Shoera terbangun dari pingsan nya kemudian tergesa untuk duduk setelah dirinya sadar berada di tempat asing.
"Kau sudah bangun?" Shoera tersentak melihat pemilik suara yang sedang duduk samping ranjang.
"Rigel?"
"Aku pikir kau lupa dengan nama itu, lain kali jangan menyebutnya dengan sembarangan."
"Astaga mulia sekali. Dia pikir dirinya Tuhan." Wanita itu bersungut-sungut.
"Kau!" Rigel menangkup dagu wanita itu dan mencubitnya kuat. "Nama itu terdengar busuk keluar dari mulutmu." ucapnya ketus lalu menghempaskan dagu Shoera.
"Busuk? Yak apa maksud ucapanmu?"
Rigel melipat lengan di depan dadanya, memindai wajah Shoera. "aku dengar kau menjual tubuhmu seharga 20 puluh juta. Menyedihkan" cemoohnya menatap rendah Shoera.
Shoera menarik nafas lelah, membalas tatapan Rigel yang menghina. "Bukan urusanmu, jangan bilang kau memata-mataiku?"
"Tentu saja, aku harus mengetahui keadaanmu di luar sana."
"Untuk apa kau melakukan itu?"
"Membantumu menderita. Jangan lupa bahwa aku hadir untuk menghukummu."ucapnya mengingatkan Shoera.
'Pria gila.'
Shoera berdecih, menyibak selimut kemudian menurunkan kaki dari tempat tidur.
"Aku mau membayarmu lebih." Rigel melempar kartu debit pada Shoera, ia melangkah menuju sofa dalam ruangan itu seraya melucuti kancing kemejanya satu persatu.
Shoera melihat kartu debit di pangkuannya, dadanya terasa sakit mendengar ucapan Rigel. Namun, ia mengabaikan rasa pedih dalam hatinya. Shoera berpikir ini kesempatan untuknya mendapatkan uang biaya pengobatan Sky. Menjual tubuhnya pada Rigel, itu lebih baik daripada menjual tubuhnya pada pria tua di bar.
"Kau serius?" tanya Shoera, tanpa malu, mengulas senyum pura-pura di wajah.
Rigel termangu dan tidak percaya dengan apa yang didengar olehnya. Ia sangat berharap Shoera menolaknya untuk mematahkan tuduhan Ibunya, jika Shoera w************n.
"Sebutkan harganya."
"Lima ratus juta."
Rigel tergelak. "Jangan bercanda, kesepakatan mu dengan pria tua itu hanya dua puluh dua juta. Aku membayarmu lebih bukan berarti kau menaikkan harga tubuhmu berlipat-lipat ganda. Kau tidak semahal itu."
"Kau menculikku tuan Seema membuat jantungku berdebar tak karuan. Anggap saja itu kompensasi."
"Lima puluh juta. Jika tidak setuju kau boleh pergi."
Shoera memilin jemarinya membawa tatapannya pada Rigel yang tengah duduk santai di sofa.
Kau sudah sangat buruk di mata Rigel, Shoera. Terima demi mempertahankan pengobatan Sky.
Shoera menghela nafas panjang. "aku setuju." lirihnya menundukkan kepala.
Rigel menyeringai, bangkit dari duduknya menghampiri Shoera. Berdiri di hadapan Shoera, memindai wajah wanita itu dengan raut datar.
"Kau bersih dari penyakit, kan?"
"Apa maksudmu?"
"Aku harus memastikan kau tidak menularkan penyakit padaku."
"Bangst."
"Aku perlu berhati-hati, entah sudah berapa banyak pria menidurimu." Hina Rigel.
"Tuan Seema, anda keterlaluan."
"Bersihkan tubuhmu terutama wajahmu dan buat aku nyaman mendapatkan hakku sebagai pembeli, jalang."
"Yak! ucapanmu sangat menyakitkan. " Teriak Shoera menatap punggung Rigel keluar dari kamar meninggalkannya dengan penghinaan.
Rigel duduk di ruang tamu.
Satu juta dolar bukan uang yang kecil. Shoera seharusnya kaya raya dengan uang itu. Dapat menjalankan usaha atau membeli hunian yang mewah. Tetapi, kenapa wanita itu melarat bahkan menjual dirinya.
Rigel menyugar helai rambutnya ke belakang, memikirkannya membuat kepalanya sedikit berdenyut sakit.
***
“Pergi dan bawa uangmu."
Rigel turun dari ranjang setelah menikmati tubuh Shoera. Wanita itu mengepal erat tangannya dalam selimut memperhatikan Rigel melangkah menuju kamar mandi. Tadi, saat mereka menyatu. Rigel benar-benar menghancurkan tubuhnya, sengaja memberi rasa sakit yang luar biasa. Bercinta bukan pertama kali untuk Shoera akan tetapi kali ini rasanya sangat menyakitkan. Rigel benar-benar menumpahkan rasa sakit hatinya dengan meniduri Shoera tanpa perasaan. Tanpa sadar lelehan panas turun dari kedua sudut mata Shoera. Ia menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Turun dari ranjang memunguti pakaian dari lantai. Shoera mengenakan satu persatu tanpa membersihkan tubuhnya. Shoera melihat kartu debit di atas meja nakas.
Tidak. Aku tidak menyesal melakukannya. Aku akan menjual apapun demi kesembuhan Sky.
Shoera mengusap air mata di wajahnya. Mencari keberadaan tas kecil miliknya. Ia tidak melihat benda itu di sekitar kamar itu. Shoera menyambar kartu debit dari meja nakas dan berjalan menuju pintu. Namun, langkah kakinya berhenti dan menoleh ke arah pintu kamar mandi.
"Rigel." teriaknya melangkah cepat menuju pintu kamar mandi dan hampir menabrak Rigel yang baru keluar dari kamar mandi.
"Apa?"
Shoera menelan salivanya. Ia mendongak melihat Rigel. Rambut pria jangkung itu basah dan tubuhnya lembab. Aroma khas pria tercium olehnya. Sangat seksi dan memabukkan. Andai saja Rigel miliknya ia akan kembali berbaring di ranjang dan merayunya.
"Jangan menatapku seperti itu. Dasar murahan." Rigel mendorong jidat Shoera dengan jarinya, agar menjauh darinya.
'Bisa-bisanya aku memikirkan itu.' Shoera mengutuk dirinya yang mengagumi tubuh Rigel.
"Kau pikir benda ini berguna tanpa sandi." ucap Shoera menunjukkan kartu ditangannya.
Rigel menyambar benda itu dari tangan Shoera. "Benar juga, aku hampir lalai menyerahkan benda ini padamu. Kau tahu berapa isi benda ini?"
"Aku tidak peduli. Aku hanya butuh uangku."
Rigel mengedikkan bahu seraya berjalan menuju ruang ganti dan Shoera mengikuti dari belakang.
"Tinggalkan nomor rekeningmu. Dan kau boleh pergi." ucapnya lalu menutup pintu ruang ganti.
Shoera tersentak, "Rigel, aku butuh uangnya malam ini juga."teriaknya seraya menggedor pintu.
"Pergi atau kau tidak mendapatkan uangmu!"
"Rigel. Kau mencoba menipuku?"
"Aku bukan dirimu yang sanggup menipu kekasihmu demi uang." sahut Rigel dari walk in closet.
Seketika Shoera merasa perih mendengar ucapan Rigel. Sakit dan ia tidak dapat membela dirinya. Karena apa yang diucapkan Rigel benar adanya.
"Baiklah, aku akan pergi. Tolong transfer secepatnya. Aku butuh El." ucapnya dengan suara kecil.
Di dalam sana, Rigel terpaku mendengar nama El yang keluar dari mulut Shoera. Nama panggilan Shoera atas dirinya saat mereka masih bersama. Nama yang selalu mengalun indah di telinganya saat wanita itu memanggilnya.
Dasar wanita licik.
Rigel tersenyum kiri, berpikir jika Shoera sengaja memanggilnya dengan panggilan itu.
Mencoba merayuku? Kau benar-benar wanita rendahan.
Setelah mengenakan pakaian nya Rigel keluar dari walk in closet. Shoera tidak lagi disana. Wanita itu meninggalkan secarik kertas diatas tempat tidur.
Kumohon kirimkan uangnya malam ini juga.
Tulis Shoera di kertas dan tak lupa meninggalkan nomor rekening bank.
'Lima puluh juta untuk manekin. Aku sudah gila membayar wanita itu.'
Rigel mengecam dirinya atas kebodohan yang ia lakukan. Menghabiskan uang sebesar lima puluh juta demi menghina tubuh Shoera. Kendati demikian ia tetap mengirim uang itu ke rekening Shoera.
Di dalam taksi Shoera merasa lega membaca notif di ponselnya. Ia menerima transferan dari Rigel.
Aku bukan dirimu yang sanggup menipu kekasihmu sendiri demi uang.
Ucapan pria itu kembali terngiang di telinga Shoera, seolah memberinya tamparan keras. Shoera cengeng. Air matanya terjatuh tanpa diminta. Ia segera menyeka dengan jarinya dan menatap keluar jendela mobil yang sedang melaju cepat membawanya pulang ke rumah sewanya.
***
"Serius?" Azura bertanya dengan raut tercengang mendengar cerita Shoera tentang pertemuannya dengan Rigel.
Shoera mengangguk seraya memainkan sedotan di dalam es kopinya. Wajahnya tampak sedih.
"Dia sangat membenciku, Zura. Mata yang dulu lembut memandangku kini berganti penuh kebencian." ucap Shoera.
"Tunggu, tunggu. Jadi Rigel menemukan kita di pantai dalam keadaan mabuk dan dia membawamu ke apartemen dan aku ....siapa yang membawaku ke hotel?" tanya Azura. Ketika ia terbangun dari tidurnya, ia tidak menemukan siapapun dalam kamar hotel selain dirinya. Pelayan hotel mengatakan dia datang bersama seorang pria dan pria itu sudah membayar semua biaya penginapannya.
"Mungkin anak buah Rigel. tapi, kau tidak apa-apa, kan?" tanya Shoera khawatir.
"Eih, aku tidak apa-apa. Kalau sampai pria itu macam-macam aku akan mengejarnya sampai keujung dunia dan menghabisinya." Balas Azura dengan raut wajah serius.
"Ah syukurlah."
"Lalu apa yang terjadi? " tanya Azura kembali pada pembahasan mereka mengenai pertemuan Shoera dengan Rige.
"Apa yang kau harapkan terjadi? Pertemuan romantis?Pertemuan kami tidak seharusnya terjadi Azura. Dia bahkan menghinaku." Shoera mengeluh.
"Untuk masalah ini aku tidak berpihak padamu. Aku juga akan melakukan hal yang sama jika di posisi Rigel. Kau meninggalkannya dan membawa uang ibunya pergi."
Shoera berdecak, "kenapa juga harus mencariku selama itu." lirihnya.
"Dia mencarimu?"
"Selama lima tahun dia mencariku. Dan berita sialan itu menjadi pintu untuknya menemukanku." ucap Shoera kesal.
"Jelaskan padanya alasan kau pergi. Supaya dia tidak menyalahkanmu sepenuhnya." usul Azura.
"Aku tidak bisa, Zura."
"Kenapa?"
"Ibuku."
Azura terdiam. Ia sedih melihat temannya itu.
"Lalu apa yang akan kau lakukan?" tanya Azura setelah mereka terdiam sesaat.
Shoera mengangkat bahunya.
"Shoera, mungkin setelah Rigel mengetahui yang sebenarnya. Dia akan memaafkanmu. Kau bisa tenang menjalani kehidupanmu dan merawat Sky." ujar Azura.
"Entahlah, Zura. Aku tidak bisa berpikir sekarang. Entah kenapa dia hadir saat aku banyak masalah." Shoera berdecak.
"Baiklah, baiklah, tenangkan dirimu. Jangan terlalu stres." Azura melihat waktu di layar ponselnya. Jam istirahatnya sudah usai. Ia menyeruput es kopi miliknya. "Aku balik kerja. By the way, kau belum cerita dari mana kau dapatkan uang untuk biaya rumah sakit Sky," ujar Azura menyipitkan mata melihat temannya itu.
Shoera menipiskan bibir." Sorry Zura, kali ini aku tidak bisa cerita." ucapnya lirih.
"Shoera …,"
"Sudah sana. Pasien menunggumu, dokter."
"Aku akan mendesakmu terus. Lima puluh juta itu mencurigakan." Azura bangun dari tempat duduknya. "Ceritakan nanti, kerumah siapa kau merampok." tambahnya membuat Shoera tertawa.
"Aku cabut ya." Pamit Azura.
Shoera menatap punggung Azura yang begitu cantik mengenakan jas dokternya. Ia menjadi sedih. Andai saja kejadian sial yang menimpanya tidak terjadi, sudah pasti ia masih bekerja sebagai dokter.
Kau pasti terkejut jika kau mengetahui asal uang itu Zura. Aku menjual diri pada mantan kekasih. Menyedihkan.
Shoera tersenyum pedih lalu memutuskan kembali ke tempat Sky dirawat.
Disisi lain Seema Group meluncurkan seri terbaru berlian mahakarya dari perusahaan mereka. Di sebuah ruang pertemuan, pada podium Rigel tampak gagah menyampaikan pidatonya di depan awak media yang menyorotinya.
" ...Selain nilai karat berlian ini begitu fantastis. Kami juga menampilkan keanggunan dan kemewahan yang dapat dirasakan pemakainya ….
Elsa dan dua wanita lain sebagai model perhiasan itu memamerkan kalung yang melingkar indah di lehernya dan cincin di tangan. Benda-benda berkilau yang didesain oleh tangan Rigel sendiri membuat Elsa dan kedua model lainnya tampak memesona.
Setelah menyampaikan pidatonya Rigel berhasil menjawab beberapa pertanyaan dari awak media seputaran berlian yang mereka rilis.
"Kami dengar pak Seema dekat dengan Nona Elsa. Apa hubungan itu murni kerjasama antara Ambassador dengan Seema Group atau ada hubungan spesial? Kamera kami sering menangkap anda bersama di luar pekerjaan." Tanya seorang wartawan dari tempatnya berdiri.
Rigel melihat ke arah Elsa. Gadis itu menyungingkan senyum padanya.
"Tidak ada komentar untuk itu." Tegas Rigel. Jawaban pria itu masih sama seperti tahun-tahun lalu. Rigel turun dari podium dan kembali ke tempat duduknya. Acara berlanjut pada hiburan.
Elsa kecewa, Rigel tidak mau membahas hubungan mereka. Akan tetapi, ia tetap memberikan senyum pada wartawan yang mengambil gambarnya.
Ditempat lain. Seorang wanita paruh baya mematikan televisi setelah menyaksikan acara tiga puluh menit bersama pebisnis muda. Dia Kalani orang tua dari Rigel Seema.
Wanita itu meletakkan remot tv di atas meja. Ia mengambil gelas teh lalu menyeruput isinya. Kalani meletakkan kembali gelasnya dengan anggun.
Kalani kecewa pada putranya. Beberapa jam yang lalu sebelum putranya itu berdiri di podium, ia sudah meminta pada Rigel untuk mengumumkan hubungan dengan Elsa. Gadis berpendidikan tinggi dan dari keluarga terhormat. Elsa putri tunggal dari temannya yang memiliki usaha properti di berbagai kota Indonesia. Kalani sangat ingin gadis itu menjadi bagian dari keluarganya.
Ponsel Kalani berdering di atas meja. Ia mengambil benda itu. Tersenyum melihat nama Elsa tertulis di sana.
"Elsa." sapanya begitu ia mengangkat panggilan itu.
"Tante," rengek Elsa dari teleponnya.
"Kau pasti kecewa."
"Aku sudah lama menantinya, Tante. Dan sampai saat ini Rigel belum mau mengangkat hubungan kami ke publik." keluh Elsa.
Kalani tersenyum, "maafkan tante, aku akan bicarakan ini dengan Rigel dan menegurnya sayang."
"Tante …."
"Elsa, bagaimana kalau kita bertemu? Tante ingin mengajakmu bersantai di Spa." Kalani mencoba mengambil hati gadis itu.
"Baiklah tante, besok aku free dari pekerjaanku. Kita bertemu di Spa tempa biasa."
"Baiklah,"
"Kalau begitu tante aku sudahi dulu. Aku harus menemui Rigel."
"Jangan membuatnya marah dan hati-hati bersikap sayang," Kalani mengingatkan.
"Iya, Tante." Kalani memutus sambungan telepon. Ia menghela nafas panjang. Meletakkan ponselnya di atas meja.
"Keras kepala." gumamnya untuk putranya. "kau tidak bisa mengabaikan Elsa. Dia harus menjadi menantu di rumah ini." ucap Kalani dengan raut datarnya.
***
Entah sudah berapa banyak lamaran pekerjaan yang Shoera kirim pada perusahaan-perusahan yang membuka lowongan, namun kesialan selalu berpihak padanya. Tak satupun menghubungi Shoera. Shoera putus asa. Ia berdecak setelah memeriksa kotak email lewat laptopnya, ia menutup benda itu.
Shoera menoleh ke arah pintu saat mendengar ketukan pelan.
"Shoera, kau sudah makan malam?" tanya Azura, kepala Azura menyembul di celah daun pintu.
Shoera menggeleng.
"Kalau begitu ayo makan." ajak Azura membuka pintu lebar dan masuk ke tengah ruang. Ia memainkan kunci motor di tangannya.
"Aku takut Sky bangun."ujar Shoera melihat anak kecil di atas bangsal tertidur dengan alat bantu rumah sakit.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Azura, ikut memperhatikan wajah pucat anak kecil itu.
"Dia lelah disuntik tiap hari." Shoera melirih sedih melihat wajah Sky.
"Sky benar-benar anak yang kuat."Azura menyentuh pelan tangan Sky. "aku belikan makan malam untukmu."ucapnya melihat Shoera.
"Makasih, Zura. Oh iya, kau bertugas malam?" tanya Shoera.
"Tidak. Jam kerjaku usai. Kenapa?"
"Boleh aku minta tolong?"
"Minta tolong apa?"
"Aku mau pulang ke kontrakan dan mengambil beberapa pakaian Sky. Sekalian mandi."
"Baiklah, kau bisa gunakan motorku. Bagaimana dengan makan malam?" tanya Azura menyerahkan kunci motornya.
"Aku bisa makan mie instan di rumah. Katakan pada Sky, aku keluar sebentar kalau dia mencariku." ujar Shoera tersenyum menerima kunci dari tangan Azura.
"Umm, pergilah. "
"Aku titip Sky." Shoera bangun dari duduknya lalu memasukkan laptop ke dalam ranselnya. "Aku pergi ya," pamit Shoera menyampirkan tas di pundaknya.
"Hati-hati, Shoera." pesan Azura.
Shoera mengendarai motor matic Azura menuju kontrakannya. Jalanan macet membuatnya berkali-kali menarik rem. Ia kesal, waktunya tersita banyak. Macet membuatnya mengantuk dan tidak sengaja menabrak mobil didepannya yang sedang menunggu lampu merah berganti.
"Astaga."Shoera terkejut Ia menarik mundur motornya.
Pemilik mobil keluar untuk memeriksa belakang mobilnya, mengejutkan Shoera dari balik kaca helm. Pria itu Rigel, orang yang ia hindari dalam hidupnya.
Rigel? Mati aku. Kenapa harus dia sih orangnya?
Lampu merah berganti hijau, kendaraan di belakang sahut menyahut meminta mereka bergerak. Shoera mengambil kesempatan untuk melarikan diri akan tetapi, ia terlambat. Rigel menahan dengan cara mencabut kunci motor Shoera.
"Mau melarikan diri?" tanya Rigel dengan nada datar dan menatapnya sinis.
Shoera menggeleng cepat.
"Menepi." perintah Rigel lalu berjalan ke pinggir jalan sementara sopirnya mengemudikan mobil menepi.
Shoera turun dari atas motornya dan mendorong motornya menepi.
"Maaf aku benar-benar tidak sengaja, pak." ucap Shoera setelah memarkir motornya. Ia masih menyembunyikan wajahnya di balik masker dan kaca helm. Mengubah suaranya agar tidak dikenali Rigel.
"Sengaja atau tidak. Mobilku lecet dan kau harus bertanggung jawab untuk itu." ucap Rigel. Memberikan kode supaya wanita itu membuka helm nya.
Shoera menghampiri mobil Rigel dan memeriksa bagian cacatnya.
'Astaga hanya lecet kecil dan dia sudah seperti penjahat. Bagaimana ini?' Benak Shoera dalam hati dengan kesal. "Hanya lecet kecil, pak."
"Aku tidak peduli. Intinya kau harus bertanggung jawab. Kau tahu berapa harga untuk memperbaikinya?"
"Astaga. Aku pikir tidak sampai lima puluh ribu rupiah. Orang kaya sepertimu tidak seharusnya mempermasalahkan itu."
Rigel terbahak, mobil miliknya sangat mahal dan hanya diproduksi sebanyak tujuh unit oleh perusahaan pembuatnya.
"Pak Pram." panggilnya, pria berpakaian safari keluar dari mobil dan menghampirinya
"Iya, tuan."
"Jelaskan padanya berapa estimasi biaya memperbaiki lecet pada mobil ini." kata Rigel pada sopirnya.
Pram memperhatikan lecet bekas seruduk motor Shoera. "kurang lebih sepuluh juta, tuan."
"Apa?" Shoera terkejut dan spontan membuka kaca helm, memperlihatkan wajahnya.
"Kau!"hardik Rigel,tercengang melihat wajah Shoera. "Astaga. Jangan bilang kau sengaja menabrak mobilku."Tuduh Rigel menuding Shoera dengan jarinya.