'Elang.'
Shoera menyebut nama itu dalam hati ketika kedua mata sayu miliknya mengenali pria di hadapan Azura. Ia menyeret langkah menghampiri Azura dan Elang yang tengah bercakap-cakap di depan kamar rawat Sky. Shoera berdehem menarik perhatian dua orang itu. Elang dan Azura menoleh.
Denyut jantung Shoera berdebar saat pandangannya dengan Elang bersiborok.
Beruntung Azura mendekat memutus tatapan lurus kedua temannya itu. "Kalian silahkan bicara, aku tinggal dulu," kata Azura mengulas senyum tipis untuk kedua temannya itu, kemudian berlalu dari sana memberi waktu untuk Shoera dan Elang berbincang.
"Sudah lama kita tidak bertemu, apa kabar Shoera?" tanya Elang memecah suasana canggung di antara mereka.
Shoera mencoba mengingatnya, " Yah, kurang lebih dua tahun. Aku sangat baik dan kau apa apa kabar?" tanya Shoera mencoba menghindar kontak mata dengan Elang.
"Seperti yang kau lihat." ucap Elang.
"Syukurlah, kau terlihat baik." Shoera menimpali jawaban Elang. Debaran jantungnya kembali normal tidak lagi bertalu-talu seperti beberapa menit lalu.
"Aku senang bertemu denganmu, Shoera."
Shoera tersenyum kecil. Tidak jauh dari posisi mereka berdiri ada tempat duduk, Shoera melangkah kesana mendaratkan bokongnya pada salah satu bangku.
"Ngomong-ngomong apa yang kau lakukan disini?" tanya Shoera.
"Aku ...aku ingin bertemu denganmu dan Sky." Elang duduk disamping Shoera dengan jarak satu bangku kosong di tengah mereka.
"Disini?"
Elang mengangguk. "aku dengar kau ada di tempat ini."
"Pasti dari Azura." sahut Shoera menebak.
"Umm." Elang mengangguk. "jangan marah pada Azura, aku yang mendesak supaya dia memberitahu keberadaan mu."
"Untuk apa kau menemuiku?" Shoera mendesah berat.
"Aku turut prihatin atas apa yang menimpa karirmu, Shoera. Ini pasti sulit bukan?" tanya Elang melirik sebentar Shoera di sampingnya.
"Kau juga mendengarnya? Aku cukup terkenal karena kasus itu." Shoera berdecak.
"Bagaimana bisa mereka menyalahkanmu tanpa bukti Shoera?"
"Ah, itu hal yang muda bagi mereka. Aku tidak ingin membicarakan itu Elang."
"Maaf," Elang menunduk, mereka terdiam sesaat. "Azura bilang Sky mengidap cancer. Apa yang sebenarnya terjadi ?" tanya Elang melirik Shoera.
"Seperti yang kau dengar dari Azura. Kanker darah itu yang terjadi."
Kau pasti beruntung meninggalkan aku Elang.
"Bagaimana dengan pengobatannya?"
"Berjalan lancar."
"Syukurlah. Aku ingin menemuinya,"
"Jangan," sahut Shoera.
"K-kenapa?" Elang mengernyit bingung.
"Lang, A-aku senang kau datang kemari. Tapi, untuk bertemu dengan Sky aku minta maaf. Aku tidak memberimu ijin."
"Kenapa?"
Shoera terdiam.
"Shoera?"
"Elang, aku mohon."
"Dia putraku."
"Sky sakit cancer, jika kau muncul suasana hatinya akan hancur. Aku mohon jangan lakukan itu." ucap Shoera.
"A-aku sengaja datang untuknya." Suara Elang bergetar, ia berulang-ulang menunduk menyembunyikan matanya yang mulai berembun. "Shoera, aku tahu kesalahan yang pernah aku lakukan sudah melukai hatimu tapi, a-apa kau harus melibatkan Sky dalam masalah kita?"
Shoera menghela panjang," ini demi kebaikan Sky,"
"Kebaikan apanya?" Elang berdiri dari tempat duduknya, ia menyugar kasar rambutnya kebelakang. "bagaimana jika kehadiranku menjadi kebahagian bagi Sky? Bagaimana jika dia menginginkan aku berada disampingnya."
"Dia tidak menginginkanmu, Elang." Shoera menepis ucapan Elang. Ia berdiri mendongak untuk melihat lurus mata Elang.
"Kau yakin?" tanya Elang penuh selidik.
"Putraku tidak menginginkanmu. Kau menyakiti hatinya."
Elang menelan saliva yang rasanya begitu tercekat di tenggorokannya. Hatinya pedih mendengar ucapan Shoera.
Mereka kembali hening. Diam mengisi pikiran masing-masing.
"Seberapa parah?" tanya Elang setelah terdiam cukup lama.
"Stadium pertama," Shoera memalingkan wajahnya.
"Kudengar kau tidak lagi bekerja. Bagaimana biaya pengobatan Sky?" tanya Elang mengejutkan Shoera.
"Sepertinya kau mengetahui semua tentangku." Kesal Shoera. "Tidak ada hubungan yang berarti lagi diantara kita. Berhenti mencari tahu kehidupanku." tambahnya menatap kesal Elang.
"Tapi, Sho__"
"Aku sedang berusaha mencari pekerjaan. Kau tidak perlu ikut campur."sahut Shoera. Wajahnya suram, ia tidak ingin semua orang mengetahui penderitaannya dan menaruh belas kasihan padanya. Terutama Elang.
"Aku bisa membantu biaya pengobatan Sky."
"Tidak perlu. Terima kasih."
"Shoera. Tolong ijinkan aku berbuat sesuatu untuknya."
Shoera membisu berpaling wajah.
Elang mengeluarkan kartu nama dari dompetnya. Ia mengambil tangan Shoera dan meletakkan kartu disana.
"Mungkin kau membutuhkannya. Kau bisa hubungi dan katakan kau mengenalku. Tolong jangan keras kepala dan pikirkan apa yang aku katakan barusan. Membantu biaya pengobatan Sky. Kumohon ...,"pinta Elang kemudian ia meninggalkan Shoera menunduk dan tanpa disadari olehnya, Rigel memperhatikan dari tempatnya berdiri.
Shoera mengembuskan nafas lelah, ia memutuskan untuk menemui Sky di taman. Namun, langkah kakinya berhenti saat melihat Rigel berada di tempat itu, menatapnya dengan ekspresi datar.
Semua orang yang ingin aku hindari muncul dan mengganggu.
"Aku cukup terkejut melihat kehidupanmu yang menyedihkan ini. Sangat menyenangkan." ucap Rigel mengamati Shoera.
"Untuk apa kau kesini?"
"Bersenang-senang."
"Di rumah sakit ini?"
"Tentu saja."
Shoera terkekeh garing, "
"Apa pria itu mencampakkanmu? Bagaimana rasanya? Sakit?"
"Bukan urusanmu. Pergilah!"
Shoera tidak ingin lama di tempat itu, pun dia sudah cukup lama meninggalkan Sky di taman.
"Aku akan pergi setelah mendapatkan apa yang aku inginkan."
"Apa yang kau inginkan dariku, Rigel?" Shoera jengkel.
Rigel mencondongkan tubuhnya,"uang atau tubuh." bisiknya di dekat wajah Shoera.
Shoera menelan salivanya yang tercekat di tenggorokan. Meremas kartu nama yang diberikan Elang padanya.
"Aku pikir kamu lupa, jadi dengan besar hati aku datang mengingatkannya." Rigel memasang senyum cemooh di wajah rupawan nya.
"Putuskan secepatnya, jangan buat aku menunggu apalagi mendatangimu, wanita." Rigel mendesiskan ucapannya di dekat wajah Shoera, tatapannya begitu menghina.
"Aku sudah bilang tidak punya uang."
"Tubuhmu."
"Rigel."
"Nanti malam di apartemenku. Jangan lewat dari jam delapan malam. " Rigel mencengkram mulut Shoera, dan menekan-nekan nya, sengaja memberi senyum manis supaya orang-orang disekitar menganggap itu adegan romantis.
"Jika kau mengabaikannya, aku berjanji akan membuatmu lebih menderita." bisik Rigel, melepas tangannya dari wajah wanita itu.
"Pikirkan jika aku mengusik putramu." tambahnya, lalu terkekeh jenaka meninggalkan Shoera.
"Rigel." Panggil Shoera menghentikan langkah pria itu.
"Apa maksud ucapmu? Jangan pernah melibatkan putraku dalam masalah ini." tegas Shoera menuding Rigel.
Rigel mengedikkan bahunya acuh. "Malam ini aku tunggu." Balas Rigel santai.
"Baiklah, kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan."ucap Shoera, ia berlalu meninggalkan Rigel membawa hatinya yang begitu hancur atas penghinaan Rigel.
Rigel tersenyum penuh kemenangan, melihat Shoera menjauh dan perlahan menghilang dari pandangannya.
***
"Terima kasih, Zura." kata Shoera menerima segelas kopi dari tangan Azura. Kini mereka sedang berada di taman belakang rumah sakit.
"Kau baik-baik saja?" tanya Azura. Ia duduk di samping Shoera.
"Berusaha baik-baik saja," lirih Shoera mengamati kopinya.
"Mengenai Elang, aku minta maaf. Aku tidak berniat mempertemukan kalian." ujar Azura.
Shoera melirik Azura. "Sejak kapan kalian berhubungan?" tanyanya penasaran.
Azura mencoba mengingatnya, " Satu tahun setelah kalian tidak bersama secara tidak sengaja kami bertemu di restoran. Kami bertukar nomor ponsel."
"Kau menceritakan semua tentangku padanya?"
Azura berdecak, "astaga, bukan begitu. Rumah sakit tempatmu bekerja viral dan namamu tertulis dalam kasus itu. Dia menelpon setelah sekian lama Elang mengantongi nomor ponselku dan bertanya tentangmu. Aku kesal dan memintanya untuk datang jika ingin mengetahui keadaanmu."
"Aku merasa sangat buruk. Dia datang dan menawarkan kebaikannya. Sedikit melukai hatiku karena tidak bisa mengangkat kepala menatapnya sombong. Lalu yang satu datang untuk menghinaku." gumam Shoera.
Kening Azura berkerut, ia menurunkan gelas kopinya yang hampir menyentuh bibirnya.
"Siapa yang menghinamu?" tanya Azura penasaran.
Shoera menipiskan bibirnya. "dia datang ke tempat ini untuk menghinaku."
"Siapa?" Desak Azura.
"Rigel. Dia mendengar dan melihat pertemuanku dengan Elang. "gumamnya, ia mengusap air matanya terjatuh begitu saja di pipinya.
"Astaga orang itu." Azura kesal mendengarnya. "Katakan pada Rigel yang sebenarnya supaya dia berhenti menyalahkanmu." sambung Azura.
"Apa yang harus aku katakan? Bahwa uang yang aku ambil dari ibunya hilang?itu tidak mengubah apapun Zura. "
"Tentang Mamamu Shoera."
"Tidak ada bukti. Dia akan semakin membenciku dan menganggap aku mengada-ada."
"Oh ya ampun." Azura kesal melihat temannya itu. "Dasar bodoh."
Sesaat mereka terdiam dalam pikiran masing-masing. Azura kembali melirik Shoera.
"Kau tidak berniat menerima tawaran Elang?" tanya Azura berhati-hati agar tidak menyinggung perasaan wanita itu.
"Entahlah, aku belum memikirkannya." ucapnya sangat lirih sembari menundukkan kepalanya.
***
Kalani dan Elsa tengah menikmati pijatan tangan perawat di punggung mereka. Keduanya terlihat sangat nyaman.
"Bagaimana pertemuanmu dengan Rigel malam itu?" tanya Kalani menoleh pada calon menantunya.
Elsa refleks memanyunkan bibirnya, mengingat kembali pertemuannya dengan Rigel.
"Elsa." Rigel tercengang melihat Elsa berdiri di depan pintu apartemennya.
"Hai, Rigel."
"Ada apa kau kesini? Tahu darimana tempat ini?" tanya Rigel dengan raut datar.
Selain Aro dan sopirnya, tak satupun yang tahu dimana letak gedung apartemen yang dihuni Rigel termasuk Kalani, ibunya.
"Tante Kalani, aku tidak mengganggumu, kan? Tante bilang kau punya kebiasaan begadang." ujar Elsa.
Rigel berdecak malas, melangkah masuk ke dalam ruang tamu.
Elsa mengedarkan tatapannya ke seluruh ruangan. "Tempat tinggalmu sangat nyaman," kagum Elsa, ia menyusul duduk dihadapan Rigel.
Rigel menempatkan ponsel di telinganya, untuk menghubungi seseorang.
"Nelpon siapa?" tanya Elsa.
"Aro."
Elsa sigap berpindah tempat duduk di samping Rigel. Mengambil ponsel dari tangan Rigel yang sudah tersambung.
"Untuk apa kau mengganggu asistenmu. Ini sudah malam, kita tidak butuh Aro disini." katanya memutus sambungan telepon lalu meletakkan dia atas meja.
Rigel tersenyum kecut, memberi jarak di antara mereka yang nyaris tak tanpa sisa.
"Tante bilang … kau setuju menjalin hubungan denganku." ucap Elsa, merah jambu muncul di kedua pipinya.
"Mmm," gumam Rigel nyaris tak terdengar.
"Jadi …hubungan kita resmi pacaran?"
"Terserah kau menganggapnya apa."
"Kita sah pacaran." Elsa sumringah, ia menempel pada Rigel, menyandarkan kepalanya di bahu pria itu.
Rigel merasa risih. Ia pernah mencintai seorang gadis, tulus dan berjuang untuk mendapatkannya. Tetapi, balasan cinta dari gadis itu hanya dusta. Sejak hari itu, Rigel tak ingin membuka hati untuk wanita manapun. Wanita semua sama di matanya. Termasuk Elsa.
"Aku janji menjadi wanita terbaik untukmu,"lirih Elsa, memeluk lengan Rigel.
"Dia juga pernah mengatakan itu." ucap Rigel mengingat Shoera.
Elsa menjauhkan kepalanya dari bahu Rigel demi melihat wajah pria itu. "Siapa?" tanyanya bingung.
Rigel memicingkan mata,"cari tahu semua tentangku sebelum kau memutuskan hidup bersamaku." ucapnya, ia melepas tangan Elsa dari lengannya kemudian beranjak dari sofa.
"Lain kali jangan pernah datang ke tempat ini. Pulanglah, ini sudah larut malam."
"Rigel." Elsa beranjak dari duduknya, sigap melingkarkan tangan di pinggang Rigel mencoba menahan pria itu. "kau tidak ingin merayakan hari pertama kita menjadi sepasang kekasih?" tanya Elsa.
"Kekasih?"
"Umm,"
"Dengar Elsa, mungkin ini akan melukai harga dirimu. Tapi, aku akan tegaskan hubungan kita hanyalah sebuah perjodohan. Kita bukan sepasang kekasih yang saling mencintai hingga harus merayakannya." ucap Rigel melepas ikatan tangan Elsa di pinggangnya.
Elsa memberengut. "aku tidak peduli sekalipun hubungan kita tanpa cinta."
Rigel menarik nafas panjang. "Tolong pulang."
"Aku tidak mau pulang. Gadis sepertiku tidak baik pulang malam. Aku akan menginap disini. Tidur bersamamu." suaranya lirih pada kata terakhir.
Rigel tersenyum miring mendengar perkataan Elsa. Tidur bersama? Menyedihkan. Membuatnya semakin yakin kalau semua wanita memang sama seperti Shoera, murah'an.
"Rigel, umm? Apa kau tega membiarkan aku pulang larut malam?" Elsa merajuk manja.
"Kau lupa? Bahwa kau datang ke tempat ini juga sudah larut malam."
Tiba-tiba ponsel Rigel berdering di atas meja. Rigel mendesah panjang, melihat ibunya menelpon.
"Halo," sapanya dengan nada tidak menyenangkan. "Dia disini. Dari mana kau tahu tempat tinggalku?Halo …, Mam?" Rigel kesal, Kalani memutus telepon sebelum menjawab pertanyaan Rigel.
"Itu tante Kalani?" tanya Elsa.
"Diam."Bentak Rigel membuat Elsa terperanjat.
Rigel menyugar rambutnya asal. Menahan emosinya.
"Baiklah, aku akan pulang jika kau keberatan aku menginap." gumam Elsa, wajahnya tampak gugup melihat amarah menyelimuti Rigel.
Rigel berdecak, melihat waktu di layar ponselnya. Malam sudah mendekati dini hari. Sudah pasti sulit mendapatkan taksi.
"Kau bisa menginap." ucap Rigel, mengalah.
'"Sungguh? " tanya Elsa bersemangat.
"Kamar itu sering ditempati Aro." tambahnya, menunjuk kamar tamu.
"A-aku takut tidur sendirian Rigel." rengek Elsa.
"Kalau begitu kau bisa pulang." Rigel berlalu meninggalkan Elsa.
Elsa mencebikkan bibirnya, "Baiklah, aku tidur di kamar tamu. Selamat malam Rigel. Oh iya, aku tidak peduli jika ada wanita lain di hatimu. Aku akan bersikap kejam dan menghempaskan wanita itu dari hatimu!" Seru Elsa melihat Rigel masuk ke dalam kamarnya.
Elsa menggigit bibir, bergegas menuju kamar yang akan ditempatinya.
"Elsa?" Kalani menyadarkan Elsa dari lamunannya.
"Tidak ada yang spesial, Tante. Seperti biasa Rigel selalu dingin terhadapku." ucap Elsa dengan raut malas.
"Yang penting dia setuju menjalin hubungan denganmu." kata Kalani menenangkan hati Elsa.
Elsa teringat ucapan Rigel malam itu. Mencari tahu semua tentangnya sebelum memutuskan hidup bersama Rigel.
"Tante, selain pacar pertamanya apa ada wanita lain yang menempati hatinya?" tanya Elsa.
"Aku pikir tidak ada. Dia menghabiskan waktu membangun bisnis. Kau bisa lihat pencapaiannya. Saat itu Seema Group di ujung jurang. Rigel memutuskan berhenti mencari wanita itu dan melupakannya. Ia bangkit membuat Seema di atas awan seperti sekarang." kata Kalani dengan bangga.
Elsa terlihat bahagia mendengarnya.
'artinya, besar kemungkinan mudah membuatnya mencintaiku'
***
Rigel melangkah malas menuju pintu setelah bunyi bel memaksanya bangun dari peraduannya. Ia melihat waktu di ponselnya. Delapan malam, senyumnya terbit.
Rigel membuka pintu dan mendapati Shoera berdiri dengan pakaian yang cukup menyiksa matanya, berantakan.
"Kau sangat payah membuat pelangganmu terpesona. Lihat pakaian yang kau kenakan, Norak." Rigel melebarkan pintu untuk Shoera masuk.
"Aku tidak meminta pendapatmu tentang pakaianku." Shoera membawa langkahnya masuk ke tengah ruang. Berhenti di ruang tamu dan memutar tubuh melihat Rigel.
"Setelah ini berhentilah menggangguku." katanya, lalu melepas baju atasan di depan Rigel, menjadikan pria itu melongo.
"Astaga," Rigel memalingkan wajah, wanita di depannya benar-benar sudah kehilangan akalnya.
"Kenapa? Apa ada yang salah?w************n memang seperti ini Rigel."ucap Shoera sembari membawa kedua tangannya ke belakang punggung untuk melepas pengait bra yang masih melekat di tubuhnya.
Rigel menelan saliva, melihat tubuh telanjang Shoera, mengundang sengatan di seluruh tubuhnya. Ia tidak kuat menahan diri saat Shoera menghisap jarinya sendiri. Rigel menarik tengkuknya dan langsung melumat bibirnya dengan liar, tangannya turut bekerja pada tubuh Shoera.
Rigel melepas ciumannya, menarik tangan Shoera menuju kamarnya, mendorong wanita itu berbaring di ranjang dan dengan cepat ia melucuti pakaiannya sendiri.