4. Pilihan Sulit

1174 Words
Semua orang terkejut dengan pertanyaan yang terucap dari mulut Riyon. Sementara, tubuh Nina tampak kaku. Ia juga terus menunduk tak berani mengangkat kepala. “Ri, apa maksudmu?” tanya Rahayu menatap putra sulungnya dengan pandangan tak terbaca. Sementara itu, wajah Ash telah pucat. Ia yakin kakaknya tak mungkin asal bicara dan itu artinya, pria yang menghamili Nina adalah kakaknya. Jika benar kakaknya adalah ayah dari calon bayi di rahim Nina sekarang, bagaimana dengan rencana pernikahannya? “Jadi, kakak adalah pria itu?” tanya Ash dengan suara bergetar. Ia kemudian bertanya pada Nina agar semuanya lebih jelas. “benar dia orangnya, Nin?” Pertanyaan Ash pada Nina membuat kedua orang tuanya tak mengerti, membuat keduanya berada dalam kebingungan yang pasti. Nina berusaha mengangkat kepala. Sambil meremas tangan Ash, ia mengangguk pelan diiringi dengan derai air mata. Andai saja Nina tahu pria itu adalah kakak Ash, ia tak akan menerima lamarannya. Ia lebih baik membesarkan anaknya sendiri bahkan pergi dari kehidupan Ash. Petir seolah menyambar Ash, membuat sekujur tubuhnya kaku dengan wajah semakin pucat. Kakinya bahkan hampir tak bisa menopang berat tubuhnya. “Ash, apa maksud semua ini? Riyon, cepat jelaskan pada ibu, apa yang sebenarnya terjadi!” tuntut Rahayu. Apa yang ia dengar menimbulkan pikiran yang tak dapat dijelaskan, membuatnya berpikir yang tidak-tidak. *** Beberapa saat kemudian, satu keluarga telah duduk di ruang tengah membicarakan masalah yang terjadi. Riyon sudah menjelaskan semuanya, mengatakan kesalahan semalam yang terjadi waktu itu bersama Nina. Begitu juga Ash, ia mengakui kebohongannya, berkata sebenarnya bahwa ia ingin menikahi Nina karena cintanya, tak peduli Nina hamil anak orang lain. Sementara, Nina tidak ada di sana, ia berada di kamar Ash. Setelah ketegangan yang terjadi di ruang makan sebelumnya, Salim menyuruhnya menenangkan diri sementara. Rahayu memijit kepala yang terasa berdenyut-denyut. Siapa yang mengira takdir akan begitu rumit. Kedua putranya memiliki benang tak kasat mata dengan satu wanita yang sama. “Setelah semua ini terjadi, apa yang kau pikirkan, Riyon? Harusnya waktu itu kau tidak meninggalkannya begitu saja.” Bariton Salim terdengar memenuhi ruangan. Sama halnya dengan sang istri, ia juga tak mengira kejadian ini terjadi di keluarganya. “kau kira hanya dengan meninggalkan uang dapat menyelesaikan segalanya? Jika kau tahu itu yang pertama untuknya, harusnya kau tahu dia bukan pelacur.” Hati Ash seperti diiris mendengarnya. Membayangkan kakaknya yang menanam benih di rahim Nina. Kenapa harus kakaknya? Riyon hanya menundukkan kepala. Ia tidak bisa berpikir dengan benar hari itu. “Sekarang, apa yang akan kalian lakukan?” tanya Rahayu yang tak bisa mengambil keputusan. Ia tahu cinta Ash pada Nina pastilah begitu besar, jika tidak, tak mungkin dia sampai mengorbankan dirinya. Namun, bagaimanapun anak dalam perut Nina adalah anak Riyon, kakak Ash sendiri. “Aku akan menikahinya.” “Aku akan tetap menikahinya.” Dua saudara itu berucap bersamaan dan saling menoleh setelahnya. Riyon tak akan membiarkan Ash menggantikan dirinya, menanggung apa yang harusnya menjadi tanggung jawabnya. Sementara, Ash tetap pada pendirian dan keinginannya. Rasa cintanya yang besar dan tulus pada Nina membuatnya tak ingin kehilangannya. Salim memijit kepalanya yang serasa mau pecah. Siapa kira bukan hanya masalah pekerjaan yang membuatnya seakan ingin berteriak, tapi menghadapi masalah dan situasi seperti ini. Namun, bagaimanapun harus ada solusi, jika tidak Nina yang akan jadi korban di sini. Salim menghela napas panjang sebelum akhirnya ia mengambil satu keputusan. “Ayah tidak tahu bagaimana cara menyelesaikan masalah ini, tapi … Ash, bagaimanapun anak yang Nina kandung adalah anak kakakmu. Biarkanlah kakakmu bertanggung jawab.” Mata Ash melebar, ulu hatinya serasa terbakar. Apa yang ayahnya katakan sudah jelas memintanya mengalah, memintanya melepas Nina untuk kakaknya. Salim sudah mempertimbangkan apa yang ia sampaikan. Meski Ash mencintai Nina, tapi dia berhak bahagia tanpa menanggung beban tanggung jawab yang harusnya menjadi kewajiban kakaknya. “Ibu tahu kau sangat mencintai Nina, Ash, tapi … ayahmu benar. Anak yang Nina kandung adalah anak Riyon.” Ucapan ibunya membuat Ash semakin kecewa, membuatnya semakin merasa ini tak adil untuknya. Ia yang sudah lama mengenal Nina dan mencintainya, kenapa harus menikah dengan kakaknya? Padahal ia dengan rela menerima kehamilan Nina tak peduli siapa pria yang telah menanam benih di rahimnya, bahkan meski itu adalah anak kakaknya sendiri. Di sisi lain, Nina tak dapat menahan perasaannya. Perasaan yang bercampur aduk tak dapat dijelaskan dengan kata. Sekarang ia benar-benar ragu apakah harus melanjutkan pernikahan dengan Ash atau tidak. Jika ia menikah dengan Ash, itu berarti kakak iparnya adalah ayah dari anak yang dikandungnya. Kelak jika anaknya lahir dan dewasa, bagaimana ia menjelaskannya? Tiba-tiba Nina merasa kepalanya begitu berat. Beban pikiran yang dialaminya seakan tak mampu dipikulnya di pundak. Dan saat ia mencoba berdiri dari duduknya, ia jatuh pingsan. *** Nina berusaha membuka mata yang terasa berat. Dan setelah matanya menangkap cahaya, ia membuka matanya lebar. “Nina, syukurlah kau sudah bangun.” Nina menoleh ke sumber suara dan menemukan Rahayu duduk di sisi ranjang di sampingnya. Wajah wanita paruh baya itu tampak cemas. Nina berusaha bangun untuk duduk di tengah sakit kepala yang kembali terasa. Rasanya ia ingin pingsan saja bahkan selamanya agar sakit kepalanya sirna. “Jangan memaksakan diri,” ucap Rahayu seraya membantu Nina bangun menegakkan punggungnya. “Jam berapa sekarang, Tante?” tanya Nina dengan suara parau. Ia ingin segera pulang berharap dengan begitu mengurangi beban pikiran. Melihat keluarga Ash membuatnya tidak tenang. “Ini sudah malam, kau mau pulang? Menginap saja di sini, ya,” kata Rahayu sambil menggenggam tangan Nina. “Ta- tapi ….” “Tidur di kamarku.” Sebuah suara tiba-tiba terdengar membuat Nina dan Rahayu menoleh dan menemukan Riyon berdiri di depan pintu kamar Ash. Riyon mengambil langkah dan berhenti di depan ranjang tempat Nina berada. “Aku yang akan menikahimu. Tidur di kamarku.” Mata Nina membulat sempurna. Apa ia tak salah dengar? Ataukah, apakah ia sedang bermimpi sekarang? Riyon, kakak Ash mau menikahinya? Di luar kamar, Ash berdiri di sisi pintu sambil mengepalkan tangan. Hanya mendengar ucapan kakaknya saja sudah membuatnya sakit, bagaimana jika melihat kakaknya dan Nina menikah nanti? Ash memukul dinding kemudian keluar dari persembunyiannya. Dengan lantang ia pun mengatakan, “Biarkan Nina tidur di sini. Nina adalah tamuku. Kakak tidak berhak menyuruh Nina tidur di kamar kakak. Kalian belum menikah!” Riyon setengah membalikkan badan dan menatap Ash yang berdiri di ambang pintu. “Tapi dia berhak tidur di kamarku. Aku ayah bayi yang dia kandung.” “Sudah cukup!” Suara lantang Rahayu menghentikan ketegangan yang terjadi antara kakak beradik itu. “Nina tidak akan tidur di kamar ini, atau kamarmu, Riyon! Nina akan tidur dengan ibu!” Ucapan lantang Rahayu membuat Riyon dan Ash terdiam. Padahal, Riyon ingin Nina di kamarnya untuk bicara lebih dalam mengenai masalah ini. Begitupun dengan Ash, ia ingin Nina di kamarnya agar mereka bicara dari hati ke hati, memintanya memilihnya jika kedua orang tuanya memintanya menikah dengan kakaknya. Rahayu membantu Nina turun dari ranjang dan membawanya keluar dari sana, meninggalkan kamar Ash. Ia berjalan bersama Nina melewati Riyon juga Ash. Setelah Nina dan Rahayu pergi, hanya tinggal Riyon dan Ash yang masih berdiri dalam posisi sampai tiba-tiba Ash mengambil langkah maju dan mencengkram kerah baju Riyon.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD