SG - 08

1735 Words
Brak! Ghea menggebrak meja dan dengan wajah begitu kesal ia berkata, "J, Mon, stop acting like an i***t!" "Lo juga, Di, jangan diem aja!" tambahnya. Merasa Nash Grier lebih penting dari ucapan Ghea, Adina kembali melihat-lihat foto di ** cowok bermata biru itu dan tak menghiraukan teriakan sahabatnya. "Adina!!!!" "Jason itu cowok lo, elah." Adina akhirnya menjawab. "Remond 'kan cowok lo!" bentak Ghea. Terdengarlah bisik-bisik dari dua cowok yang menjadi objek kemarahan Ghea. Jason berkata, "Mon, kita diomongin nih. Ganteng banget 'kan, kita?" lalu Remond menjawab, "Cewek lu murka, Bege. Lu malah bisik-bisik manja. Ha ha ha." "Baby, babe, babi, beruang, berhenti sebelum Ghea ngamuk. Sini, Remond!" Adina menepuk sofa disebelahnya agar Remond berhenti berbuat hal i***t dengan Jason. Ingin tahu mereka berdua sedang apa? Mereka menyuapi makanan kepada kedua ikan cupang milik Jason menggunakan sendok layaknya menyuapi bayi. "Kita lagi mamah-mamahan, Sayangku. Jangan hentikan kami," ucap Remond dengan nada sok manja. Adina memeletkan lidahnya pada Remond, lalu melirik Ghea. "Pacar gue mau mamah-mamahan katanya, biarin aja. Cowok lo urusan lo ya, G." Ghea menghentakan kakinya lalu menghampiri sang pacar yang sudah bersiap kabur. Jason berlari keluar kamarnya karena ia tak mau ambil resiko. Terakhir ia bermesraan dengan cupang-cupang unyu-nya, Ghea menggunting poni berharganya. "Heh! Buntelan kadut, jangan kabur lo! s****n!!" Ghea langsung mengejar Jason dan bisa dipastikan nyawa cowok berponi itu sedang dalam bahaya. Siaga satu! "Kelakuan kaya gitu dibilang couple goals? Heran gua." Remond geleng-geleng kepala. Adina menjawab, "Mereka unyu." "Lebih unyu kita, Yang." "Otak lo juga unyu, Remond s****n. Saking unyu-nya jadi bego." "Ha ha ha. Sayang lu juga, Di." "Halah, kentut." Lalu jeritan dari Jason membuat Remond dan juga Adina langsung berlari mencari asal suara. "Mon! Mon! Tolongin gua, Mon!!!" "Remond!!!" "Remond gantengku!! Tolong!!!" Remond dan Adina sukses terbahak ketika melihat Jason duduk dikursi, kedua tangannya diikat menggunakan serbet dan yang lebih parah, Ghea sedang menyuapi---atau sebut saja memaksa Jason memakan bubur khusus bayi rasa pisang. "Suapin sampe dedek g****k ini kenyang, G," celetuk Adina, kejam. Remond mengangguk setuju, bahkan ia sudah memvideokan adegan yang sayang sekali jika dilewatkan ini. "Remond, gue merasa kaya banci pengkolan makan beginian!" adu Jason dengan sedih. "Dan kenapa lo videon gue, b**o?! Terkutuk kalian semua!" "Pisang itu baik untuk kesehatan, Sayangku," jeda, "biar lo kuat nyuapin cupang-cupang lo itu. Lo lebih sayang cupang-cupang lo dibandingkan ngajak main cewek lo ini 'kan? Atau mau gue tambahin bubur rasa tamparan dan cubitan juga, Sayangku?" Ghea menyindir dengan nada seperti malaikat pencabut nyawa sambil terus menyuapi Jason dengan paksa. s***s! Jason langsung menggeleng dan kembali berteriak, "Huwaaa!! Demi kerang ajaibnya Spongebob dan raja cupang paling seksi, please tolongin gua!!!" *** Yang berekpestasi bahwa kuliah itu bisa malas-malasan lalu gaya-gayaan, silahkan buang jauh khayalan itu. Karena Ghea tak merasakan kehidupan kuliah seperti dijelaskan dalam FTV yang biasa sang mama tonton setiap siang. Yang ada, Ghea malah pusing. Banyak mata kuliah yang cukup menguras waktunya karena Ghea belum paham sepenuhnya pada penjelasan Dosen sehingga ia harus mencari referensi dari mana-mana. Malah Ghea berpikir bahwa SMA adalah masa paling menyenangkan. PR mungkin banyak, tetapi tak sesulit jenjang kuliah. Belum lagi Ghea ikut organisasi puisi dan seminggu dua kali harus siaran radio. Lengkap sudah lelahnya. "Len, gue pusing banget. Lo punya pereda nyeri, nggak?" Ghea mengeluh karena kepalanya lumayan pening dikarenakan sedang datang bulan dan juga beban tugas. Alen mengangguk, ia mencari sesuatu dari tas gendongnya lalu