"Ha--"
Siho begitu terkejut karena saat ia menoleh sudah ada Regis yang berdiri menatapnya dari ambang pintu.
"Tu-- Tuan muda, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan menunduk tak berani menatap mata tajam Regis. Meski kedua bola mata Regis berwarna hitam pekat, namun di matanya mata itu berwarna merah darah.
Tap … tap … tap ….
Regis memasuki ruangan dan tampak memperhatikan setiap sudutnya. Kemudian atensinya kembali lagi pada Siho yang tak berani bersuara. "Apa yang kau ketahui?" tanyanya yang saat ini berdiri di hadapan Siho.
"Sa-- saya tidak mengerti maksud anda, Tuan muda," cicit Siho dimana suaranya terdengar bergetar.
"Sungguh?"
Glek!
Siho menelan ludah kasar kemudian mengangguk kaku.
"Aku memang reinkarnasi Iblis."
Seketika Siho mendongak dengan mata melebar. Dugaannya benar. Satu-satunya yang Siho takutkan adalah jika Regis memiliki kekuatan iblis dan akan melukai orang lain atau bahkan membunuh.
Brugh!
Kaki renta Siho yang bergetar membuatnya jatuh terduduk kemudian segera bersujud. "Saya mohon, jangan melukai tuan dan nyonya."
Regis hanya melihatnya tanpa ekspresi berarti. "Kau berpikir aku akan melukai ayah dan ibuku?"
Siho mencoba menegakkan kepala. "A-- Sa-- saya …." ucapnya terbata.
"Aku baru saja membaca buku yang sebelumnya kuambil. Tunjukkan aku tempat dimana bagian lain dari buku itu berada," ujar Regis.
"Bu-- buku? Sa-- saya tidak tahu," kilah Siho. Ia khawatir jika Regis akan menggunakan buku itu untuk sesuatu yang membahayakan. Ia tahu buku yang dimaksud Regis adalah lanjutan dari buku iblis dan dewa yang sebelumnya Regis ambil.
"Sungguh? Apa ada di kuil di belakang mension ini?"
Mata Siho kembali melebar. "A-- anda, dari mana anda tahu?"
"Hanya melihat ada kuil yang tak pernah dijamah. Jika memang ada di sana, ambilkan untukku," jawab Regis dengan suaranya yang dingin. Tadi siang ia telah mengelilingi mansion dan tanpa sengaja langkah kakinya membawanya pada sebuah kuil kecil di belakang mansion.
"Ta-- tapi …." Keringat dingin mulai membasahi dahi Siho.
"Aku tidak akan melukai siapapun, karena tujuanku hanya satu. Kembali ke dunia asalku," ujar Regis memberitahu. Ia dapat melihat kekhawatiran yang terpancar lewat kedua mata Siho.
"Ta-- tapi … tuan muda, sekarang anda adalah manusia. Meski di kehidupan lampau anda seorang raja iblis sekalipun, tapi anda sekarang …." sergah Siho mengingatkan. Selain itu untuk berjaga-jaga guna mengetahui tujuan Regis yang sebenarnya.
"Antarkan aku sekarang," perintah Regis dengan aura kehitaman yang seolah menguar dari tubuhnya. Dan dengan jelas Siho dapat melihat mata itu seketika menjadi berubah menjadi semerah darah.
Sret!
Regis menunduk dimana satu tangannya bertengger di bahu Siho kemudian berbisik, "Kau tahu aku tidak berniat melukai siapapun, jadi ambilkan buku itu untukku."
"A-- ba-- baik."
Menuruti Regis, akhirnya Siho membawa Raizel ke kuil kecil di belakang mansion. Untuk kali ini ia mencoba percaya.
****
Krieet ….
Suara deritan pintu yang bergeser menjadi teman keheningan malam yang sepi. Sinar bulan purnama menembus celah kuil yang tampak usang. Langkah kaki renta Siho membawanya pada sebuah kotak di balik patung dewa. Sementara Regis hanya melihatnya dalam diam dan sesekali mengarah pandangan pada setiap sudut kuil.
"Mungkin ini yang Tuan muda cari." Siho memberikan buku bertulisan tulisan Jepang kuno pada Regis. Regis menerima buku itu dan terlihat mengamatinya selama beberapa saat.
"Jika boleh saya tahu, sebenarnya apa tujuan Tuan muda?" Meski Regis telah mengatakan sebelumnya, namun Siho ingin mengetahui lebih detail. Ia tidak ingin tindakannya memberikan apa yang Regis ingin menjadi penyebab masalah di kemudian hari.
"Jika aku pergi, apa yang akan terjadi pada ayah dan ibu?" jawab Regis tanpa menjawab pertanyaan Siho.
"Maksud anda?"
Semilir angin yang melewati pintu menerpa kulit keriput Siho dan membuat gesekan ranting juga lembaran daun kering berjatuhan. Suasana itu menemani suara Regis yang terdengar menyiratkan sebuah makna mengandung perasaan.
"Kasih sayang mereka terlalu besar, dan aku harus pergi ke dunia iblis. Jika aku tidak kembali, katakan pada mereka sebuah kebohongan."
Mendengar apa yang Regis katakan membuat Siho terdiam selama beberapa saat. Sorot matanya tak terbaca dengan ia yang menatap lantai kuil yang setiap hari ia bersihkan namun tak membuatnya terlihat kembali kokoh. "Tuan dan nyonya sangat menyayangi anda, saya kira mereka akan terpukul dengan hal itu," ucapnya.
"Maka dari itu buatlah kebohongan. Aku tidak ingin melibatkan mereka," ucap Regis sekali lagi kemudian segera berbalik.
Tap … tap … tap ….
Regis melangkah keluar dari kuil meninggalkan Siho yang hanya bisa terdiam. Meski Regis reinkarnasi iblis, namun sepertinya Regis bukanlah iblis jahat, batin Siho.
Regis membawa buku itu kembali ke kamarnya dan mulai membacanya dengan serius. Ia tidak tahu apakah caranya akan berhasil dengan mengikuti apa yang dikatakan di buku. Namun tidak ada yang tahu jika belum mencobanya bukan? Lagi pun, ia merasakan suatu tarikan kuat tak kasat mata dari buku itu. Seolah tersimpan sebuah energi dalam buku.
"Bulan purnama merah," gumam Regis dengan menengadah memandang bulan lewat jendela kamar. Memejamkan mata sejenak kemudian melangkah melihat kalender yang terpasang di dinding. Diamatinya setiap angka kemudian jarinya berhenti tepat di tanggal 15 bulan ini yang akan jatuh pada esok hari. Kalau begitu, itu artinya besok malam. Ia masih punya waktu satu hari untuk mempersiapkan semuanya.
Regis tidak tahu seolah semuanya berjalan sesuai kendali. Seakan semua sudah diatur dan saatnya untuknya pergi. Ia melangkah perlahan dan kembali menatap rembulan. Semilir angin dingin kembali terasa menerpa kulitnya. Mengibarkan helaian rambutnya yang hampir memanjang. Jika ia kembali ke dunia iblis, ia sendiri tidak tahu apakah ia bisa kembali atau tidak. Jika yang tertulis di buku benar, itu artinya, kesempatannya hidup hanya untuk membalas dendam dan saat dendamnya terbalaskan, saat itu juga ia akan kehilangan nyawa untuk kedua kalinya. Tangannya terkepal kuat dengan gigi bergemeletuk. Ia tak peduli meski harus mati untuk kesekian kali atau menghilang dari dunia ini, asal dendamnya terbalaskan apapun akan ia lakukan.
"Tunggu aku, kak … tunggu aku …." gumam Regis dimana kepalanya tertunduk menatap ujung kaki. Namun seulas senyum keji tersungging di bibir yang kemudian diikuti gelak tawa jahat membuat siapa saja yang mendengar merinding.
Di ruangan lain, Rosaline tak berhenti menangis. Di sampingnya duduk sang suami yang telah mengatakan apa yang ia ketahui. Sebuah kenyataan yang harus ia terima dengan lapang hati.
"Ke-- kenapa harus anak kita?" lirih Rosaline yang menangis tersedu.
Damien hanya diam tak dapat menjawab. Satu-satunya jawaban yang terpikir dalam otaknya adalah, semua ada kaitannya dengan leluhur kakeknya yang merupakan pembunuh iblis.
****
Perlahan mata yang sebelumnya tertutup kini terbuka. Menampilkan mata merah semerah darah dengan lima titik tomoe dalam iris matanya. Helaan nafasnya menimbulkan asap transparan kala menyebut sebuah nama.
"Regis."