Oliver tidak berbohong tentang Rusa baru miliknya yang memang sangat cantik. Berkat hewan berbulu itu, Jelita merasa sedikit terhibur dan teralihkan dari pikiran tentang kemunculan Bulan.
Tapi suasana yang sempat penuh tawa itu, seketika beubah saat makan makam berlangsung. Oliver yang biasanya perhatian kali ini terlihat banyak diam dan banyak pikiran.Sementara Olivia memang diam sejak tadi, tapi tatapannya sangat menusuk dan membuat Jelita rasanya ingin mencongkel bola mata calon adik iparnya itu. Sekalipun sudah banyak perubahan yang terjadi, Jelita masih tidak menyukai keluarga ini.
Calon mertua yang sebenarnya baik tapi terlalu tidak peduli. Calon adik ipar yang sangat membenci Jelita dan calon suami yang mencintai wanita lain. Dulu, Jelita selalu merasa keberadaanya seperti duri dalam daging. Sesuatu yang harus ada padahal tidak diinginkan.
Tapi berkat kesempatan kedua yang diberikan Tuhan padanya, Jelita akan menunjukkan bahwa Duri juga bisa menjadi hal paling menyakitkan jika tertancap di tenggorokan. Jelita akan menjadi duri seperti itu. Duri yang membuat si pemakan dagingnya mengalami penderitaan.
"Jelita suka makan malamnya kan?" Desita bertanya setelah mereka selesai makan dan Jelita sedang membantu calon mertuanya itu membereskan bekas makan.
"Suka kok Tan." jawab Jelita sopan.
"Olivia!" Dante berucap cukup keras karena Olivia membanting piring ke rak cuci. Jelita tentu saja tahu alasan Olivia melakukan itu adalah karena keberadaan dirinya. Olivia sejak awal memang sudah memperlakukan Jelita layaknya duri yang tidak diinginkan.
Tapi dibanding anggota keluarga yang lain sebenarnya Olivia termasuk yang paling jujur. Karena sejak awal hingga akhir setidaknya gadis ini tidak berpura-pura baik.
"Aku nggak sengaja Pa. Kenapa sih sensi banget sama aku kalau ada dia." Olivia membalas ketus. Jelita sendiri diam saja dengan tenang. Sambil menikmati wajah tidak enak yang ditunjukkan oleh calon mertuanya. Oliver yang tadinya diam saja juga jadi menoleh ke arahnya setelah mendengar suara piring yang di lemparkan Olivia tadi. Setidaknya perbuatan Olivia kali ini cukup mengganggu pikiran Oliver tentang mantan pacarnya. Karena itu Jelita tidak terlalu kesal.
"Tante minta maaf yah Ta." Ucap Desita terdengar tulus. Jelita tersenyum saja. Sengaja tidak mengatakan apapun agar perasaan tidak enak Desita masih bersisa. Jelita tidak berniat membuat calon mertuanya menjadi lega. Setidaknya berbuat tidak sopan seperti ini saja masih belum Lunas jika mereka ingin membayar Dosa mengabaikan menantu yang sedang hamil di kehidupan sebelumnya. Jelita bahkan sampai meregang nyawa.
"Kalau Olivia memang belum mau bicara nggak papa kok Tan, Om. Jelita juga kayaknya harus pulang soalnya udah terlalu malam." Ucap Jelita sopan. Olivia mengunci dirinya di dalam kamar dan membuat proses diskusi ini menjadi terhambat. Desita terlihat sangat tidak enak. Dan mendengar kalimat Jelita, Dante beranjak menggedor kamar Olivia dengan amukan. Diam-diam Jelita tersenyum.
Peran yang sedang dimainkan Jelita saat ini adalah calon istri baik hati yang tersakiti . Hal itu Jelita pelajari dari Bulan dulu. Bulan yang selalu berperan menjadi orang baik dan tersakiti selalu berhasil menarik simpati orang lain. Hal menyebalkan itu bisa jadi senjata mematikan untuk orang lain. Dan kali ini, Jelita menggunakannya untuk mengganggu Olivia.
Sikap sok baik Jelita dengan ekspresi tersakiti, menggerakkan emosi Dante sehingga pintu kamar Olivia nyaris roboh. Oliver dan Desita tidak bisa berbuat apapun jika Dante sudah bertindak.
Jika di rumah Jelita, Lisa adalah penguasa segalanya, di rumah Oliver Dante adalah pemimpinnya. Dan berdasarkan pengetahuan di masa lalu, Jelita sudah tahu bagaimana menggerakan laki-laki yang dulu paling membela Bulan ini. Dante paling tidak suka dengan penindasan atau ketidak adilan. Sikapnya mirip sekali dengan Regarta dan Chiko. Dan karena hal itulah Bulan bermain peran untuk menarik simpatinya agar bisa menguasai keluarga Oliver.
Tapi kali ini, Jelita sudah lebih dulu mengambil senjata andalan Bulan. Agar setidaknya kedepannya Dante bisa ada di pihak Jelita. Satu-satunya orang yang tidak bisa di bantah oleh Bulan dan Oliver hanya Dante seorang. Karena itu dia adalah senjata yang cukup kuat.
Olivia akhirnya membuka pintunya sambil menangis karena Dante sudah nyaris menjebol pintu kamarnya. "Kamu pikir kamu itu siapa Vi? Kamu nggak punya hak untuk menentukan siapa yang akan menikah dengan kakak kamu! Jangan jadi gadis jahat yang memalukan Vi! Kamu pikir Papa akan belain kamu sekalipun kamu salah?" Dante berteriak marah. Membuat Olivia semakin menangis. Jelita tersenyum miring saat matanya tidak sengaja bertatapan dengan mata Olivia. Jelita bahkan meminum tehnya dengan anggun sambil menunjukkan tatapan kemenangan pada Olivia yang sedang di marahi habis-habisan.
Lima belas menit kemudian Olivia akhirnya kalah dan meminta maaf. Jelita tersenyum saja dan mengangguki permintaan maafnya tanpa basa-basi sedikitpun.
"Terus terang Jelita lebih baik mundur saja Om, Tante kalau memang Olivia tidak berkenan. Mumpung perasaan Jelita juga belum terlalu besar sama Oliver. Soalnya Jelita juga nggak enak kalau terus-terusan jadi penyebab keributan di rumah ini." Ucap Jelita setelah keadaan lumayan tenang. Tidak lupa mimik wajahnya di buat semenderita mungkin. Olivia yang tadinya menunduk langsung menoleh.
"Om yang akan menjadi jaminan bahwa anak nakal ini tidak akan pernah mengganggu kamu kedepannya Ta. Pernikahan ini sudah tidak mungkin di batalkan."
"Iya Ta, sekali lagi Tante minta maaf yah karena kami tidak bisa mendidik putri kami dengan baik." Desita juga menunjukkan perasaan bersalahnya. Jelita pura-pura menghapus air mata buaya yang dia keluarkan sedikit itu.
"Tapi kalau Ayah tahu tentang ini, Jelita rasa Ayah nggak akan setuju pernikahan ini di lanjutkan Om."
"Ayah kamu biar jadi urusan om Ta." nada suara Dante terdengar memohon. Dan mengejutkannya Oliver diam saja.
Pembicaraan itu berlangsung lama dan cukup alot. Jelita terus berusaha untuk melepaskan diri dari keluarga ini sementara Desita dan Dante terus berusaha meyakinkannya untuk melanjutkan pernikahan. Hal ini Jelita lakukan untuk menunjukkan pada Olivia bahwa bukan dirinya yang mengemis cinta Oliver tapi keluarganyalah yang memohon meminta Jelita jadi menantu di rumah itu. Dalam pertarungan kesekian kalinya melawan Olivia, Jelita kembali menang telak. Apalagi di pertengahan diskusi, Oliver juga ikut memohon agar Jelita mempercayai keluarganya.
Ekspresi wajah Olivia tadi benar-benar layak untuk dinikmati. Jelita sedikit puas karena membuat gadis nakal itu mengalami kekalahan sampai tidak memiliki kesempatan untuk bicara lagi selain kata maaf.
Sekarang Jelita sedang menunggu Oliver menerima telpon di perpustakaan saat Olivia tiba-tiba masuk dari pintu lain.