memberikan satu strip obat pada Ghea. "Makasih, Alen." "Oke," jawab cowok itu. Ghea meminum obatnya, lumayan karena bisa sedikit meringankan pusingnya. "Lo mau balik sekarang? Duluan aja, Len. Gue nunggu Jason." "Udah jam tiga, emangnya cowok lo keluar jam berapa?" Ghea melirik jam ditangan Alen, lalu menjawab, "Jam empat, kayanya." "Masih pusing nggak? Gue balik lo jangan pingsan, ya? "Kagak, elah." "Yaudah." Alen bangkit dari duduknya lalu menepuk bahu Ghea tanda pamit. Sebelum pergi ia sempat bertanya, "Dammi ada dirumah nggak hari ini, G?" Ghea mengangkat bahunya. "Nggak tahu. Oh iya, Len, lo mau nggak gue kenalin sama temen kelas gue? Cantik-cantik." "Ha ha ha." Alen tertawa, membuat Ghea bingung. "Kenapa, Len?" "Lo juga cantik. Adina apalagi. Tapi gue nggak berminat. Satu, karena kalian sahabat gue. Dua, gue nggak suka cewek. Lo lupa?" Sulit. "Oke, kalau gitu lo hati-hati, ya." Ghea melambaikan tangannya dan tersenyum singkat. Selang beberapa menit setelah Alen pergi, Jason berjalan ke arahnya dengan senyum menggembang yang hanya cowok itu pamerkan untuk Ghea seorang. "Hai, Cantik." Jason langsung mengusap lembut kepala Ghea dan gadis itu hanya berdehem di posisi duduknya. "Cowoknya dateng kok lesu?" tanya Jason. "Capek." "Kenapa? Tugas?" Ghea mengangguk, ia memanfaatkan Jason yang berdiri dihadapannya untuk ia peluk sebentar. "Aku pusing, J." "Nah lho, udah minum obat?" "Udah." Ghea mengangguk dan ia bisa merasakan tangan Jason kembali mengelus-elus rambutnya. "Tahu gini, tadi gue bolos supaya anterin lo balik. Capek ya nungguin gue?" "Nggak kok," Ghea menggeleng, "pusing dikit aja. Pinjem dulu tubuhnya sebentar, mau peluk ya." "Iya..." Lalu, terdengar bunyi meriam dari perut Jason membuat Ghea terkekeh dan mengurai pelukannya. "Laper, hmm?" sindir Ghea. Jason terkekeh, dan tanpa jaim langsung mengangguk. "Gue mau makan, Bi. Nggak bohong nih makanya perutnya bunyi." "Let's go, deh, kita makan." "Ke rumah Aris, yuk? Dia punya banyak makanan, lumayan irit nih kita numpang makan di sana." "Ha ha ha. Yuk!" (*) Mengapa rumah Aris menjadi ramai oleh sahabat-sahabatnya yang tidak tahu diri karena menumpang makan dengan seenak jidat? Bahkan Aris tidak kebagian ayam karena Remond mengambil dua. Ingin makan tahu, sudah dicomot Denis. Berniat mengambil oseng kangkung, malah dihabiskan oleh Anya dan Zaky. Akhirnya Aris hanya makan tisu dengan kuah sop basi. Itu bohong, kok. Jangan dibayangin. "Ris, besok gue ke rumah lo lagi, ya!" kata Remond dengan semangat. Aris mendengus, "Bangkrut usaha emak-bapak gua." "Jangan pelit-pelit lah, Ris. Nggak baik," kekeh Jason. Tok!! Tok!!! "Pintunya bunyi, ih serem! Apa mungkin kayunya kesurupan?" Remond bergeridik, sehingga ia langsung dijitak Zaky. "Ada tamu, b**o! Yakali bunyi sendiri." "Oh iya," jawab Remond cuek sambil kembali pada ayam gorengnya. Aris bangkit dari duduknya, belum juga ia berbicara, sudah ada suara cempreng dari arah pintu utama. "Kalian diem aja di sin---" kalimat Aris terpotong oleh panggilan bernada tinggi. "Abang Angkasa!! Abang ada di dalem nggak, Bang?!!" Seketika hening. Jason, Denis, Remond dan Zaky saling tatap-tatapan, karena tidak pernah ada siapapun orang yang memanggil nama depan Aris. Bahkan kedua orangtua Aris tak pernah memanggil 'Angkasa' pada cowok berotak rada-rada itu. "Sialan." Aris mendengus, membuat sahabat-sahabatnya langsung memasang wajah investigasi. "Abang Angkasa, lo dimana---Eh, ramai banget?" Cewek. Yang memanggil Aris dengan nama depan cowok itu seorang cewek dengan seragam SMA yang tak asing karena itu seragam SMA Mahardika. "Halo! Gue Remond, lo siapa?" dengan sok akrabnya Remond langsung melambaikan tangan sambil pamer paha ayam. Cewek berseragam SMA itu tersenyum dengan lebar. "Tahu kok. Kakak namanya Remond, yang lagi pegang tahu itu kak Denis. Itu kak Zaky, sebelahnya kak Anya, dan yang paling keren kak Jason. Sebelah kak Jason itu kak Ghea 'kan? Tahu, kok. Tapi yang paling ganteng dan manis tetep Angkasa Adaris!" Mereka kembali melongok. Cewek ini hapal nama mereka tetapi mereka tak pernah bertemu bahkan ini kali pertama mereka melihat cewek yang mempunyai lesung pipit ketika tersenyum ini. "Lo," suara Aris tertahan, lalu ia menarik tangan gadis itu keluar dari dapur. "Oke, apa cuma gue yang bingung?" celetuk Zaky ketika Aris sudah melangkah pergi. Denis tertawa. "Itu cewek siapa, dah? Dia manggil Aris itu Angkasa, lho. Kocak." "Angkasa Adaris, nggak salah sih," jeda, "tapi aneh ya?" Jason pun ikut tertawa. "Dari gelagatnya sih tuh anak SMA demen sama Aris. Mungkin." Anya mengangkat bahunya. "Daripada mengada-ada, mending kalian tanya langsung nanti sama Aris," kata Ghea, memberi saran. Lalu tak berapa lama, Aris sudah kembali tetapi hanya sendirian. "Abang Angkasa, tadi itu siapa, Bang?" ledek Remond dengan nada sok kemayu. Aris menjawab, "b*****t lo." "Aris, nggak mau cerita sama kita?" "Apaan?" "Siapa itu Aris? Eh salah, siapa itu, Abang Angkasa?" Jason ikut-ikutan meledek. "Nggak penting karena itu bukan urusan gue juga. Gue nggak peduli," jawab Aris cuek. "Namanya siapa? Mungkin Oneng? Neneng? Siti Markonah? Eh, siapa sih?" "Saphire. Namanya Saphire, tetangga sebelah gue yang baru. Udah diem." "CIEEEEEE!!!" "Lah, ngapa jadi pada g****k?" Mereka semua tertawa, hanya Aris aja yang masa bodo sambil menyuapkan makanan yang tersisa di atas meja makan. "Denis, kayanya lo bakal kehilangan partner jomblo lo, deh. Cepet-cepet cari gebetan, Man!" Jason menepuk-nepuk d**a Denis dengan dramatis dan mereka kembali tertawa. *** "Bang," "Apa?" "Boleh tanya?" "Sejak kapan mau nanya aja harus izin dulu sih, Dek?" Ghea berdehem, lalu dengan ragu ia mengeluarkan suaranya, "Lo... Homofobik, Bang?" "Maksudnya?" "Geli liat gay or anything yang menyangkut kisah cinta sesama jenis?" Dammi yang semula sibuk bermain COC, langsung melirik Ghea. "Lo lesbi? Astaga, sejak kapan? Kasian banget sih Jason, astaga." "Gue normal, t***l! Gue nanya doang!" "Oh..." "Jawab!" "Biasa aja, sih. Yang penting nggak ada gay yang demen-in gue. Kalau iya, ih nggak deh, ah. Jauh-jauh, gue masih doyan cewek." Ghea menghela nafasnya lalu tak berbicara lagi. "Dua bulan yang lalu Jason ke Rumah sakit ya, Dek?" tanya Dammi. "Iya." "Kenapa?" "Bilangnya sih keseleo pas main boxing." "Ha ha ha." "Iya, emang payah---" "Bukan payahnya, Dek. Kejujurannya yang lo harus pikirin. Gue boleh aja playboy, tapi lo harus dapet cowok yang baik-baik, ya." Ghea mengerutkan dahinya, "Lo pikir Jason nggak baik?" "Bukan gitu. He's a bad boy." "..." "Semanis, sesetia, sesayang, atau apapun itu, back to topick : he's a bad boy." Ghea mengangkat bahunya, memilih mengirim pesan pada Jason dan membiarkan Dammi sok-sokan menjadi Mario Teguh gagal. Abighea : Lg ngapain lo? Bete bgt gua Jason : Cieee kangen gue ciee :p Abighea : Gesit amat balesnya Jason : Buat lo, apasih yg gak cpet? Abighea : Lo lg ngapain? Jawab dulu Jason : Lagi mau motret hari ini di studio lumayan penuh, Sayaaaaang. Udah dulu, oke? Nanti gue telepon :* "Heh, mending beliin gue cendol gih, ke depan, daripada chat-an mulu!" Ghea mendengus, dengan terpaksa ia mengambil uang dua puluh ribu dari tangan Dammi dan melangkah keluar untuk membeli es cendol enak langganan Abangnya itu. Baru saja Ghea keluar dari area perumahan dan melangkah melewati g**g-g**g kecil, mood-nya langsung berubah drastis. Mengeluarkan ponsel, ia mengirim pesan dengan perasaan kecewa. Abighea : Lo lagi motret? Di Studio? Jason : Iya. Abighea : Udah, ngomong aja lo sebenernya lagi dimana. Jangan ngeles, jangan jadiin motret sebagai alasan. Lo tahu 'kan kalau gue paling nggak suka dibohongin? Dan sekarang lo lagi melakukan hal itu. Lalu, tak ada balasan dari Jason.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD