Adrian diam saja sambil memeluk putrinya yang sedang menangis sesenggukan. Tapi Jelita tahu bahwa ayahnya sangat marah.
Jelita bukan anak nakal dan cengeng selama ini. Gadis itu hampir tidak pernah menangis kalau tidak ada hal yang benar-benar menyakitinya. Sebenarnya apa yang dilakukan Olivia tadi tidak cukup menjadi alasan Jelita menangis sampai seperti sekarang.
Tapi begitu berhadapan dengan Adrian sambil mengadukan perilaku Olivia, Jelita jadi teringat kembali betapa sulitnya dia di masa lalu. Jelita juga jadi sangat merindukan ayahnya karena di kehidupan sebelumnya dia jadi jauh dengan keluarganya karena gengsi dan rasa cintanya yang besar pada Oliver.
Rasa nyaman memiliki tempat mengadu juga jadi alasan lain kenapa Jelita menangis. Rasanya seperti lega karena tidak seperti dulu yang selalu sendirian dan memendam semuanya seorang diri, kini Jelita bisa mengadukan masalahnya pada Ayah yang sangat mencintainya.
"Ayah memang setuju kamu menikah dengan Oliver karena dimata Ayah dia cukup baik di banding kandidat lain. Tapi kalau memang kamu tidak ingin, Ayah bisa membatalkannya. Kebahagiaan kamu adalah yang paling utama." Ucap Adrian setelah Jelita tenang. "Ayah minta maaf karena tidak tahu kalai adiknya Oliver ternyata tidak menyukai kamu. Ayah minta maaf karena keputusan ayah membuat kamu menangis sampai seperti ini." Adrian menambahkan. Sambil tangannya membelai lembut rambut Jelita dan membuat gadis itu merasa sangat nyaman.
"Besok Ayah bicara sama keluarga Oliver yah kalau memang kamu mau pernikahan ini dibatalkan." Ucap Adrian lembut. Jelita diam saja, rasanya sulit mengatakan bahwa dia benar-benar ingin pernikahan ini dibatalkan. Perasaan cintanya pada Oliver masih begitu besar dan membuat dadanya sesak. Tapi Jelita akan menunggu keputusan Oliver saja. Jika laki-laki yang datang untuk membatalkannya maka Jelita akan menerimanya dan melakukan balas dendam dengan cara lain. Tapi jika laki-laki itu datang membawa adiknya untuk minta maaf dan tidak ingin pernikahan ini di batalkan padahal dia sudah melihat Bulan dan sudah tahu Bulan masih hidup, mungkin saja masa depan sudah berubah dan Jelita akan mencobanya. Mencoba pernikahan itu dengan hati-hati sambil tetap waspada. Setidaknya sampai dia hamil.
Dalam kehidupan kali ini Jelita sungguh sangat ingin menyelamatkan anaknya. Anak yang dulu harus meregang nyawa dengan tidak adil padahal dia tidak salah apapun.
Tapi jika Oliver memilih untuk membatalkan pernikahan itu, Jelita akan berusaha untuk ikhlas bahwa anaknya tidak akan pernah ada. Jelita tahu itu tidak mudah, tapi wanita itu tahu bahwa dia tidak memiliki banyak pilihan. Jika keadaanya terus seperti ini dan Jelita memaksakan diri demi anak, maka dirinya akan kembali kehilangan nyawa karena kombo Olivia dan Bulan adalah hal yang sangat mematikan dan membuat Jelita sangat menderita di masa depan.
Setidaknya Jelita ingin mengalahkan salah satunya dulu agar yang nantinya Jelita lawan hanya Bulan saja. Itulah alasan kenapa Jelita melakukan semua ini.
Keesokkan harinya Jelita sudah jauh lebih tenang, tapi tidurnya tidak nyenyak. Jelita tidak pernah menyangka bahwa kemungkinan dia tidak jadi menikah dengan Oliver sangat mengganggunya lebih dari yang Jelita kira. Tengah malam bahkan Jelita sampai menangis dengan bodoh karena membayangkan Oliver akan menikah dengan orang lain.