"Kenapa lo nggak jadi aktris aja seperti kakak lo kalau acting lo sebagus itu?" Ucapnya sarkas. Jelita terkekeh kemudian menutup buku di tangannya dan menatap Olivia dengan berani.
"Karena bermain peran dengan tujuan menyusahkan orang lain lebih menyenangkan." Balas Jelita dengan nada bicara meledek. Olivia terlihat kesal sekali.
"Lihat saja! gue pasti akan menunjukkan wajah asli lo itu pada semua orang." geramnya. Jelita kembali tertawa mendengar ancaman Olivia.
"Tidak perlu adik kecil! Gue bukan tipe orang yang gemar menyembunyikan sesuatu dari orang terdekat gue kecuali perasaan gue. Karena itu nggak ada yang bisa lo bongkar. Jangan samakan gue kaya mantan pacar kakak lo yang penuh drama itu." Balasan Jelita menyulut api kemarahan Olivia. Karena Olivia tentu saja tahu siapa yang Jelita maksud.
"Jaga ucapan lo yah! mbak Bulan itu orang baik. Karena itu sekalipun beliau udah meninggal gue masih lebih suka dia di banding lo yang kaya nenek sihir."
"Benarkah dia udah meninggal?" Tanya Jelita kemudian tertawa licik. Jelita berjalan anggun mendekati Olivia dan tersenyum lebar. "Sayangnya gue udah ketemu tuh sama Bulan. Dia masih hidup, masih sehat dan itu artinya lo di bohongi. Nggak mungkin kan orang baik tukang bohong?" bisik Jelita manis kemudian sengaja mengarahkan buku di tangannya menuju rak di atas kepala Olivia sehingga gadis itu reflek menunduk. Jelita lagi-lagi tersenyum penuh kemenangan.
"Jangan bicara omong kosong!" Olivia berteriak kesal. Kesal karena Jelita terlihat sengaja ingin mengenai kepalanya dengan buku dan kesal karena Jelita membicarakan hal buruk tentang Bulan.
"Bukan urusan gue lo mau percaya apa enggak. Tapi gue bisa jamin kalau dalam waktu dekat dia akan muncul di depan lo. Tunggu aja calon kakak ipar favorit lo itu. Kalau bisa membatalkan pernikahan gue malah bagus. Gimana kalau lo cari aja mumpung gue belum nikah?" Ucap Jelita lagi dengan senyuman meremehkan. Wajah Olivia memerah karena amarah. Jika membayangkan posisi Olivia, sikap Jelita memang sangat menyebalkan. Tapi di sisi Jelita juga Olivia tidak kalah menyebalkan.
"Jelita!" Suara Oliver dengan nada memperingatkan itu membuat Jelita sedikit tersinggung. Jelita tidak bisa menafsirkan apakah bentakan Oliver ini disebabkan karena Jelita mengatakan ingin membatalkan pernikahan atau karena Jelita membicarakan Bulan. Tapi Jelita merasa alasan kedua adalah yang benar mengingat sikap Oliver yang jadi lebih pendiam setelah bertemu Bulan tadi.
"Kenapa? kamu tidak suka aku membicarakan mantan pacar tersayang kamu itu?" Tanya Jelita kemudian tersenyum getir. "Apalagi tadi kalian habis bertemu kan? aku cukup terkejut kalian tidak saling sapa padahal selama bertahun-tahun kamu gagal Move on karena kepergiannya kan mas? Atau mau sekalian aja kita batalkan pernikahan ini karena mantan kamu sudah kembali?" Jelita lepas kendali karena merasa marah sekali akibat bentakan Oliver tadi. Oliver terlihat kaget mendengar kalimat Jelita.
"Kamu kenal Bulan?" Laki-laki itu malah bertanya dan membuat Jelita semakin jengkel.
"Kan tadi kita habis bertemu."
"Kak, beneran mbak Bulan masih hidup?" Olivia bertanya dengan ekspresi kaget. Menghentikan Oliver yang hendak membalas ucapan Jelita lagi.
"Aku sudah bilang kan sama kamu, aku nggak suka kamu dengan mudahnya membicarakan pembatalan pernikahan kita Ta." Oliver berucap lembut. Mengabaikan pertanyaan Olivia karena dia tahu Jelita sedang marah saat ini.
"Sampai detik ini saja kamu tidak pernah membuktikan bahwa kamu layak untuk aku pertahankan mas. Kamu tidak jujur, kamu banyak menyembunyikan__"
"Aku tanya apa benar mbak Bulan masih hid__" Kalimat Olivia yang memotong ucapan Jelita terhenti karena Jelita membanting ponselnya sampai berhamburan. Olivia kaget bukan main dan sedikit takut. Untungnya Dante dan Desita sedang pergi setelah selesai diskusi tadi sehingga mereka tidak mendengar pertengkaran ini.
"Setidaknya kalau lo emang jahat yang tahu sopan santun! nggak denger orang lagi ngomong?" Jelita berteriak marah. "Di mata lo gue emang nggak penting, tapi gue lebih tua dari lo!" tambah wanita itu lagi. Oliver langsung berlari memeluk Jelita dan menjauhkannya dari Olivia yang sudah terlihat ketakutan.
"Udah yah Ta, aku minta maaf Ta. Aku minta maaf." Oliver bergumam.
"Gue nggak mau nikah sama lo sampai adik lo yang kurang ajar ini datang ke rumah dan minta maaf sama gue dan orang tua gue Ol. Gue pulang sekarang!" Teriak Jelita setelah mendorong oliver dari pelukannya.
"Gue udah cukup sabar nahan omongan jahat adiklo yang ngatain gue perempuan murahan, nenek sihir, tokoh antagonis dan bahkan perempuan jalang. Kesabaran gue juga ada batasnya." Omel Jelita sambil menyambar tasnya kemudian pergi dengan membanting pintu.
Sejujurnya Jelita tidak peduli keputusan apa yang akan diambil Oliver nantinya. Yang jelas sekarang Jelita sudah masuk taksi dan meninggalkan rumah itu. Oliver berusaha mengejarnya tapi Jelita tidak peduli.
"Anggap aja ini usaha terakhirku untuk melepaskan diri lebih awal dari pernikahan ini." Gumam Jelita kemudian mendesah. Rencananya berantakan karena Jleita tidak sanggup menahan emosi.
Jelita berusaha bersabar menghadapi Olivia tapi tidak bisa. Hatinya selalu dibayang-bayangi rasa sakit yang gadis itu sebabkan di kehidupan sebelumnya sehingga hal kecil saja yang di lakukan Olivia saat ini langsung memicu ledakan amarah Jelita.
Jika Oliver memutuskan untuk membatalkan pernikahan, Jelita merasa dia akan sakit hati karena perasaan yang masih tersisa di hatinya. Tapi itu lebih baik. Karena jika semua masih berjalan seperti di kehidupan sebelumnya, Jelita bukanlah istri yang Oliver inginkan. Jelita dinikahi Oliver karena mirip dengan Bulan yang dikabarkan sudah meniggal. Kebetulan kemunculan Bulan juga terjadi lebih awal di banding di kehidupan sebelumnya. Itu artinya Oliver bisa lebih mudah untuk bersama dengannya karena dia dengan Jleita belum terikat pernikahan.
Mungkin ini bukanlah akhir yang Jelita inginkan, tapi ini lebih baik dibanding Jelita kembali menjadi istri Oliver dan mengalami banyak kemalangan. Akan lebih aman jika balas dendam di lakukan di luar pernikahan karena Jelita jadi lebih bebas. Setidaknya itulah yang di putuskan setelah lepas kendali karena sikap Olivia.
"Ayah, ada yang mau aku akui sama Ayah." Ucap Jelita di depan pintu ruang kerja Adrian ketika dia baru sampai rumah. Tidak lama kemudian pintu ruangan itu terbuka dan Adrian berdiri di sana dengan mimik wajah khawatir sebab mata Jelita memerah seperti ingin menangis.
"Adik Oliver tidak suka Jelita, dia sering mengatakan hal buruk ke Jelita. Karena itu bolehkan aku membatalkan pernikahan ini?" tanya Jelita dengan air mata berhamburan. Selain membuat Olivia minta maaf, Jelita memiliki maksud lain dengan melakukan hal ini. Dan hal itu akan terungkap sesuai dengan sikap yang diambil Oliver.
***