Malam Ini, Meliuklah Di Bawah Tubuhku!

1309 Words
Sore harinya, Elo mendekati Rania dan memeluk istrinya dari belakang. Di atas kursi roda, Rania tersenyum, sembari menunggu kata-kata manis yang akan keluar dari bibir suaminya. Hal itu memang akan terjadi, tetapi bukan untuk membahagiakan dirinya, melainkan mendapatkan Kalila. Cup. Kecupan palsu yang terasa manis, bersarang di pipi kanan Rania. Elo mulai ingin menyebar racun ke dalam sukma istrinya. "Sayang!" "Ya?" "Apa kamu tidak bosan di rumah saja?" "Mana bisa bosan kalau ada kamu, Suamiku." Elo menghela napas panjang, seolah sedang sesak dengan keadaan. "Kali ini, rasanya berbeda," bisik Elo terdengar manis di telinga Rania. "Kenapa?" tanya Rania dalam senyum. "Katakan saja, Sayang!" "Sebenarnya, sudah satu bulan terakhir ini aku ingin sekali menikmati pemandangan dari ketinggian. Hanya saja, mana enak jika pergi sendiri." "Puncak?" "Ini sudah sangat terlambat jika ke sana," ujar Elo yang memang sengaja mengatakan rencananya ini di sore hari, agar hotel menjadi pilihan terakhir. "Lalu?" "Bagaimana kalau kita ke sebuah hotel yang paling tinggi di kota ini, Sayang? Aku rasa, itu sama saja." Rania melengkungkan bibirnya. Wanita yang satu ini sudah membayangkan malam indah seperti saat malam pertama mereka dulu, bersama suaminya. "Benar juga," gumamnya manja, seraya memeluk erat tangan Elo. "Baiklah, aku setuju." 'Dapat.' Kata Elo di dalam hatinya. 'Sekarang, tinggal ikan besarnya.' "Tapi ... ." Elo menggantung ucapannya. "Kenapa lagi, Sayang?" "Emh, ayo kita berangkat sekarang!" sarannya yang sudah menghitung ketepatan waktu. "Baiklah, setuju." Rania dan Elo bergegas menuju ke hotel di mana mereka akan bermalam. Pikiran Rania sangat tenang dan bibirnya terus saja mengembang. Sebab, ia telah membayangkan percintaan yang indah di waktu malam. Apalagi, Elo sudah cukup lama tidak menyentuhnya. Untuk itu, Rania berharap bahwa malam ini akan terjadi hubungan yang romantis di antara keduanya. Namun sayang, pikiran Rania tak sejalan dengan Elo. Wanita lugu yang sangat percaya kepada suaminya tersebut, sama sekali tidak memikirkan hal buruk, apalagi kecurangan. Berbanding terbalik dengan suaminya yang masih begitu terobsesi terhadap Kalila. Setibanya di hotel termewah di kota ini, Elo berusaha untuk memperlakukan Rania dengan baik. Ia membuat wanitanya itu tersenyum dan bahagia di dalam dusta. Lalu ketika Rania lengah, Elo membubuhkan obat tidur ke dalam minuman yang sudah tersedia di atas meja. Ini adalah trik jitu untuk melumpuhkan dua kakak beradik dari keluarga Husain. Kebiasaan minum air mineral sebelum dan sesudah beraktivitas, dengan jumlah yang banyak, membuat mereka lengah dan sangat tertarik untuk minum di setiap waktunya. Magrib menjelang, Rania dikejutkan dengan ucapan Elo yang membuatnya khawatir. Ia hanya bisa berpikir lurus, dan mengikuti saran dari suaminya. Ini semua merupakan jalan jebakan yang sudah dipersiapkan oleh Elo untuk Kalila. "Sayang-sayang!" Elo mendekati Rania dengan cara bicara yang gelagapan, sambil berlari cepat ke arah istrinya yang menatap langit dari jendela kamar. "Kenapa, kok panik gitu?" "Aku melakukan kesalahan besar tadi pagi. Jadi, pak Hamdani memintaku untuk menukar dokumennya dan diantar ke rumah beliau sekarang juga. Aku bisa dimarahin papa loh gara-gara ini," kata Elo yang terus pura-pura panik. "Tenang dong, Sayang!" pinta Rania sambil memegang tangan suaminya. "Terus apa rencana kamu, Sayang? Kalau memang mau pulang, aku nggak apa-apa kok," ucap Rania yang memang selalu sabar terhadap suaminya. "Nggaklah, Sayang. Aku sudah mempersiapkan malam ini dengan baik, please jangan pulang!" "Oke, maunya gimana?" Elo duduk di bawah lantai tak jauh dari lutut istrinya, lalu ia mendongak dan berkata setengah memohon. "Aku harus urus ini, tapi juga nggak tega ninggalin kamu sendirian di sini," jawab Elo sambil memegang pipi kanan Rania dan sok khawatir. "Terus, apa yang bisa akau lakuin buat bantu kamu supaya tenang dan bisa menyelesaikan masalah kamu? Soalnya aku tahu persis, kalau beliau itu sangat penting buat perusahaan kita." "Kamu bentar banget, Sayang. Makanya aku gak bisa cuek kali ini." "Ya udah, kita cari jalan tengahnya aja!" saran Rania yang terdengar begitu pengertian. "Emmmh." Elo menunduk, pura-pura berpikir keras. "Gini aja, kamu telepon kak Kalila sekarang juga! Terus bilang apa yang sudah terjadi. Setelah itu, kamu minta kakak untuk menemanimu menjelang kepulanganku! Bagaimana?" "Emh, itu ide yang bagus juga. Semoga kak Kalila bisa." Rania terlihat menyetujui rencana