bc

MISTY AND TRANSACTIONAL LOVE

book_age16+
218
FOLLOW
1.3K
READ
family
arranged marriage
drama
sweet
bxg
humorous
cheating
like
intro-logo
Blurb

Love will find you if you try.

Itu menurut orang-orang di luar sana.

Tapi bagaimana menurut Randy dan Klara, yang perjalanan cintanya tidak semulus Pasangan lain? Mereka pikir, usaha mereka sudah lebih dari cukup agar hubungan mereka dengan Pasangan masing-masing disetujui keluarga mereka. Sampai-sampai, mereka terlibat dalam hubungan fiktif dan transaksional yang membuat kehidupan mereka kian runyam.

Akankah mereka berdua berlabuh di hati orang yang mereka cintai, dan maukah mereka berusaha sungguh-sungguh?

chap-preview
Free preview
Prolog : Perjodohan Terselubung Yang Berkedok Arisan?
“Untung saja Mbak Rara bisa datang ke rumah hari ini. Mau-maunya lagi, terjun ke dapur membantu mempersiapkan kudapan yang mau disajikan ke Para Tamunya Ibu, hari ini,” cetus Nina, Asisten Rumah Tangga yang sudah lama bekerja di kediaman Pak Alvin dan Bu Ellen, kedua Orang tua Rara.                 Wajah Asisten Rumah Tangga itu terlihat ceria. Wajar, sebab Asisten Rumah Tangga yang lainnya yakni Izmi, sedang ijin untuk pulang kampung sehubungan persiapan pernikahan Salah satu kerabatnya. Sedangkan Mbok Sari, Salah satu Pegawai Bu Ellen di laundry yang kadang-kadang bisa dimintai tolong kalau ada acara seperti ini, juga sedang berhalangan sehingga tidak dapat datang ke rumah Sang Majikan.                 Klara hanya mesem-mesem kecil merespons ucapan Nina..                 Kalau saja dia diberikan kesempatan untuk menuruti kata hati, sebetulnya Klara tergoda mau menjawab secar jujur demikian ini, “Dipaksa, Mbak, sama Mama. Kalau nggak dipaksa dengan strategi jitunya Mama yang pakai acara memelas segala, sebetulnya aku juga agak susah mengatur waktuku. Dan terutama, rada malas sih, ketemu sama Mbak Irene di sini. Ah, semoga saja dia masih sibuk berat dengan segala macam acara berbenah rumah barunya, setelah pulang dari berbulan madu. Semoga saja dia kecapean dan nggak sempat untuk datang kemari.”                 “Terima kasih lho Mbak Rara, mau membantu saya, he he he.” Nina terkekeh. Klara mesem-mesem saja. Sekarang dirasakannya hatinya tergelitik mendapati menu hidangan yang menurutnya terlampau banyak dan berlebihan itu. “Kurang berapa macam hidangan yang mau disiapkan, Mbak? Kok Mama bukannya pesan semuanya ke pihak catering saja sih? Pakai acara dikombinasi begini, ada yang pesan, ada yang sengaja membuat sendiri? Memangnya Tamu arisannya ada berapa Orang, Mbak Nina tahu nggak? Dan apa Mbak Nina yakin, itu hanya acara arisan? Kok kalau dipikir-pikir..., lebih mirip pesta ulang tahun saja,” urai Klara panjang lebar. Dengan tangannya yang terampil, Klara mengeluarkan bolu singkong andalannya, yang merupakan resep turun temurun dari Almarhumah Sang Nenek. Ini sudah loyang yang keempat. Luar biasa! “Kelihatannya karena nggak semuanya bisa disediakan sama Pihak catering, Mbak Rara. Contohnya, bolu singkong ini. Juga sayur asem dan sambal terasi yang disiapkan secara khusus sama Ibu, dari tadi. Jadinya, ya sebagian pesan, sebagian lagi disiapkan sendiri.” “Sayur asem sama sambal terasi? Astaga! Kok kelihatannya nggak nyambung sama hidangan yang lainnya. Tadi aku pikir itu mau buat dimakan sendiri. Makanya hampir mau komentar, kok banyak amat masaknya. Kirain mau dibagi-bagi ke Tetangga samping dan seberang rumah,” sahut Klara. “Itu kelihatannya maunya Teman-temannya Ibu deh, Mbak. Mereka pasti pernah mencicipi sayur asam dan sambal terasi buatan Ibu, makanya sengaja bikin permintaan khusus.” “Ha ha ha.” Klara tak dapat menahan tawanya. Dia tak habis pikir dengan selera ‘campur baur’ Teman-teman Ibunya. Klara memerhatikan bolu yang telah dikeluarkannya dari oven. Matanya lantas memandangi sejumlah hidangan yang telah berjajar di atas meja panjang. Iseng, dia menghitung dengan telunjuknya. Berbagai jenis hidangan ada di sana. Ada makanan pembuka, menu utama hingga kudapan penutup. Ada sate ayam dengan bumbu kacangnya yang mengoda, ada opor ayam, ada siomay, ada berbagai macam salad sayuran sampai tumis sayur-mayur, bermacam gorengan yang menggoda selera, sampai makanan ringan. Tepat seperti apa yang dikatakan oleh Klara tadi, ‘sungguh tidak nyambung’, karena satu Orang dipastikan tidak mungkin mencicipi semua menu yang tersedia. Malahan minuman saja ada bermacam-macam. Klara melihat yang sudah disiapkan adalah minuman kaleng. Tetapi dia tahu pasti, masih ada sejumlah pilihan minuman lainnya yang harus mereka persiapkan setelah ini, yaitu aneka syrup dan lainnya. “Ini buat apa, Mbak?” tanya Klara sembari menunjuk buah-buahan yang masih teronggok di lantai. Seingatnya, Mamanya juga sudah membuat puding buah tadi. Makanya dia berpikir bahwa Nina lupa memasukkan buah-buahan tersebut ke dalam kulkas.  Nina mengikuti arah yang ditunjuk oleh Klara. “Oh, itu. Mau buat sup buah, Mbak.” “Hah?” “Kok hah, Mbak?” “Lha katanya mau buat dadakan juga, untuk minuman Thai Tea dan semacamnya. Itu sudah sengaja aku bawain alatnya lho. Kata Mama, jaga-jaga kalau ada yang mau cobain juga.” “Ya itu juga, Mbak. Pokoknya Ibu nggak mau mengecewakan Para Tamunya.” “Ck! Ck! Ck! Ini sudah seperti mau kasih makan Orang satu kampung. Niat banget,” komentar Klara. Lalu tatapnya menangkap ke arah tumpukan wadah plastik yang ada di dekat meja pantry. Wadah yang biasanya digunakan di sejumlah restaurant untuk tempat makanan yang dipesan antar. Jumlahnya lumayan banyak. Nina tertawa. “Biasa Mbak Rara. Namanya juga Ibu-ibu yang datang. Nanti pasti deh, pada menyelinap ke dapur dan minta dibungkusin. Pasti ada yang suka menu tertentu dan minta disiapkan untuk dibawa pulang.” “Oh. Pantas.” Klara manggut-manggut. Sekarang Klara dapat tersenyum puas. Ia teringat usahanya untuk membantu memarut singkong dengan Nina tadi. Cukup memakan waktu. Waktu yang seharusnya dapat ia pergunakan untuk duduk di belakang laptop untuk mencari sejumlah informasi berguna yang dapat memancing ide kreatifnya untuk diterapkan ke pekerjaannya. Tapi nggak apa deh. Sekali-kali jadi Anak baik. Apalagi, Mama dan Papa pasti lebih kesepian sekarang, karena Kakakku yang bawel itu sudah pindah ke rumah baru, batin Klara geli. Saat Klara tengah mengiris bolu singkong dan menatanya di atas piring cantik, suara Sang Mama terdengar. “Hallo, Anak Mama! Wah, Terima kasih banyak kamu mau repot-repot bantu Mama hari ini. Itu aroma bolu singkongnya sungguh menggoda. Rasanya Mama mau simpan satu loyang deh, buat kita sendiri,” sapa Sang Mama. Klara mengangkat wajahnya. “Mama dari mana? Dan bawa apa lagi itu?” tanya Klara. Sang Mama meletakkan dua tas karton yang tampak sarat isian ke atas sebuah kursi. “Ini, Mama baru ambil pesanan serabi dan kue pukis. Yang ini kesukaan Tante Jenny dan Tante Amel.” “Lho, nggak bisa diantar, Ma? Pakai diambil segala?” “Sayangnya, nggak bisa, Ra. Mereka nggak ada jasa pesan antar.” “Ya pakai ojek daring lah, Ma. Biar nggak buang waktu. Mama kan harus siap-siap juga. Jam berapa sih, Tamunya Mama bakalan datang nanti?” Sang Mama menyenyuminya. “Nggak apa. Sekalian silaturahmi sama yang punya toko. Ini kan yang punya toko Salah satu Teman Mama di Yayasan. Mama tinggal menata ini dan mengupas buah kok. Yang lain sudah siap semua kan? Nina, apa yang kurang?” ucap Bu Ellen. Pertama untuk menjawab pertanyaan Sang Anak, kedua, untuk melontarkan pertanyaan kepada Sang Asisten rumah tangga. “Sudah beres semua, Bu. Tinggal sop buah.” “Ya sudah, aku saja yang potong buah dan bantu menata serabi dan kue pukisnya. Mama mandi dan siap-siap, sana,” sela Klara. “Lho, kamu kan juga harus mandi dan siap-siap.” “Hah? Buat apa, Ma? Kan ini acaranya Mama, bukan acaranya aku?” Sang Mama lekas tersadar akan reaksi spontan Klara. Dia sedikit tergeragap. Namun secepat kilat dia mengatasi kegugupannya. “Oh, bukan begitu, Sayang. Ya masak kamu nggak mau menemani Mama buat mengobrol sama Para Tamu Mama nanti?” Kening Klara berkerut. Baru satu detik membayangkan dirinya berada di tengah-tengah sekumpulan Ibu yang ditengarainya pasti begitu aktif bicara tentang skin care keluaran terbaru yang digunakan oleh para bintang film K-Drama, produk makanan sehat, klnik kecantikan yang tengah hits, tas branded edisi terbatas, sinetron yang tengah naik daun, membanggakan prestasi Anak-anak mereka, menceritakan kesuksesan usaha Suami mereka, sampai secuiiiil...., sekali, tentang kegiatan sosial yang mereka selenggarakan saja, sudah membuat Klara enggan. Dia yakin dirinya akan serasa berada di di tengah gurun. Tersesat. Dia yakin tidak akan bisa membaur dengan mereka. “Waduh! Mengobrol dengan Para Tante itu, Ma?” Sang Mama menepuk pipi Klara. “Iya. Kenapa memangnya?” Klara mengangkat bahu. “Tapi sebentar saja ya Ma. Aduuuh..., aku nggak yakin deh bakalan bisa ‘nyambung’ obrolannya.” Bu Ellen mengangguk pendek. “Ngerti, Sayang. Sekadar berkenalan saja. Lalu mengobrol sedikit. Setelah itu ya terserah kamu deh, Sayang.” Klara mengembuskan napasnya. “Janji ya Ma, cuma sedikit mengobrolnya.” “Iya.” “Ngomong-ngomong, ada berapa Teman Mama yang akan datang nanti?” Sang Mama menghitung dalam diam. “Hm..., sekitar lima belas sampai dua puluh orang, Ra.” “Hm. Banyak juga ya.” “Tapi ada satu, yang paling kepengen ketemu sama kamu, Ra. Sudah berkali-kali lho, mau melihat kamu langsung. Cuma saja, selama ini belum ada kesempatan.” “Kok bisa, Ma? Siapa?” “Tante Virny.” “Oooh..., yang Mama suka cerita itu, bahwa