Karena itu hari ini Jelita ingin mengeram saja di kamar sambil menenangkan diri. Lagipula tidak ada lagi yang perlu di kerjakan. Semua hal tentang pernikahan sudah hampir selesai dan sisanya di serahkan ke pihak Wedding Organiser. Jika pernikahan ini jadi maka semua sudah siap, tapi jika pernikahan ini batal maka jelita berencana mengeluarkan uang pribadinya untuk bertanggungjawab terhadap kerugiaan yang ada sebagai kompensasi karen Jelita yang mengusulkan pembatalan pernikahan ini lebih dulu.
"Ta, kamu udah bangun?" Suara Regarta membuyarkan pikiran Jelita.
"Kenapa?" tanya wanita itu dengan suara serak. Karena terlalu lama menangis di pelukan Adrian kemarin, tenggorokan Jelita jadi sedikit sakit.
"Mas Rega boleh masuk nggak?" tanya laki-laki itu lembut. Jelita menebak bahwa kakak keponya itu pasti sudah tahu keadaanya.
"Nggak dikunci kok mas." jawab Jelita membuat Regarta langsung masuk.
Regarta tersenyum dengan segelas s**u strawberry di tangannya. Jelita sendiri masih bergelung di tengah selimut gambar tikus pink kesayangannya.
"Nih minum dulu tuan putri." Ucap Regarta sambil menyodorkan minuman kesukaan Jelita itu. Membuat Jelita tersenyum lebarv sambil menerimanya. Keluarganya adalah orang yang paling tahu bagaimana memanjakan Jelita dan membuatnya bahagia. Karena itu Jelita sangat menyesal di kehidupan sebelumnya dia malah mengabaikan orang-orang baik ini hanya karena gengsi dan egonya.
"Makasih mas Rega yang paling aku sayangi di dunia ini." Balas Jelita dengan ringisan setelah menghabiskan s**u yang Rega bawa. Laki-laki itu tersenyum kemudian duduk di tepi ranjang milik adiknya setelah meletakkan gelas kosong di nakas.
"Ada ratusan panggilan tak terjawab dari Oliver sejak kemarin sore, puluhan panggilan dari om Dante dan ratusan Chat masuk juga." Regarta mulai membuka topik yang sudah Jelita perkirakan. "Kenapa? cerita sama mas Rega!"
"Aku yakin Ayah pasti udah cerita." cicit Jelita pelan.
"Mas Rega mau denger langsung dari kamu."
"Olivia nggak suka sama aku mas dan aku sering banget dikatain sama dia dengan kata-kata kasar. Setiap kali aku ke rumah Oliver anak itu pasti selalu memancing keributan yang bikin suasana di rumah jadi nggak enak." Ujar Jelita memberitahu. "Menikah kan artinya aku akan jadi anggota keluarga mereka termasuk Olivia di dalamnya. Aku nggak nyaman kalau ada salah satu dari keluarga suamiku yang sebenci itu sama aku. Dia juga nggak sopan banget sama aku mas. Terus dia juga selalu bandingin aku sama mantannya Oliver." Wanita itu melanjutkan.
"Karena itu kamu mau membatalkan pernikahan?" Regarta bertanya lagi. Jelita menggangguk sebagai balasan.
"Aku rasa lebih baik di batalkan selagi perasaan aku juga belum dalam mas. Aku takut kedepannya malah jadi masalah kalau di lanjutkan. Bisa jadi mimpi burukku waktu itu adalah pertanda agar aku tidak jadi menikahi Oliver kan?" Jawab Jelita sedikit bohong. Jelita memang memutuskan untuk tidak menceritakan segalanya pada Regarta sekalipun laki-laki itu menceritakan mimpi-mimpi miliknya yang menjadi petunjuk masa depan. Entah kenapa Jelita enggan untuk bercerita.
"Kamu tahu kalau pernikahan kamu tinggal seminggu lagi kan Ta? Undangan udah di sebar, media udah tahu dan beberapa keluarga jauh udah mulai persiapan buat datang. Kalau pernikahan ini batal, itu artinya kamu juga tahu apa resikonya. Mas Rega nggak akan maksa kamu melanjutkan kalau kamu memang nggak mau. Karena seperti yang sering mas Rega katakan, kebahagiaan kamu adalah nomor satu. Tapi kamu yakin nggak mau batal nikah? kalau kamu yakin, mas agan bantu mengatasi dampaknya sebisa mas." Regarta bertanya dengan sangat serius dan hal itu membuat Jelita langsung diam.
"Salah satu alasan kenapa waktu itu mas Akhirnya setuju kamu menikah sama Oliver karena mas lihat kamu suka sama Oliver. Mas mau kamu bahagia makanya mas dukung keputusan Ayah. Karena itu, mas nggak mau kamu nantinya menyesal karena keputusan yang kamu ambil dalam keadaan emosi." Regarta melanjutkan.
"Aku menunggu keputusan Oliver mas. Kalau dia datang membawa adiknya untuk meminta maaf mungkin aku akan memikirkan sekali lagi untuk melanjutkan peernikahan ini." Akhirnya Jelita memeberitahu keputusannya. Regarta tersenyum dan memebelai kepala adik kesayangannya itu.
"Tapi kamu juga tahu kan Ta, kalau meminta maaf itu tidak bisa dipaksa. Gimana kalau mas bantu kamu buat ngobrol berdua sama Olivia. Biar kalian bisa menemukan dimana titik ketidak cocokan kalian. Mungkin saja Olivia memiliki keluhan yang kamu tidak tahu dan dia mungkin tidak tahu keluhan yang kamu simpan sendiri. Dua kepala itu berbeda isi Ta, kadang ada yang menurut kamu menyebalkan tapi menurut dia tidak. Begitupun sebaliknya. Sebaiknya kalian bicara bukan? kalau setelah kalian bicara ternyata masih tidak ada solusi dan kamu tetap pada keputusan kamu mas nggak akan protes. Setidaknya kita sudah mencoba untuk memperbaiki masalah ini kan?" Ucap Regarta dewasa seperti biasanya. Jelita terdiam sesaan kemudian mengangguk.
"Tapi kalau memang Oliver mau memperbaikinya. Kalau Oliver memang yang mau putus aku lebih baik nggak bicara sama__"
"Oliver sudah ada di bawah bersama keluarganya lengkap dengan Olivia sejak satu jam lalu. Karena itu kamu bisa menebak apa keputusannya kan?" Potong Regarta sambil tersenyum geli Karena tanpa Sadar Jelita menampilkan mimik wajah lega dan bahagia yang malu-malu. Regarta bisa melihat bahwa sebenarnya, Jelita masih menyukai Oliver dan kemarin Jelita hanya sedang emosi saja karena pusing memikirkan pernikahan.
Setidaknya itu adalah perkiraan Regarta sebagai seorang kakak yang tidak tahu apapun tentang masa depan yang sudah diketahui Jelita. Karena jika Regarta tahu dan percaya pada kisah tidak masuk akal yang di sembunyikan Jelita, wanita itu yakin sekali bahwa kakaknya ini akan menjadi orang yang paling menolak pernikahan itu.
"Oh jadi dia udah mengambil keputusan." Cicit Jelita pelan sambil pura-pura cuek dan masih marah. Regarta mengulum senyum geli.
"Kamu mandi sana, mas Rega tunggu di ruang keluarga. Kita dengar langsung apa yang akan mereka ucapkan. Tadi mas Rega juga sudah mengusulkan agar kamu dan Olivia berbicara." Ucap Regarta diangguki Jelita. Regarta kemudian keluar dan Jelita tidak mampu menyembunyikan senyumnya.
"Tapi tunggu dulu! bukankah Oliver dan keluarganya baru datang saja? mereka belum mengatakan keputusan mereka? Bisa saja kedatangan mereka ingin membatalkan pernikahan bukan?" Jelita bergumam seorang diri sambil mendesah frustasi.
"Dasar Jelita bodoh! udah tahu laki tukang selingkuh dan bakalan bikin lo mati. Masih aja diharepin. Kapan sih cinta sialan ini bisa hilang!" Gerutu Jelita frustasi sambil masuk ke kamar mandi dan membanting pintunya lumayan keras.
***