Anda. Maaf sudah begitu bodoh dan kurang ajar!” Casilda langsung membungkukkan badan dengan sangat rendah diri di depan Arkan, lalu kembali diam menatap pemandangan di luar jendela. Padahal, dia bukanlah pihak yang salah, kenapa harus meminta maaf? Casilda benar-benar kesal, tapi sangat malas meladeninya sekarang. Dia juga tahu kalau sindiran Arkan tadi bertujuan bukan hanya untuk menghinanya, tapi juga agar dirinya bisa tahu diri posisinya dengan baik. Sudah jelas mereka berdua tidak akan mungkin terlibat cinta yang romantis dan panas, tapi malah dia dengan angkuhnya menuduhnya kalau dirinya tengah berharap cintanya. Sekalipun sebenarnya, di hati Casilda ada perasaan rumit yang menyertainya, tapi dia tahu kalau menanam harapan kepada Arkan, sama saja investasi bodong. Yang ada malah akan dapat sakit hati seperti di masa lalu. Helaan napas Casilda terdengar berah, membuat wajah sang suami merumit melihat reaksi pasrah Casilda. Selama perjalanan itu keduanya diam satu sama lain. “Cepat! Arahkan lampunya dengan baik!” teriak seorang pria di sebuah studio pemotretan. Ratu Casilda Wijaya tidak tahu harus apa di tempat yang asing itu, berdiri dengan wajah bodoh dan lugunya menatap kesibukan orang lalu lalang di depannya. Untuk apa dia datang ke tempat ini, sih?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD