Selamat membaca!
Sementara itu, beberapa waktu lalu, di Apartemen Langham Residence, Nathan terlihat memasuki lobi dengan langkah panjangnya menuju sebuah lift yang terletak di sudut lobi. Pria itu menepati ucapannya pada Dania yang akan kembali datang untuk menyalurkan hasratnya yang tertunda saat siang tadi. Namun, saat ia sudah masuk ke dalam unit apartemennya, pria itu sama sekali tak menemukan keberadaan Dania di dalamnya.
Walaupun dengan rasa jengkel, akhirnya Nathan pun memutuskan untuk menunggunya di dalam kamar sembari menonton film kesukaannya.
"Aduh ... ke mana sih Dania? Kenapa udah jam segini belum pulang juga?" Nathan yang begitu kesal tampak memindahkan channel TV berulang kali. "Sejak kapan wanita itu pergi? Apa yang dia cari di luar sana?" keluh Nathan sambil melihat jam pada pergelangan tangannya yang saat ini sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
Sesekali Nathan menguap, merasa kantuk yang luar biasa karena sudah bosan menunggu. Nathan pun akhirnya berpindah posisi dari sofa dan merebahkan tubuh lelahnya di atas ranjang. Namun, baru beberapa saat ia merebahkan tubuhnya, tanpa disadari kedua matanya mulai terpejam. Pria berwajah tampan itu terlelap di atas ranjang dengan layar TV yang masih menyala.
Detik terus berganti menit hingga tak terasa kini waktu telah menunjukkan pukul satu dini hari. Setelah tidur hampir tiga jam lamanya, suara bel terdengar membuat Nathan langsung terjaga. "Aduh ... siapa sih malam-malam begini? Ganggu orang tidur aja!" Nathan berdecih kesal. Memaksa tubuhnya bangkit dari ranjang dan mulai melangkah
"Itu pasti bukan Dania. Kalau memang dia, pasti dia akan langsung masuk. Ngapain juga sampai mencet bel segala, dia kan punya acces card buat masuk." Nathan dengan malas terus merutuki orang yang menganggu waktu tidurnya.
Setibanya di depan pintu, dengan cepat Nathan membuka pintu untuk melihat siapa yang datang. Namun, betapa terkejutnya pria itu saat melihat siapa yang datang. Dadanya terasa begitu sesak saat melihat tubuh Dania tengah berada dalam dekapan seorang pria yang sangat dikenalnya.
"Bima! Kenapa kau datang ke sini dengan wanitaku?" tanya Nathan spontan, suara bariton terdengar berat, lalu jemarinya menarik lengan Dania agar terlepas dari pelukan Bima.
"Kau apakan Dania sampai dia pingsan seperti ini, Bim?" tanya Nathan kembali dengan amarah yang sudah merangkak naik.
Saat ini, Bima masih tercengang karena tak percaya. Pria itu tertegun menatap Nathan berada di apartemen Dania. Ia begitu kaget saat pria itu yang membuka pintu apartemen.
"Aku tahu sekarang. Berarti kau adalah teman tidur wanita ini? Bagaimana bisa? Ayolah, ceritakan semuanya!" tanya Bima yang malah mengajukan beberapa pertanyaan pada Nathan.
"Kau tidak berhak bertanya! Jawab saja pertanyaanku! Apa yang kau perbuat sampai Dania seperti ini?" Kini tangan Nathan langsung meraih kerah kemeja Bima dan meremasnya dengan erat hingga membuat tubuh pria itu terangkat.
"Hai, santai, Dude! Sebaiknya kau bawa dulu Dania masuk ke dalam, kasihan dia. Setelah itu, aku akan ceritakan semuanya."
Nathan pun terpaksa melepas cengkraman tangannya dari kerah kemeja Bima, lalu ia segera menggendong tubuh Dania dan langsung membawanya masuk untuk direbahkan di atas sofa yang ada di ruang tamu.
Saat Nathan menyadari Bima hendak mengekor di belakang tubuhnya, ia pun segera berbalik dan menatap tajam asistennya itu.
"Hei, jangan ikut masuk ke dalam, kau tidak diperkenankan masuk! Tunggulah di luar!" perintah Nathan dengan sinis saat melihat wajah masam Bima.
