"Mas Mul mau mandi duluan?" Mulya masuk ke kamar dan langsung disambut Yuri dengan uluran handuk. "Apa mau barengan?" Mulya meraih handuk itu dengan alis terangkat. "Udah nggak marah lagi?" "Ih, siapa juga yang marah. Aku tuh, cuma kesal aja." Sudut bibir Yuri berkedut, kesulitan menahan senyum. "Kan istri nggak boleh marah sama suami." "Kalau suami salah, istri boleh marah. Yang nggak boleh itu, marah tanpa alasan." "Ah, ya itu maksudnya." Hati terlalu berbunga-bunga, sampai-sampai Yuri tidak sadar dengan apa yang diucapkannya. Wajahnya sekarang makin memanas karena malu. "Tapi di jalan tadi Mas Mul juga marah-marah nggak jelas." "Itu—" "Nggak apa-apa, nggak usah dibahas," sela Yuri menghindari perdebatan lebih lanjut dan merontokkan bunga-bunga yang sedang bermekaran ini. "Nam