Malam hari. Casilda tidak mengerti dengan sikap Arkan terhadapnya.
Usai bersikap kasar dan gila, pria itu memerintahkan beberapa pelayan untuk mengurusnya dengan baik, memberinya pakaian baru karena pakaiannya basah dengan aksi yang disebutnya memberi minum babi menyedihkan demi investasi jangka panjangnya.
Pria itu pun meninggalkannya tanpa penjelasan usai memberi perintah seperti itu, dan membuatnya makan sendirian di ruang makan megah dengan meja yang sangat panjang dan terlihat mahal.
Casilda seperti bisa mendengar suara jangkrik imajinasi di ruangan luas tersebut.
Hening.
Sangat hening.
Usai sholat magrib, Casilda duduk sendirian di meja makan seperti tengah berada di sebuah rumah hantu untuk uji nyali.
Tidak tahu harus bersikap apa.
Di rumah super besar dan luas ini, meski ada banyak pelayan yang sudah dilihatnya, tapi sekarang malah kosong melompong.
Ke mana perginya mereka semua?
Apa memang begini, ya, aturan rumah orang kaya?
Rasanya dulu kehidupan kaya keluarganya tidak begitu, deh.
Atau pria itu saja yang aneh?
Sang pelayan yang mengantarkan makanan terakhir kepadanya yang kini sudah terhampar di atas meja makan bagaikan sebuah menu pesta yang gila untuk 1 orang, berkata bahwa dia tidak perlu melakukan apa pun jika telah selesai makan, karena akan ada yang membersihkan semuanya.
Dia, Casilda, hanya perlu menunggu Tuan Arkan pulang usai menyelesaikan urusannya.
“Kenapa aku harus ditahan di tempat ini, sih? Aku memang sudah tanda tangan kontrak dan mendapat uang darinya, tapi kalau dia bersikap seperti ini, dia pikir dia itu siapa?” gerundel Casilda mencabik sate di tusukan bambunya, seolah mencabik daging Arkan sang Top Star.
‘Dia siapa? Dia adalah sumber uangmu, Casilda! ATM berjalanmu! Tuan rentenirmu yang bisa menyelamatkan adikmu! Dasar t***l!’
Sebuah suara hati nurani bergema di dalam kepala wanita ini, spontan membuat matanya mendatar kesal, lantas makin ganaslah dia melahap semua makanan di atas meja itu.
Hidangan yang disiapkan oleh para pelayan tidak main-main. Semuanya terasa seperti hidangan hotel bintang 5!
Yah... karena dulu dia juga mantan orang kaya. Jadi sedikit bisa membedakan mana makanan enak kelas atas, mana yang tidak.
Dia sudah dipermalukan, dihina, dan diperlakukan menjijikkan, lalu mendapat pelecehan seksual, menghabiskan semua makanan ini, bahkan jika beserta mejanya sekalian, tidak akan sebanding, bukan?
Makan dengan mata berkaca-kaca penuh haru dengan rasa masakan yang super lezat itu, membuat Casilda tak bisa menahan diri. Dia makan bagaikan ratu rakus yang kerjanya hanya bisa makan dan makan sampai tunggu perutnya meledak!
Bodoh amat!
Dia juga sudah dianggap babi oleh pria itu!
Sekalian saja dia perlihatkan apa itu babi sebenarnya! Grrrrr!!!!
Sementara Casilda sibuk makan dengan berusaha bersikap rakus, di tempat lain, di sebuah restauran hotel paling terkenal.
“Bagaimana? Apa kamu setuju dengan tawaran itu?”
Lisa menatap penuh pujaan tunangannya yang sibuk makan dengan sangat anggun. Wanita ini mati-matian menahan diri untuk tidak mendesah dan menjerit girang melihat betapa tampan pria di depannya dalam balutan setelan jas biru tua metaliknya yang glamour.
Malam ini, Lisa memang sudah merencanakan malam romantis tersebut bersama sang pria sambil membahas tawaran pemotretan sebuah perusahaan jam merk ternama dunia, tapi dalam konsep itu haruslah bertema pasangan, dan Lisa, tidak mau jika bukan bersama pria di depannya sekarang.
Arkan tidak menjawab begitu saja, dengan anggun memotong daging steaknya, lalu mengunyahnya pelan.
Sebenarnya, pikiran sang aktor berada di tempat lain, meski pembawaannya terlihat dingin dan berkelas. Pembawaan yang membuat para tamu lainnya di sana hampir tak berkedip, termasuk para tamu prianya. Kagum dan segan.
Lisa, sang tunangan sadar akan hal ini, dalam hati merasa sangat bangga.
Apa babi itu sudah makan? Kalau dia kabur, awas saja kamu! Aku akan menghukummu lebih berat daripada pesta topeng itu, Ratu 'Casilda Wijaya!' batin Arkan dengan suara hati geram, tapi di sisi luar sangat tenang dan dewasa, begitu dingin dan gentleman.
Ingatannya balik lagi saat Casilda mati-matian mencoba meninggalkan mansionnya hanya demi pekerjaan bodohnya sementara dia punya hutang 500 juta kepadanya. Tidak! Lebih dari itu!
Wanita sialan! Tidak tahu diuntung!
Garpu diletakkan super keras penuh emosi ke permukaan piring hingga membuat orang-orang yang mendengarnya kaget, gigi digertakkan kuat-kuat penuh amarah.
Reaksi tiba-tiba itu membuat wanita berdres merah indah dan elegan di depannya kaget bercampur malu, kedua bahu dinaikkan syok.
“Ada apa, Arkan? Kamu... tidak suka konsep pemotretan pasangan mereka? Aku tahu, kamu tidak suka konsep magis atau fantasy, tapi mereka bekerja sama dengan sebuah studio film yang terkenal di Amerika,” jelas Lisa dengan wajah gelisah, berusaha tersenyum tulus dipaksakan.
Arkan baru menyadari perbuatannya, memejamkan mata gelisah dan kembali tenang.
“Baiklah. Aku terima tawaran itu. Beritahukan saja ke pihak manajemenku. Biarkan mereka yang urus.”
Lisa yang baru saja melihat tingkah aneh Arkan, langsung teralihkan dengan sangat gembira begitu mendengar kalimat setuju keluar dari bibir pria tampan di depannya ini.
Sudut bibir Arkan tertarik dingin. Senyum yang sangat palsu, tapi alami, lalu menyuruh Lisa segera menghabiskan makanannya untuk segera melanjutkan acara kencan mereka berdua ke tempat lain.
“Bagaimana kalau kita ke rumahmu saja? Aku sudah lama tidak menonton berdua denganmu sejak sibuk awal tahun,” saran Lisa dengan pembawaan manja yang dewasa, menatap Arkan yang siap-siap menyalakan mesin mobil ketika sudah berada di parkiran bawah tanah hotel tersebut.
Mata Arkan melirik dingin sesaat ke arahnya, dijawab tenang dan datar, “aku tidak ada minat untuk menonton sekarang. Jika kita pulang sekarang, maka aku akan lebih memilih untuk tidur saja.”
Lisa menelan saliva kuat-kuat. Sangat gugup dan takut!
Apa pria ini marah karena memaksanya kencan hari ini? Tapi, dia, kan, tidak sibuk?
Dia bahkan baru menawarinya sebuah kontrak baru, atau ini hanya perasaannya saja?
“Ba-baiklah. Kalau begitu kita ke mana sebaiknya? Kamu saja yang sarankan.”
Arkan tidak menjawabnya, mesin mobil dinyalakan begitu saja dan langsung meninggalkan tempat tersebut.
Lisa menyadari pikiran Arkan sedang berada di tempat lain.
Apa yang membuatnya seperti itu?
“Em, aku dengar, kemarin kamu menyelanggarakan pesta topeng di mansionmu. Kenapa tidak memanggilku?”
Lisa mencoba basa-basi sederhana.
Mobil tiba-tiba berhenti bergerak, belum sampai di pintu pagar hotel.
Sang penumpang kaget bukan main. Kepalanya hampir menabrak dashboard mobil!
“A-Arkan?”
“Kamu memata-mataiku?” sinis Arkan, mata langsung menyipit dingin.
Itu adalah pesta rahasia. Hanya kalangan tertentu saja yang tahu.
Bagaimana bisa dia tahu hal itu?
Dalam hati, Arkan mulai panas seperti lava mendidih.
Lisa tertegun kaget, salah tingkah seperti pencuri yang ketahuan sedang mengutil di toko.
“A-Arkan... itu....”
“Aku tidak menyangka kamu seperti ini, Lisa,” liriknya dengan mata sedingin es.
“I-itu hanya percakapan biasa saja. Ke-kebetulan aku mendengarnya dari para pelayan,” bohongnya cepat, tersenyum kaku.
Namun, Arkan terus menatapnya dingin penuh amarah tertahan.
Kedua bahu Lisa langsung melorot lemas.
“Maaf... tidak akan aku ulangi lagi.”
“Sebaiknya benar begitu. Kamu tahu kalau aku setuju dengan perjodohan ini karena aku tidak ingin repot, kan?”
Lisa menunduk sedih.
Dia adalah wanita yang sangat dipuja oleh banyak orang, berkuasa, dan dimanja oleh keluarganya. Tapi, jika berhadapan dengan pria playboy di sebelahnya, dirinya bagaikan ikan yang diambil tulangnya. Setiap kali ingin melawan, dia harus mengumpulkan tenaga dulu, berusaha menjaga kendali dirinya agar tidak membuat pria itu melihat sisi jelek atau menyebalkannya.
“Baiklah. Jangan marah lagi, ya?” bujuk Lisa lembut, meraih sebelah lengannya dengan kedua tangan, mencoba meredakan amarahnya yang membuat hatinya gemetar.
Lisa belum mendengar apa yang terjadi sepenuhnya di pesta topeng itu, tapi dia dengar Arkan sedang menghukum seseorang.
Entah apa maksudnya, tapi pelayan yang menjadi mata-matanya enggan menjelaskan lebih detail kepadanya, takut menjadi sasaran berikutnya.
Lisa sebenarnya tidak menyangka Arkan sekejam itu. Sayangnya, dia sudah terlanjur cinta kepadanya, dan rela melakukan apa pun untuk berada di sisinya.
Menyedihkan memang, padahal dia adalah model kelas atas yang sangat disanjung satu negeri, tapi malah mengemis cinta kepada pria playboy itu.
“Aku akan mengantarmu pulang saja. Moodku jadi rusak, sudah tidak minat,” komentar Arkan dingin dan datar, dan menginjak gas dengan kecepatan tinggi, membuat tubuh Lisa terbentur di kursinya.
Dengan wajah cemas, Lisa meliriknya dengan penuh rasa bersalah, kepala hanya bisa ditundukkan pelan.
***
Begitu sampai di mansion, darah Arkan langsung bergolak keras, tersenyum miring dengan sangat jahat. Seketika tubuhnya dipenuhi oleh energi tak terbatas.
Pikirannya langsung tertuju pada mainan barunya yang menarik.
“Ke mana dia?”
“Nona Casilda sedang istirahat di kamarnya, tuan muda,” jawab sang pelayan yang membukakan pintu, menunduk sopan sembari menerima jas yang dilepas sang majikan.
Tangan kanan pria ini melambai di udara, menyuruhnya pergi. Sebelum pergi, dia berbalik dan bertanya dengan sebelah kening terangkat penasaran, “apa dia makan dengan baik?”
“Iya, tuan muda. Semua hidangannya dihabiskan seperti perkiraan Anda.”
Arkan mendengus penuh hina, memberi gerakan lain agar pelayan itu segera pergi dari hadapannya.
Cepat-cepat langkah kakinya menuju anak tangga dengan sedikit melompat-lompat menaikinya, persis kelakuan anak kecil, membuka kancing kemeja putihnya dengan senyum miring di wajah tampannya.
'Baiklah, mari kita lihat sudah segemuk apa babi itu makan dengan porsi gila-gilaan,' batin Arkan dengan perasaan jijik dan geli.
Walaupun memasang wajah meremehkan, tapi ada kesenangan bermain di wajahnya.
***
Pintu kamar dibuka dengan sangat kasar. Arkan membuka dasinya secara serampangan, mata melirik dengan liarnya ke seluruh sudut kamar, mencari-cari sosok wanita yang membuat darahnya berdesir oleh rasa antusias yang aneh.
Wajah yang tersenyum menyeringai itu, menaikkan alisnya sebelah ketika mendengar suara dengkuran keras yang berasal dari atas kasur.
Begitu melihat sumber suara itu, pria ini melempar dasinya sembarangan ke lantai, bersedekap dengan wajah tidak enak dipandang ke arah sang wanita.
Casilda sedang tidur memunggunginya dalam keadaan mendengkur hebat.
“Memang, ya, babi seperti ini kelakuannya,” sinisnya dengan wajah jahat mendengus penuh hina.
Arkan berjalan mengitari tempat tidur, dan dengan satu kaki langsung menendang tubuh Casilda untuk terlentang menghadap langit-langit.
“Bangun! Dasar pemalas!” makinya dengan gerungan kasar, kening bertubrukan.
Casilda yang kekenyangan sampai tidak sadar tertidur saat membaca majalah menunggu pria itu pulang, akhirnya membuka mata dengan mulut penuh iler.
Samar-samar, di mata minusnya, dia melihat sosok tampan dan berkuasa dengan tubuh tegapnya berdiri menghadap ke arahnya.
“Si... apa?” serak Casilda pelan, masih belum sadar.
Arkan kembali menendang tubuh Casilda dengan hati berpilin, meneriakinya dengan penuh emosi, “aku tidak setuju memberimu pinjaman hanya untuk malas-malasan begini! Bangun!”
Casilda yang merasakan tendangan di kakinya untuk kedua kali, spontan hatinya berjengit kaget, bangun dengan wajah kacau.
“A-arkan?” ucapnya terbata panik, menggosok mata dengan pembawaan menggemaskan dengan tubuh gemuknya.
Ini membuat hati Arkan menjadi rumit dan tidak nyaman.
“Demammu? Bagaimana? Sudah turun, kan? Sudah minum obat?”
Casilda mengangguk pelan, tidak menjawab.
Mungkin dia jatuh tidur gara-gara habis minum obat juga beberapa saat lalu.
.................................
NOTE:
KARENA BAB 69 HILANG SECARA MISTERIUS, MAKA MULAI BAB INI, ISI BAB AKAN MULAI DIGESER SAMPAI BAB 177.
ISI BAB 70-177 MUNGKIN AKAN ACAK-ACAKAN MULAI 9 JULI 2023 SAMPAI BEBERAPA HARI KE DEPAN.