Beliau mempunyai toko roti dan kue? Yang Suaminya juga menekuni usaha kuliner, tapi lebih ke arah makanan berat?” “He eh. Bagus kamu ingat.” “Kenapa Mama nggak pesan makanan dari tempat tante Virny saja, untuk acara hari ini? Kan jadi nggak perlu repot-repot, Ma? Kan lengkap, ada kuenya, ada makanan beratnya?” Sang Mama tertawa. “Ya nggak bisa begitu dong, Sayang. Lalu apa bedanya arisan di tempatnya Tante Virny sama di sini kalau begitu? Memangnya kamu ngak rela ya, direpotkan sama Mama, hari ini?” “Bukan begitu, Ma. Cuma..., Mama ini kan sudah lumayan sibuk di Yayasan. Itu maksud aku.” “Sekali-kali nggak apa. Yang namanya hidangan itu, beda lho, kalau dipersiapkan sendiri sama yang tinggal beli. Itu akan membuat Tamu kita merasa diistimewakan.” “Oke, oke,” sahut Klara yang enggan berdebat. “Dan Mama sudah bilang belum? Tante Virny itu sangat penasaran sama resep bolu singkongnya kita. Malah pernah, entah bercanda entah serius, Tante Virny bilang mau membeli resepnya.” “Wow! Terus Mama bilang apa?” “Ya Mama ketawa saja. Orang resepnya juga sudah Mama kasih, kok. Gratis. Tis. Tis.” “Dan?” “Sudah dicoba sama Tante Virny dan Anak buahnya. Tapi katanya rasanya kok nggak bisa persis sama.” Klara tertawa tanpa suara. “Tangannya kali Ma, beda. Tangan yang membuat.” “Hm. Bisa jadi. Dan itu terbukti. Di rumah ini yang membuat bolu singkong paling enak kan tangan kamu. Mama, Kakakmu sama Nina saja kalah.” Klara menggeleng enggan. “Ah. Mama terlalu mengada-ada.” “Enggak kok. Mama serius.” “Itu betul, Mbak Rara.” “Ih, ikut-ikut nih Mbak Nina.” “Makanya Tante Virny penasaran mau ketemu kamu. Wah, Beliau pasti senang akhirnya bisa bertemu sama kamu nanti.” “Ih, nggak segitunya juga. Ma,” elak Klara enggan. “Beneran,” sahut Sang Mama cepat. “Makanya, kamu juga menadi sana. Terus, dandan yang cantik, ya.” Klara menatap dengan pandangan protes. Ia sudah menangkap ada sesuatu yang mencurigakan di sini. “Lho, kok?” Sang Mama tak menyahut, hanya tersenyum penuh arti. Hati Klara terusik memikirkan arti senyum itu. Namun tak kunjung mendapatkan jawabannya. * Dan pelan-pelan, arti senyuman Sang Mama terkuak menjelang malam harinya. Beberapa Tamu sudah datang lebih dulu dan mengobrol di ruang tamu kediaman Pasangan Pak Alvin dan Bu Ellen yang luas itu. Saat itulah, ada sebuah mobil merapat di depan teras rumah mereka. “Eh, itu Tante Virny datang. Ayo kita ke depan, Ra. Ibu-Ibu, saya tinggal sebentar ya,” kata Bu Ellen kepada Bu Hanny, Bu Celia dan Bu Trias yang tengah asyik mengobrol. Tangannya menepuk pundak Klara yang baru saja menyapa ketiga Ibu tersebut. “Silakan, Jeng Ellen,” sahut Ketiga Orang itu serempak. Klara tersenyum dan mengangguk sopan sebelum meninggalkan mereka. Ia mengikuti langkah Ibunya, yang sudah lebih dulu beranjak. Sekejap, telinganya sempat mendengar bisikan mereka. “Jeng Celia, jadi nih kelihatannya.” “Iya, bakalan sukses nih. Habis ini kita makan-makan di restaurant Bu Virny. Gratis dan bawa keluarga kita semua.” “Ah. Pasti. Itu mudah banget. Bu Virny ini sudah kesengseng berat sama Putrinya Jeng Ellen dari dulu.” “Semoga mereka cocok. Katanya, Putra Sulungnya itu juga oke kok.” “Oh, oke banget. Orang aku pernah nggak sengaja berpapasan waktu berkunjung ke toko roti dan kue punya Bu Virny. Waktu itu kebetulan Anaknya Bu Virny jemput Bu Virny karena Supirnya Bu Virny sakit. Kelihatannya Anaknya baik kok, hormat dan sayang banget, sama Ibunya. Cocok deh, sama Anaknya Jeng Ellen.” “Wah. Kita-kita ikut senang.” Seketika telinga Klara terasa memanas. Hampir saja ia menyurutkan langkahnya. Ia benar-benar membujuk dirinya yang tergoda untuk protes keras. Apa-apaan ini Ma? Mama mau menjodohkanku? Ih.... no way! Jerit hati Klara. Tapi apa daya, dia tahu akan sangat tidak sopan untuk berlaku seperti itu. Yang ada, Mamanya bakal mendapatkan malu nanti. Mau tak mau, Klara melanjutkan melangkah. Sementara di dalam mobil, sebuah percakapan berlangsung. “Ma, aku langsung saja, ya.” Sang Pengemudi, Seorang Pemuda yang masih mengenakan kaca mata hitamnya bahkan di senja hari yang sebentar lagi hampir purna begini, langsung berkata demikian. Tentu saja Sang Mama menyuarakan protesnya. “Lho, jangan dong. Kan kamu sudah janji mau mengantar Mama hari ini.” “Ya ini kan sudah aku antar sampai tempat, Ma. Nanti aku jemput juga, setelah aku selesai rapat.” Sang Mama menggeleng. “Halah! Kamu ini! Rapatnya kan bisa ditunda. Lagi pula kamu bisa percayakan ke Anak-anak. Nggak harus kamu hadiri juga. Ayo lah,” bujuk Sang Mama. Bu Virny menepuk pundak Anaknya. “Ayo, turun sebentar. Minimal, berkenalan sama Tante Ellen, dan.... Putrinya.” “Kan sudah kenal sama Tante Ellen. Waktu itu juga sudah ketemu kok, di tokonya Mama.” “Tapi sama Putrinya kan belum. Ayo makanya! Cepat! Setelah kenalan, terserah kalau kamu mau pergi rapat.” Sang Anak mendengkus enggan, sadar sia-sia saja menentang kemauan Sang Mama. “Oke deh. Cuma kenalan tapi ya...” "Iya." Dia segera turun dan membukakan pintu mobil untuk Sang Mama. Saat itulah, Bu Ellen dan Klara tiba di teras. “Gentle sekali Anaknya Tante Virny, ya,” puji Bu Ellen sambil menatap Klara. Klara tidak tertarik untuk berkomentar. Tanpa harus berpikir keras, Dia sudah langsung membaca nada yang tersirat dari kalimat Sang Mama. Itu tak ubahnya gaya Tenaga Marketing mempromosikan produk jualannya. ** ** Hai hai hai Para Sobat Pembaca yang baik hatinya, Di atas itu adalah salah satu episode dari cerita MISTY AND TRANSACTIONAL LOVE. Sementara EX!ST2 dan NO MATTER WHAT sedang update harian, yang ini untuk sementra waktu agak slow update dulu ya. Pada saatnya nanti dia akan rajin menyapa Para Sobat Kesayangan kok. Nah, pastikan untuk memasukkannya ke dalan daftar bacaan Sobat ya. Caranya, klik ADD jika membaca dari web. Sementara kalau dari aplikasi, ya tinggal tap ikon LOVE saja. Selamat mengikuti kelanjutannya, semoga sesuai dengan minat baca Sobat semua. $ $   Lucy Liestiyo   $ $ Fan page B!telucy

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

BELENGGU

read
67.9K
bc

Revenge

read
27.7K
bc

After That Night

read
13.3K
bc

The CEO's Little Wife

read
653.1K
bc

Hasrat Istri simpanan

read
15.0K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
80.2K
bc

Istri Lumpuh Sang CEO

read
3.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook