Debar Asmara
Banyak sekali pepohonan yang telah usang. Rumput rumput melayu dan menghitam seperti sudah terbakar. Sepertinya daerah ini belum terjamah oleh warga negeri Zdellaghoztte. Memang negeri ini sedang membangun kembali ke indahannya. Sungguh sangat di sayangkan. Mungkin saja dulu tempat ini di penuhi pepohonan yang sangat rindang. Padang rumput hijau yang sangat luas. Tapi sekarang daerah ini seperti kota mati. Terlihat sangat menyeramkan. Membuat orang yang melewati daerah ini merinding. Sungguh sangat menyeramkan sekali.
"Kamu ngapain arahkan Pholeptho ke daerah serem kaya gini sih. Kan jadi takut," protes Nada saat melihat sekitarnya. Benar benar tidak ada tanda kehidupan. Ia tidak melihat manusia satupun di sana. Jangankan manusia. Hewanpun enggan sepertinya singgah ke daerah ini. Mana mungkin di daerah menyeramkan seperti ini ada sebuah permata biru. Itu mustahil. Permata itu kan indah. Tidak mungkin ada di tempat kotor seperti ini.
"Kamu takut?" tanya pangeran Gustavo. Nada mengangguk sambil memegang erat pinggang pangeran Gustavo dari belakang. Baru kali ini seumur hidup Nada melihat pemandangan kehancuran seperti ini.
"Masih ada dada aku kok yang bisa kamu peluk saat kamu ketakutan," gombal pangeran Gustavo. Hal itu membuat pipi Nada merah merona. Ia malu di berikan gombalan seperti itu. Entah kenapa akhir akhir ini pangeran Gustavo selalu gombal pada Nada. Hal itu membuat Nada salah tingkah. Membuat hati Nada menciptakan perasaan aneh yang Nada belum pernah rasakan sebelumnya.
"Kamu tuh aneh aneh saja. Mana ada di tempat menyeramkan seperti ini, sebuah permata. Yang ada mungkin penyihir lagi. Yuk kita cari di tempat lain saja," Nada bergidik takut. Ia ingin segera pergi dari tempat menyeramkan ini.
"Sebentar Nada. Aku masih penasaran dengan daerah ini. Kalau ada penyihir lagi. Kamu tenang saja. Ingat kamu harus sembunyi dan tutup telingamu," ujarnya sambil turun dari kudanya.
"Ayolah Gustavo. Kamu lebih penasaran dengan daerah ini dari pada menemukan benda pusaka yang selama ini kamu cari? Sungguh tak masuk akal," Nada merajuk.
"Haha.. Besok besok juga bisa kita cari permata itu. Aku jadi tergugah untuk membantu kerajaan Zdellaghoztte. Untuk bisa mematahkan mantra kutukan dari penyihir Grozu," ucapnya bersemangat.
"Jangan ngekhayal deh Gustavo. Kamu itu hanya seorang pangeran. Kamu hanya manusia biasa yang engga punya kekuatan apa apa. Palagi katanya penyihir Grozu itu bangkit dari lembah kematian. Duh serem," Nada kali ini benar benar takut.
"Katanya kamu engga percaya dengan cerita seperti itu. Kenapa kamu mendadak percaya sekarang?"
"Aku benar benar takut Gustavo," tubuh Nada mulai begetar. Ia benar benar sangat ketakutan. Tanpa basa basi pangeran Gustavo langsung menarik tangan Nada. Hampir saja ia jatuh dari kuda Pholeptho. Tapi dengan sigap pangeran Gustavo meraihnya.
Kini posisi mereka sedang berpelukan. Ada debar debar asmara yang di rasakan oleh pangeran Gustavo. Tidak hanya pangeran Gustavo yang merasakan. Nada juga mulai merasakan perasaan aneh menyelusup kerelung hatinya. Mereka berdua saling bertatap mata. Membuat pikiran masing masing melambung tinggi. Apakah ia pantas jatuh cinta pada seorang pangeran? Nada selalu ingat kalau dia ini hanya gadis miskin yang beruntung. Beruntung karena masih bisa hidup meski di sebuah panti asuhan kecil milik bunda Rahma.
Apakah kamu pangeran itu? Pangeran berkuda putih impian aku? Tapi kenapa aku masih saja merasa malu dan tidak percaya diri. Kita bagai langit dan bumi. Kamu langit yang begitu mempesona dengan sejuta keindahan. Sementara aku bumi yang serba sederhana dengan kemiskinannya. Pangeran apakah debar asmara ini cinta? Apakah kau merasakannya juga? Gumam Nada dalam hatinya.
Mimpi Nada yang ingin mempunyai kekasih seorang pangeran itu. Terlalu tinggi nampaknya. Itu sebetulnya pengaruh dari bunda Rahma juga sih. Dulu waktu Nada masih kecil. Ia selalu di bacakan dongeng sebelum tidur oleh bunda Rahma. Dongeng tentang pangeran berkuda putih, yang jatuh cinta pada upik abu. Itu hanyalah dongeng. Tak mungkin menjadi nyata.
Apa ini? Debar asmara ini membuat jantungku berdetak tidak menentu. Ya, aku tau ini cinta. Ini tak boleh terjadi karena aku seorang anak dewa langit. Ini cinta terlarang. Tapi aku juga tidak mau sampai melewatkan semua ini. Ini semua terasa indah. Aku tidak tau apa yang akan terjadi nanti. Yang jelas ia tidak mau menyanggah cinta ini. Biarkan waktu yang akan menjawab semua ini. Semoga Nada punya perasaan yang sama seperti aku, ucapnya dalam hati.
Cukup lama mereka saling bertatap. Wajahnya hanya berjarak beberapa senti saja. Pangeran Gustavo semakin mendekat. Mendekat. Namun saat ia akan menyentuh bibir Nada dengan bibirnya. Nada langsung membuang muka.
"Hentikan Gustavo. Tidak seharusnya kita seperti ini," ucap Nada.
"Katanya kamu takut. Makannya aku memelukmu,"
Nada mulai melepaskan pelukannya dari pangeran Gustavo. Ia tidak mau hal ini berlanjut lebih dalam. Ia cukup tau diri kok.
"Ya sudah. Kamu naik Pholeptho lagi. Kita pergi dari sini. Kamu benar. Bisa bisa nanti akan ada penyihir yang menguntit kita lagi. Beruntung kalau penyihirnya bodoh seperti kemarin. Kalau penyihirnya kekuatannya selevel dengan penyihir Grozu. Bisa mati kita," pangeran Gustavo mengalihkan pembicaraan. Ia sebenarnya malu sudah lancang mau mencuri ciuam dari Nada. Habisnya Nada menggoda sih.
Nada kembali merindiring. Ia langsung nuruti perintah pangeran Gustavo. Nada langsung naik ke kuda putih milik pangeran Gustavo. Gustavo pun ikut naik, namun kali ini ia duduk di posisi belakang Nada.
"Loh kenapa kamu duduk di situ? Bukannya harusnya kamu di depan?" protes Nada.
"Aku takut kamu di culik penyihir kalau dari belakang. Kalo kamu di depan aku. Aku kan bisa jagain kamu," pangeran Gustavo mulai pintar beralibi.
"Alesan aja!" ujar Nada ketus.
Tak lama susana menjadi hening. "Hihi hihi hihi," suara nenek nenek itu muncul lagi. Apakah itu penyihir lagi? Tubuh Nada mulai bergemetar hebat. Kenapa sih akhir akhir ini Nada selalu di pertemukan dengan penyihir. Apa ini karma? Karena Nada tidak percaya dengan hal hal mistis atau berbau dongeng seperti ini. Duh kayanya iya deh karma.
"Sudah ku bilang kan. Itu pasti penyihir lagi. Kamu jangan takut ada aku di sini,"
Nada malah memejamkan matanya. Kemudian... “Nyanyian Putri, pengabul mimpi. Pembawa senyum, penghapus sedih. Penyembuh luka.. Penghilang sakit.. Bernyanyi-nyanyi di atas langit.. Bersama bintang, keajaiban datang.. Penyembuh luka.. Penghilang sakit.. Duka pun hilang.. Bahagia datang..” Nada mulai bersenandung untuk mengurangi rasa takutnya.
Pangeran Gustavo seakan tersihir oleh nyanyian Nada. Entah kenapa Nada malah melemas. Dan pingsan. "Waduh gimana nih? Kok dia malah pingsan," Gustavo mulai panik. Mungkin Nada pingsan akibat ketakutan. Tapi seketika suara tertawa penyihir hilang tidak terdengar lagi. Bodohnya, pangeran malah membawa Nada ketempat ini. Ia menyesal karena rasa penasarannya pada daerah ini. Itu membuat Nada ketakutan sampai pingsan seperti ini. Ya sudah. Ini saatnya pangeran Gustavo menggunakan kekuatan langitnya. Untuk mempersingkat waktu dan tenaga. Ia akan menghilang dan muncul lagi di depan kastil kerajaan Zdellaghoztte.
********
Nada mulai sadar dari pingsannya. Ia melihat ke segala arah. Seakan de javu baginya. Rasanya kejadian ini baru saja terjadi kemarin. Cuma bedanya kemarin Nada tertidur lelap. Hari ini ia pingsan karena takut mendengarkan tertawa penyihir itu. Apakah Gustavo kembali berkelahi dengan penyihir itu? Apakah ia baik baik saja? Tanpa ragu ia langsung membangunkan Gustavo yang berada di sampingnya.
"Bangun Gustavo! Bangun! Apakah kamu terluka?" tanyanya sedikit panik.
Pangeran Gustavo membuka mulutnya selebar goa. Ia menguap sekaligus ngulet.
"Aku engga apa-apa kok. Aku baik baik saja," jawabnya sedikit malas.
"Kamu berkelahi lagi sama penyihir itu?"
"Engga. Mereka malu melihat ketampanan aku," pangeran Gustavo mulai merancu.
Nada mencubit pinggang pangeran Gustavo. "Aaaawwww sakit tau!" pekik pangeran Gustavo.
"Di ajak ngomong serius malah bercanda. Aku serius nanya, apa kamu berkelahi lagi dengan penyihir itu?" tanya Nada dongkol.
Pangeran Gustavo menggeleng. "Engga, begitu kamu pingsan. Aku langsung memacu cepat Pholeptho ke sini. Untungnya penyihir itu tidak mengikuti kita," ujar pangeran Gustavo. Ia mulai keasikan mencari alibi untuk berbohong.
"Syukurlah. Lain kali engga usah bawa aku ke tempat seperti itu lagi. Aku benar benar takut. Nanti nanti bukannya pingsan aku. Mungkin bakalan mati ketakutan," rempet Nada.
Pangeran Gustavo membelai lembut rambut Nada. "Tenang. Selama ada aku. Aku engga akan biarin kamu terluka. Bahkan aku rela terluka demi kamu, meski harus nyawa taruhannya," gombal Gustavo.
Mereka kembali saling bertatapan. Hati Nada menghangat mendengar gombalan pangeran Gustavo. Sebegitu perdulinya pangeran Gustavo pada dirinya. Sampai ia rela mengorbankan nyawanya demi seorang Nada. Gadis desa Moregestte yang tinggal di panti asuhan Hana Hikari. Perasaan itu terus menyelusup ke hatinya. Debar asmara yang Nada rasakan benar benar semakin kuat.
"Ya sudah. Besok kita libur saja. Aku lihat kamu masih Shock. Nanti lusa baru kita melakukan pencarian lagi," ujar pangeran Gustavo. Berat sih sebenarnya sehari tidak bertemu dengan Nada. Pangeran Gustavo pasti akan merindukan Nada. Tapi tak apa, ini demi Nada. Ia butuh istirahat setelah menemani ratu Niyya. Mengobati pangeran Zhellograf. Dan mencari benda pusaka bersama pangeran Gustavo.
"Tapi.."
"Sudah turuti saja perkataanku. Kamu juga perlu istirahat kan? Jangan terlalu di fosir Nada. Kamu ini manusia, butuh istirahat," ucap pangeran Gustavo perhatian.
"Baiklah kalau begitu. Maaf lagi lagi hari ini perjalanan kita sia sia. Gara gara aku pingsan nih. Oh iya Gustavo, kamu bisa bela diri kan?" tanya Nada.
"Jangankan bela diri. Bela kamu aja mau kok," lagi lagi Gustavo menggombal.
"Hmm.. Kamu itu aku serius. Aku pengen bisa bela diri. Setidaknya untuk menjaga aku dari orang yang jahat. Paling engga kalau ada penyihir lagi. Sebelum kabur aku punya strategi," Nada nyengir kuda.
"Ada ada aja kamu, mau kabur harus pake strategi juga yah? Kabur mah kabur saja Nada. Tapi lebih baik sih kamu belajar melawannya. Agar mereka jera dan tidak menganggu lagi, " Pangeran Gustavo menggeleng gelengkan kepalanya melihat tingkah Nada yang super ajaib.
"Gimana mau melawan? Aku kan manusia biasa? Sementara dia itu penyihir. Aku bisa saja di kutuk," rutuk Nada.
"Baiklah. Akan aku ajarkan kamu bela diri. Tak lupa aku ajarkan juga membedakan mana penyihir yang lemah dan penyihir yang kuat. Dan bagaimana cara mengalahkan mereka," ujar pangeran Gustavo.
"Memangnya kamu belajar dari mana?" tanya Nada ragu.
"Aku ini pangeran. Sudah menjelajah kemana mana. Ilmu alam yang mengajari aku. Dulu sebelum aku sampai ke desa Moregestte. Aku sempat melewati lembah kematian. Di sana banyak sekali penyihir jahat yang mempunyai kekuatan yang tak biasa. Di sana aku belajar bagaimana membuat mereka jera. Atau memusnahkannya. Untuk memusnahkannya itu kamu perlu belajar lebih dalam lagi. Tapi untuk membuatnya jera. Aku akan beritahu bagaimana caranya," jelas pangeran Gustavo secara gamblang.
Untuk membuat penyihir lemah jera itu bisa Nada lakukan sebagai manusia. Tapi untuk mengalahkan, apalagi memusnahkan penyihir dengan kekuatan. Itu butuh bantuan kekuatan dari langit. Dan hal itu tidak mungkin Nada lakukan. Karena ia hanya manusia biasa, bukan anak dewa seperti dirinya.
"Hari ini senja berjalan lama yah. Matahari masih asik tidak mau terbenam. Aku malas kalau harus cepat cepat masuk ke istana. Aku tak suka pandangan raja Zholagraf terhadapku," Nada mulai curhat pada pangeran Gustavo.
"Kalau begitu nanti saja masuknya saat senja mulai turun. Sekarang kamu nikmati saja ke tampanan aku," lagi lagi tingkat kepercayadirian pangeran Gustavo muncul.
"Hmm mana sih yang ganteng itu?" sekarang Nada mencoba bercanda dengan sang pangeran.
"Ya akulah,"
"Ya lah terserah,"
"Mengenai raja Zholagraf. Aku paham apa yang ada di kepalanya. Ia tidak mau anaknya tersaingi olehmu karena ratu Niyya lebih sayang kamu, dibandingkan anaknya. Kamu bersikap biasa saja. Kalau biasa buktikan kalau kamu tidak seperti yang raja pikirkan," saran pangeran Gustavo.
"Tentu Gustavo, akan aku lakukan hal itu. Makannya aku tidak menerima permintaan ratu Niyya untuk menjadi anak angkatnya. Bisa jadi petaka kalau raja Zholagraf tau,"
"Apa jangan jangan. Kamu anak yang raja Zholagraf buang. Siapa tau kamu benar benar anak kandungnya ratu Niyya. Maaf, bukankah kamu tinggal di panti asuhan? Bunda Rahma itu bukan ibu kandung kamu bukan?" terka pangeran Gustavo sedikit hati hati. Ia takut Nada tersinggung mengenai hal itu.
"Aku sempat berpikiran seperti itu Gustavo. Tapi sayang pikiranku terlalu tinggi. Mungkin saja bukan aku. Lisna dan adik adik asuhku juga sama sama di buang orang tua kandungnya, jadi kayanya aku jangan terlalu percaya diri. Meskipun bunda Rahma hanya orang tua asuhku. Tapi aku sudah menganggapnya seperti ibu kandungku sendiri," lirih Nada.
"Siapa tau aja kan. Makanya ratu Niyya sangat baik sama kamu. Seorang ibu itu katanya ikatan batin dengan anaknya akan sangat kuat. Yah meskipun aku belum pernah mendapatkan kasih sayang seorang ibu sih. Tapi kalau ia memang ratu Niyya itu ibu kamu. Berarti ikatan batin ratu Niyya sangat hebat," Gustavo terus mencoba meyakinkan Nada. Pasalnya memang sangat aneh. Nada itu termasuk orang baru di kerajaan Zdellaghoztte. Tapi bisa dengan mudahnya ratu Niyya mempercayai dan menyayanginya.
"Entahlah. Pikiranku tidak ke sana sekarang. Yang sekarang aku pikirkan, adalah bagaimana menemukan beda pusaka milikmu. Dan menyembuhkan pangeran Zhellograf," ujar Nada.
"Kamu engga suka kan sama si pangeran lemah itu?"
"Kamu ini yah. Dia itu punya nama. Namanya pangeran Zhellograf. Bukan pangeran lemah. Ya engga lah. Tujuan aku ke sini itu atas amanah yang di berikan bunda terhadapku. Ga pake suka sukaan," kilahnya.
"Kalau padaku, apa kamu suka padaku?" tanya pangeran Gustavo tiba tiba.
Apa jawaban yang akan Nada berikan? Apakah Nada juga suka pada pangeran Gustavo?