"Kau tega mengusirku? Kenapa kau lakukan ini, bukankah kalau aku nggak ada kau akan kerepotan mengurus segala macam usahamu? Kau sungguh tega, Dude!" tutur Bima terus memohon, walau apa yang dilakukannya hanya sebuah akting karena sebenarnya ia sudah sangat mengenal sosok Nathan dan juga sikapnya yang mudah marah.
"Nggak perlu berakting di hadapanku, Bim!"
Bima pun semakin memperdalam raut gusar di wajahnya. "Lebih baik aku pergi saja, silakan kau cari tahu sendiri apa yang menimpa wanitamu itu sampai kondisinya seperti ini!" Bima pun memutar tubuhnya untuk keluar dari apartemen.
"Eh, tunggu! Kau tidak boleh pergi sebelum menceritakan masalah Dania!" Nathan kembali melihat ke arah asistennya itu.
Perintah yang terlontar dari mulut Nathan, membuat langkah Bima seketika terhenti diambang pintu. Pria itu pun kembali memutar tubuhnya dan menatap Nathan dengan kedua alis yang masih saling bertaut.
"Aku akan ceritakan, asalkan kau membiarkan aku menggendong tubuh wanitamu dan membawanya ke kamar!" ancam Bima yang sebenarnya hanya coba untuk menggoda Nathan.
Mendengar permintaan Bima, Nathan sampai menajamkan sorot matanya karena begitu kesal. Rahangnya mengeras menunjukan bahwa ia sudah benar-benar marah mendengar syarat yang dikatakan Bima. "Jaga mulutmu, Bim! Apa kau mau aku pecat!" ancam Nathan dengan balik mengancam sahabatnya itu.
Kemarahan Nathan sudah diduga sebelumnya oleh Bima. Pria itu pun terkekeh singkat menanggapi ancaman Nathan. "Aku hanya bercanda, Dude. Tadi itu aku cuma ingin tahu, bagaimana perasaanmu terhadap wanita ini. Sekarang aku tahu kau ternyata mencintai wanita ini! Ya, akhirnya sahabatku yang satu ini bisa move on juga dari cinta masa lalunya. Pokoknya aku ikut bahagia, suer deh nggak bohong." Bima pun dengan santai langsung menghempaskan tubuhnya di atas sofa lain yang ada di seberang sofa yang telah ditiduri Dania. Pria itu pun tertawa begitu lepas hingga suaranya yang renyah langsung memenuhi seisi ruangan.
"Berisik sekali kau, Bim! Kalau begitu aku akan bawa Dania ke kamarnya dulu. Tunggulah di sini!" Nathan kembali menggendong tubuh Dania yang masih terkulai lemah dan membawanya menuju kamar yang berada di lantai atas.
Dengan membawa rasa kesal terhadap sahabat yang sudah dikenalnya selama belasan tahun, Nathan mulai menaiki anak tangga. Sesekali melihat wajah Dania. Kedua mata yang terpejam dengan bibir merah yang ranum jadi fokus indera penglihatannya. Lagi-lagi, hasrat pria itu sedikit berdesir. Terlebih saat ini, kedua tangannya tengah menggendong tubuh Dania yang menurutnya begitu seksi bagai lekuk sebuah biola Spanyol.
"Apa benar aku jatuh cinta sama Dania? Jika memang itu benar, aku harus bisa menghilangkannya. Aku nggak mau cinta ini akan merusak hidup dan karirku," batin Nathan memutuskan, walau sebenarnya ia sendiri masih meragukan keputusan itu.
Saat sudah tiba di dalam kamar, Nathan langsung merebahkan tubuh Dania di atas ranjang dan menutupinya dengan selimut.
"Dan, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kamu keluar sampai enggak izin aku dulu?" batin Nathan sambil terus memandangi wajah Dania. Mengusap kening wanita itu dengan lembut hingga tanpa sadar, sebuah kecupan mendarat mulus dan membuatnya terkejut.
"Apa yang kulakukan? Kenapa aku bisa bersikap seperhatian ini dengan wanita yang hanya aku jadikan teman tidurku?"
Di tengah gejolak batinnya, tiba-tiba Nathan teringat bahwa Bima saat masih tengah menunggu dirinya di bawah.
"Sebaiknya aku cepat tanyakan ke Bima, kenapa Dania bisa jadi seperti ini? Apa jangan-jangan Dania ketemu Vano di bar?" Nathan dengan mudah menebak setelah melihat stelan pakaian yang dikenakan Dania.
Bersambung✍️