suaminya tersebut. Tak lama, di hadapan Elo. Rania menelepon Kalila dan mengutarakan keadaannya. Rania mengatakan bahwa ia sangat ingin menunggu Elo dan bermalam di hotel ini bersama suaminya. Mendengar permintaan adik yang sangat ia sayangi, Kalila langsung menjawab iya. Dia benar-benar tak ingin Rania terluka karena penolakannya. Lagipula, ini hanya kegiatan menemani saudara yang sudah lama tak memiliki waktu bersama dirinya. Saat ini Kalila berpikir. Mungkin, Rania ingin menyampaikan banyak hal kepada dirinya. Hal ini sama persis dengan ketika Kalila mengobrol bersama pak Adi. Demi mulai membuka diri, Kalila yang tak memiliki pikiran buruk terhadap siapa pun, langsung bergerak bebas ke arah hotel terbaik di kota. "Sayang, jangan lama-lama ya nanti!" pinta Rania terdengar manja. Saat ini, tampak jelas bahwa sebenarnya ia lebih memilih malam bersama suami, dari pada kakaknya. Sebab, ia memang sudah rindu berat. Sayangnya, Elo tidak sejalan dengan Rania dan masih saja menjadikan wanita manis ini sebagai jembatan untuk mencapai tujuannya. Sekitar 35 menit setelah Rania menelepon Kalila, Elo bersiap untuk keluar dari dalam kamar ini. Tak lama, terdengar suara pintu kamar yang diketuk dan Rania langsung menyambut kedatangan kakaknya. "Kak!" Rania menyapa sambil membuka kedua tangannya untuk mendapatkan pelukan hangat dari kakaknya. Kalila menundukkan tubuhnya, demi mengimbangi adiknya. "Eeemh, manja," godanya seraya melengkungkan bibir untuk membentuk senyuman. "Maaf ya, Kak! Jadi ngerepotin. Padahal pengen romantis-romantisan," gerutu Rania dengan wajah memerah. "Ini namanya hal tak terduga. Kejadian seperti ini memang sering terjadi. Tapi, anggap saja sebagai pemanis, sehingga malam yang romantis akan menyusul setelahnya. Dengar adik kecil!" kata Kalila sambil menyentuh ujung hidung adiknya. "Ini hanya soal waktu yang sedikit tertunda." 'Kamu sangat cantik Kalila, bagaimana mungkin aku bisa melepaskan kamu. Malam ini, meliuklah di bawah tubuhku!' Kata Elo tanpa suara, sembari menatap kakak iparnya dari atas (Posisi berdiri). "Kakak memeng sangat pengertian. Makasih ya, Kak," tukas Elo dalam senyum yang menyimpan banyak rahasia. "Oh iya, aku juga sudah memesan makanan buat kalian berdua. Tenang aja! Semua menu itu adalah makanan favorit kalian, jadi tidak akan menyesal." "Ya ampun, kok masih sempat-sempatnya ngurusin perut kita?" tanya Kalila sambil berdiri untuk menatap adik iparnya. "Padahal kalau soal itu, kan bisa kita aja yang melakukannya." 'Tuhan ... tatapannya.' Tubuh Elo bergetar menahan segudang keinginannya. "Sebenarnya, aku sangat tidak enak sekali sama kak Kalila. Tapi, mau bagaimana lagi?" "Sudah-sudah! Ini bukan beban. Pergilah sekarang agar bisa segera pulang," saran Kalila yang kali ini terus saja tersenyum. Kalila memang begitu jika di depan Rania. Semua demi membahagiakan hati adik kesayangannya. Tapi jika hanya ada dirinya dan Elo saja, jangan kan sebuah senyuman. Tatapan mata dalam yang bersahabat pun, tak akan ia berikan. 'Seandainya istriku kamu, aku tidak akan seperti ini. Setiap detik, aku akan memberikan kecupan liar pada tubuhmu.' Elo kembali berdiskusi pada dirinya sendiri. "Hei, Elo! Kenapa kamu?" tanya Kalila karena melihat adik iparnya termenung sambil memperhatikan dirinya. "Maaf-maaf! Aku masih enggan untuk pergi dan sedikit memikirkan tentang kemarahan pak Hamdani yang akan terjadi sebentar lagi," jawab Elo yang sangat pintar menutupi segalanya. Kalila memegang pundak kiri Elo. "Tenang saja! Kalau kamu tepat waktu kali ini, beliau tidak akan marah." "Emh," gumam Elo yang sudah tersengat listrik cinta, meski hanya dengan sedikit sentuhan saja. "Makasih, Kak." Kalila menurunkan tangannya, dan langsung membawa adiknya ke sisi balkon kamar hotel. Ia ingin Rania tetap tersenyum dengan tidak melihat kepergian Elo sebentar lagi. Elo yang masih kesemsem dengan sentuhan kecil dari Kalila, tampak tersenyum sepanjang jalan menuju ke areal parkiran. Ia pun terus saja memegang pundak kanan dengan tangannya sendiri. Sesekali, Elo menciumi telapak, seolah tengah menikmati kulit mulus Kalila. Apalagi aroma tubuh perempuan berlesung pipi dalam itu, masih melekat sempurna di kemeja Elo. "Hmmm, bayangkan apa yang akan terjadi malam nanti?" Elo bertanya pada dirinya sendiri. "Aku akan menikmati waktu dengan baik, sepanjang malam." Hati Elo berbunga-bunga, seolah Kalila telah menantinya dengan keindahan yang sempurna. Bersambung. Jangan lupa untuk meninggalkan komentar, tab love, dan follow aku ya, makasih.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD