LUNCH

1035 Words
Sempat nanya juga, kenapa bapak milihin Kinan buat jadi istri saya. Tapi bapak gak jawab alasannya. Bapak Cuma bilang Suatu saat nanti kamu akan tau sendiri . dan betul kata bapak, sekarang saya tahu sendiri. Saya justru pingin banget bilang terimakasih kepada Bapak atas keputusan konyol nya ini. Sekarang hidup saya jauh lebih berwarna dibandingkan yang dulu. Sekarang saya juga sudah mengerti, mengapa Kinan begitu di incar oleh para teman – teman saya di kampung, dan sekali lagi, saya beruntung karena saya yang menenangkannya. Saya sendiri tidak yakin bahwa saya telah jatuh cinta dengan Kinan atau hanya sekedar rasa nyaman belaka, tapi ketika saya menurunkan Kinan di depan kostannya, ketika ia turun dari mobil dan masuk ke dalam kostan, detik itu juga saya merasa hampa, saya merasa ada yang kosong saya merasa ada yang hilang dari diri saya. Dan ketika menatap wajah Kinan, ada rasa hangat yang saya rasakan. Saya merasa senang ketika Kinan berada di sisi saya. Ini apa? Entahlah mungkin saya yang telah jatuh duluan.                 “Mas, terimakasih banyak. Sampai ketemu” Kira – kira begitu kata Kinan saat saya mengantarnya hingga ke depan kostan, ia turun dari mobil kemudian masuk ke dalam kostannya. Ia melambaikan tangannya di balik pagar. Saya menurunkan kaca dan membalasnya dengan senyuman. Saya melirik kursi yang hampir dua belas jam di duduki oleh Kinan, rasanya kosong. Rasanya hampa, dan rasanya ingin cepat – cepat bertemu dengan Kinan lagi.                 Hari itu saya langsung pulang ke rumah untuk beristirahat , namun saat saya hendak memejamkan mata tiba – tiba ponsel saya bergetar, pertanda sebuah pesan masuk. Saya mencabut kabel charger pada ponsel saya, kemudian mengetikan sandi dan melihat siapa si pengirim pesan tersebut. Kinara             Mas Pras, terimakasih banyak. Selamat tidur.                 Begitu kira – kira isi pesan yang ia kirimkan sebelum tidur, pesan tersebut hanyalah sebuah pesan singkat biasa yang seketika sukses membuat pipi saya memerah dan membuat saya dapat tidur dengan lelap. Keesokan harinya, saya bangun dengan keadaan senang, namun ada satu yang menjadi beban pikiran saya hari itu, Kinan belum juga berkabar, padahal sudah hampir mendekati makan siang. Iya , betul . saya mencari sosok Kinan.                 Rasanya agak canggung dan aneh jika saya yang mengirim pesan duluan, lagi pula saya tidak pernah melakukan hal tersebut, ya aneh jika saya yang mengirimkan pesan terhadap Kinan, apalagi kami tidak ada agenda apa – apa hari itu. tapi yabagaimana , sudah kepalang, saya akhirnya memberanikan diri untuk menelfonnya.                 “Halo… Kinan”  Ucap saya ketika Kinan membuka pembicaraan kami dengan kata ‘halo’ dari seberang sana                 “Iya Mas, kenapa?”  Tanya Kinan , Saya diam sejenak. Tidak tahu harus berbicara apa. Saya juga tidak ada tujuan menelfon Kinan selain hanya ingin tau kabarnya dan juga mendengar suara nya hari itu.                 “Ayo, makan siang bareng” Ucap saya, entah kenapa saya malah berani bilang begitu. Kinan sendiri langsung menyahut dengan semangat.                 “YUKK AKU MAU” Ucapnya yang seketika membuat saya bangkit dari tempat tidur yang sejak tadi menemani kegalauan saya hahaha.                  Saya langsung bergegas untuk mandi, waktu terasa terlalu singkat jika bersama dengan Kinan. Saya mandi, kemudian bersiap – siap , setelahnya saya menjemput Kinan di kantornya. Sesampainya saya disana , Kinan telah berdiri di lobby, tentu saja ia menunggu saya. Kinan melambaikan tangannya ketika mobil yang saya kendarai mendekat ke arahnya. Tanpa saya pinta ia pun masuk, duduk di samping saya dan menyambut saya dengan senyum manis.                 “Maaf ya mas, kamu jadi repot gini” Ucap Kinan, saya tersenyum menatap mata nya.                 “Gak repot kok nan, kita makan di warteg ya” Saya sengaja nge tes Kinan, Cuma sekedar mau tau aja, apa dia bersedia jika saya ajak di tempat makan yang murah apa bagaimana.                 Seketika mata Kinan berbinar menatap saya, betul – betul jauh dari ekspektasi yang sejak tadi saya pikirkan “WAH BENERAN MAS PRAS MAU MAKAN WARTEG? YUK SINI, KINAN TUNJUKIN TEMPAT MAKAN YANG ENAK” Ucap Kinan dengan nada yang begitu bersemangat. Saya hanya tertawa pelan melihat tingkah nya yang seperti anak kecil. Siapa yang sangka, seorang Kinara Adelia, sang wanita nomor satu di kampung , bisa bertingkah lucu di hadapan saya. Padahal biasanya ia akan terlihat begitu tegas dan tak jarang ia memasang wajah jutek ketika di kampung.                 Sesampainya di warteg yang Kinan tunjukan, Kinan turun dari mobil dengan sangat bersemangat, hingga ia sepertinya lupa bahwa saya sedang ikut bersama nya. Setelah Kinan turun, saya memarkirkan mobil saya, kemudian menyusul gadis itu.                 “Waah mbak Kinan, temen – temennya mana mbak?” Tanya seorang wanita yang sepertinya merupakan pemilik warteg tersebut. Sepertinya Kinan lumayan sering kesini, mendengar pertanyaan wanita tadi membuat saya bisa menyimpulkan bahwa Kinan sering datang kesini. Kinan tersenyum menanggapi pertanyaan wanita tadi “Hari ini lagi gak bareng mereka buk” Jawab Kinan.                 “Mas nya temennya mbak Kinan ya?” Tanya wanita itu, lagi,                 “Saya calon suaminya Kinan bu” Jawab saya dengan mantap, sementara Kinan menundukan kepala nya malu – malu. Ahh dia lucu sekali.                 Setelah makan, mau tidak mau saya harus mengantarkan Kinan ke kantornya, kata Kinan hari ini ia akan lembur sementara saya akan ada urusan pekerjaan hingga satu minggu kedepan sehingga saya tidak akan berada di Indonesia selama kurang lebih enam hari, jujur ini adalah kali pertama saya merasa berat meninggalkan Indonesia, padahal sebelum – sebelumnya saya biasa saja. Mungkin karena sekarang ada Kinan yang membuat saya betah berlama – lama di sini.                 “Ehm… nan. Besok sampai minggu depan saya ada penerbangan ke Jepang, seminggu sih jadwal nya” Ucap saya, yang hanya sekedar memberitahu Kinan. Setelahnya Kinan menatap saya dengan raut wajah yang seketika berubah, tadinya ia yang tersenyum terus di sepanjang perjalanan tiba – tiba cemberut.                 “Hmmm, kalau gitu hati – hati ya mas” Jawab Kinan, saya hanya mengangguk. Saat Kinan hendak turun dari mobil, saya menahan tangannya, rasanya sedikit canggung tapi yasudahlah , mau bagaimana lagi. “Kalau mau berangkat atau sudah sampai, saya kabari ya. Besok”                 Kinan tersenyum, kemudian mengangguk. Setelahnya ia benar – benar turun dari mobil. Dan lagi – lagi, saat Kinan turun dari mobil, saya kembali merasa kehilangan. Rasanya benar – benar ada yang hilang ketika Kinan sudah tak berada di tempatnya tadi. Aneh, dan saya sudah semakin yakin bahwa saya telah jatuh cinta kepada Kinan, sepenuhnya. Yang jadi masalah di kepala saya saat ini adalah, apakah Kinan juga bisa cinta kepada saya seperti saya mencintainya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD