tidak masalah hujan turun, barangkali hujan bisa sedikit menyamarkan air mataku!
Meski Eman akan sulit untuk ditemukan karena jelas hanyut di lautan, tapi harapan Warti untuk Eman tetap besar. Sudah satu minggu Warti menunggu kepulangan Eman tapi Eman tidak kunjung pulang. Selama satu minggu hampir setiap hari Warti pergi ke tepi laut, melamun sejenak kemudian pulang. Hari ini juga sama, Warti tidak mau melewatkan pergi ke laut dan berharap Eman akan pulang.
Edi menangis terus-menerus membuat Warti kesal. Anisa dan Ebod berusaha mengajak Edi bermain karena tahu kalau Warti sudah mulai marah. “Kamu kenapa dek, sini main sama Kaka saja. Kita main keluar rumah?” Ebod bertanya kepada Edi sambil menggendong Edi. Tidak ada yang bisa Ebod lakukan untuk sementara waktu selain membantu Warti mengasuh kedua adiknya. Edi sudah mulai tenang, Ebod melihat Warti sedang bersiap untuk pergi.
“Ibu hari ini mau pergi ke laut lagi? Ini sudah satu minggu Ibu bolak balik ke laut, cuaca juga sepertinya akan turun hujan. Gimana kalau hari ini ibu gak usah ke laut dulu, ibu istirahat dulu saja.” Ebod mengingatkan Warti. Mata Warti melihat ke arah Ebod dengan tatapan kosong.
“Ibu harus ke laut, gimana kalau ternyata bapakmu ada di laut diantarkan oleh ombak dan masih bernyawa tapi karena tidak ada yang menemukan, jadi nyawa bapakmu tidak tertolong. Bapakmu itu pergi ke laut sudah dari kecil, bapakmu perenang yang hebat meski tanpa sertifikat. Jadi Ibu yakin kalau bapakmu pasti akan bertahan dan kemabli lagi.” Warti memberitahu Ebod.
Tidak ada yang salah dengan apa yang Warti katakan. Eman terkenal sebagai nelayan yang hebat, Eman tidak pernah pulang dengan tangan kosong. Eman selalu pulang dengan hasil tangkapan yang banyak. Eman juga tidak pernah melewatkan seharipun untuk pergi ke laut kecuali cuaca sangat buruk. Sangat wajar jika Warti berharap banyak dari Eman.
“Kamu jaga saja adik-adik kamu, suruh juga si Nisa untuk belajar yang rajin. Ibu akan segera pulang, kamu jangan cemaskan Ibu karena Ibu akan menjadi kuat setiap harinya demi menunggu Bapak kamu pulang.” Warti memberikan perinta kepada Ebod. Tidak ada yang bisa Ebod lakukan, Ebod tidak bisa melarang Warti untuk tidak pergi.
Ebod sangat mengerti luka yang mendalam yang saat ini Warti rasakan. Satu-satunya menyembuhkan luka di hati Warti adalah dengan datang ke tepi laut dan menghanyutkan banyak harapan untuk Eman.
Warti sudah pergi, Ebod melihat Warti pergi sambil menggendong Edi. Nisa yang duduk di depan rumah hanya bisa terdiam. Nisa yang paling tidak bisa mengekpresikan diri, Nisa anak perempaun Eman satu-satunya. Nisa sangat dekat dengan Eman. Eman sangat hangat mengurus Nisa, tidak ada satu kenangan bahagia yang hilang dari ingatanNisa. Nisa juga sama berharapnya seperti Warti. Nisa menunggu Eman bisa segera pulang.
Sesaat setelah Warti pergi, Dedi datang berkunjung ke rumah Ebod. Dedi mengetuk pintu rumah Ebod berharap Warti ada di rumah. Satu minggu Dedi menyimpan rahasia tentang apa yang terjadi kepada Eman. Hidup Dedi tidak tenang, Dedi harus memberitahu apa yang sebenarnya terjadi kepada Eman malam itu.
Ebod membuka pintu dengan segera karena mengira Warti yang datang, Ebod sengaja mengunci pintu rumah karena takut ada orang iseng yang masuk. “Ibu mu kemana Bod.” Dedi langsung bertanya ketika Ebod membuka pintu.
Ebod menarik nafas panjang “Seperti biasa Kang, ibu pergi ke tepi laut untuk menunggu Bapak pulang. Ibu masih berharap kalau Bapak bisa pulang lagi.” Ebod memberitahu Dedi, Dedi semakin merasa bersalah kepada Warti.
Dedi duduk di kursi yang ada di depan rumah Ebod, Ebod duduk di samping Dedi. Dedi menyalakan rokok. “Gimana kondisi Ibumu sekarang? sudah baik kah?” Dedi bertanya kepada Ebod.
“Belum Kang, sepertinya Ibu masih belum bisa menerima kepergian Bapak. Baru satu minggu, butuh waktu untuk Ibu bisa menerima bahwa Bapak ke bawa arus di laut.” Ebod menjawab Dedi. Dedi melihat ke arah Ebod.
“Kamu sebaiknya jangan pernah berpikir untuk menjadi nelayan Bod, nanti ibumu akan semakin terluka jika kamu jadi nelayan. Bapakmu juga pasti ingin kamu punya pekerjaan lain, cari pekerjaan lain jangan berpikir mengikuti jejak bapakmu.” Dedi memberikan nasihat kepada Ebod.
“Tapi kalau aku gak jadi nelayan, aku harus jadi apa Kang. Aku bisa berenang dan aku sudah sering membantu Bapak menangkap ikan di laut. Cuma itu yang bisa aku lakukan Kang.” Ebod memberitahu Dedi. Dedi tidak bisa berbuat banyak untuk keluarga Warti.
“Akang pengen sekali bantu kamu Bod, tapi kamu tahu sendiri. Akang juga tulang punggung keluarga, setiap harinya akan harus cari duit untuk orang rumah. Jangankan kasih kamu duit, akang saja kadang kekurangan.” Dedi terlihat sedih saat berbicara.
“Gak masalah kang, aku udah lulus SMP. Setidaknya aku bisa bekerja sekarang. Aku sudah tidak berniat melanjutkan sekolah.” Ebod sudah menentukan pilihan untuk tidak melanjutkan sekolah. Ebod ingin membantu Warti mencari uang untuk biaya kebutuhan rumah.
“Kamu coba datang ke Pasar saja, kamu tanya ke jongko-jongko bisa mempekerjakan kamu atau tidak. Bapak kamu sangat baik, orang Pasar juga sudah tahu kamu dengan baik. Dari pada kamu pergi ke laut lebih baik kamu kerja di Pasar. Lebih aman meski tenaga kamu akan terkuras banyak.” Dedi kembali memberikan saran untuk Ebod. Ebod mengangguk.
Ebod melihat cuaca semakin mendung, sudah terdengar sambaran petir beberapa kali. Ebod melihat ke atas berharap saat Warti sedang berada di tepi laut hujan belum turun. “Kang Dedi ada perlu apa datang ke rumah, nanti aku kasih tahu Ibu.” Ebod bertanya pada Dedi. Dedi terlihat gelagapan.
“Akang cuma mau lihat kondisi kamu dan ibumu saja, akang khawatir sama kalian. Tadinya mau sekalian ngobrol sama Ibumu tapi Ibumu tidak ada di rumah. Cuaca juga sudah tidak bagus, air laut pasti sudang pasang sekarang. Nisa bisa jaga Edi gak? Jika bisa kita susul saja ibumu ke laut, akang khawatir terjadi sesuatu sama ibumu.” Dedi bertanya sambil melihat ke dalam rumah.
Ebod juga sangat khawatir dengan Warti, Ebod sudah ingin pergi dari tadi menjemput Warti. “Bisa Kang, Nisa bisa jaga Edi. Kita bisa pergi untuk jemput ibu. Aku juga khawatir sama ibu, gak ada tanda-tanda ibu mau pulang.” Ebod melihat jauh ke depan.
“Kalau gitu, kita susul ibumu sebelum hujan turun.” Dedi berdiri dari duduk. Ebod juga ikut berdiri. “Sebentar ya Kang, saya titip pesan dulu ke Nisa.” Ebod masuk ke dalam rumah dan memberitahu Nisa dan Edi.
Ebod keluar rumah dengan membawa payung. “Aku bawa payung takut hujannya keburu turun Kang.” Ebod membertahu Dedi, Dedi hanya mengangguk saja.
Ebod dan Dedi segera pergi ke laut. Perjalanan menuju tepi laut hanya butuh waktu lima belas menit saja dengan jalan kaki. Dedi dan Ebod berjalan sangat cepat karena melihat cuaca semakin mendung. Hujan besar sepertinya akan turun hanya dalam hitungan detik saja.
Diperjalanan tidak sengaja Mamat melihat Ebod sedang bersama dengan Dedi. Mamat langsung panik, Mamat salah satu orang yang berada di kapal saat Eman terjatuh. “Si Dedi ngapain selalu dekat dengan Ebod dan keluarganya, jangan-jangan si Dedi punya niat membocorkan semua yang terjadi malam itu ke Warti atau Ebod. Aku harus kasih tahu Jaja supaya Jaja tahu kelakuan si Dedi. Jaja juga bisa mengancam Dedi jika sampai Dedi membocorkan informasinya.” Mamat langsung pergi ke rumah Jaja.
Dedi dan Ebod sudah hampir sampai di laut, hujan turun sangat derat. Dedi dan Ebod menggunakan payung. Seperti dugaan Ebod, Warti sedang duduk di tepi laut melihat ke arah laut luas. Warti duduk dengan jarak yang cukup jauh, duduk di pasir dan tidak peduli dengan hujan yang mulai membasahi tubuh Warti. Warti justru senang hujan datang saat Warti sedang menunggu Eman, setidaknya hujan bisa menyamarkan air mata Warti yang tertahan.
Warti tidak bisa menangis di rumah karena Warti tidak mau membuat ketiga anaknya ikut menangis. “Kang, kamu janji akan segera pulang. Kamu janji akan melihat Ebod masuk sekolah dan mengantar Ebod ke sekolah. Kamu bangga dengan prestasi yang Ebod raih, kamu memangnya tidak mau melihat Ebod sukses Kang? Aku disini menunggu kamu, barangkali kamu pulang dalam keadaan terluka atau tidak lengkap. Tak apa, aku siap menerima kamu Kang. Jadi tolong pulanglah Kang, kami berempat sangat merindukan sosok kamu.” Warti bicara lirih dibawah hujan.
“Itu Ibu Kang.” Ebod melihat Warti dari jauh. Ebod berjalan sangat cepat supaya bisa lebih cepat menemui Warti.
“Iya Bod, ayo kita cepat. Kasihan Ibu kamu kehujanan.” Dedi mengajak Ebod untuk jalan lebih cepat, Ebod dan Dedi setengah berlari menemui Warti. Warti sama sekali tidak sadar saat Ebod memanggil Warti. Suara Ebod tidak terdengar karena derasnya hujan yang turun, Warti hanya duduk menikmati kesedihan yang mendalam. Saat sampai di tempat Warti, Ebod langsung memberikan payung di atas kepala Warti.
Warti mendongkak ke atas melihat ke arah Ebod. Ebod jelas bisa melihat air mata Warti meski air mata Warti dibasuh air hujan. Warti tidak bisa berkata-kata, Warti hanya meneteskan air mata. Sebegitu terluka dan kehilangannya Warti sampai seluruh tubuh Warti lemas menahan rasa sakit yang diberikan oleh Tuhan.
Warti mulai mengutuk takdir tuhan, bagi Warti semua yang terjadi tidak adil. Keluarga lain diberikan kebahagian sementara Warti harus selalu diberikan ujian. Ebod duduk mensejajarkan diri dengan Warti. Dedi membantu Ebod memegang payung supaya Warti dan Ebod tidak kehujanan meski sudah terlanjur basah.
“Bukankah Gusti Alloh tidak adil dengan kita? Ujian yang keluarga kita dapatkan sangat banyak, kita bisa bahagia dan melewati ujian hanya karena kita bersama satu sama lain. Tapi sekarang Gusti Alloh mengambil Bapakmu, Bapakmu adalah salah satu kebahagian di keluarga kita. Setega itu Gusti Alloh dengan keluarga kita?” Warti bertanya kepada Ebod. Ebod memeluk Warti dengan erat.
“Gusti Alloh memberikan kita ujian karena Gusti Alloh tahu kalau kita mampu melewatinya Bu. Bapak salah satu kebahagian untuk Ibu, tapi bukankah masih ada Aku, Nisa dan Edi yang jadi kebahagian untuk Ibu juga? relakan Bapak Bu, supaya langkah Bapak lapang. Jika Bapak ditakdirkan untuk kembali maka Bapak akan kembali, jika Bapak ditakdirkan untuk menyatu dengan lautan maka Bapak akan menyatu dengan lautan. Kita jalani hidup kita bersama, kita pasti bisa bahagia lagi.” Ebod berkata sambil teriak menangis.
Ebod bijak diusianya, Ebod bijak karena hampir setiap hari Eman selalu mengajak Ebod berbincang. Eman banyak menitipkan kata baik untuk bekal Ebod di kemudian hari. Setiap kata yang keluar dari mulut Eman jelas tidak bisa Ebod lupakan. Eman sosok bapak yang sangat Ebod kagumi.
Warti melihat ke arah Ebod kemudian memeluk Ebod dengan erat. Apa yang baru saja Ebod katakan seperti membuka mata Warti. “Ibu datang kesini tidak berharap Bapakmu pulang dengan selamat karena Ibu tahu ganasnya lautan. Tapi setidaknya Ibu bisa memeluk jasad bapakmu sebelum ibu merelakan. Bisa datang ke pusara bapakmu setiap kali ibu rindu. Bisa bercerita banyak di atas pusara bapakmu, ibu berharap jasad bapakmu akan ke permukaan terbawa oleh arus. Hidup atau tidak, akan ibu terima. Tapi ibu tidak bisa terima saat bapakmu hilang begitu saja.” Warti mengungkapkan alasan kenapa pergi ke laut setiap hari. Ebod hanya menangis di pelukan Warti.
***
Mamat bergegas menuju ke rumah Jaja. Hari ini cuaca sangat buruk, nelayan memutuskan untuk tidak pergi berlayar. Mamat sudah berada di depan rumah Jaja. Jaja heran melihat ke arah Mamat.
“Kenapa Mat? Ada yang penting?” Jaja bertanya kepada Mamat. Mamat melihat kesekliling rumah Jaja.
“Kita sebaiknya bicara di luar saja Kang, mungkin sambil ngopi di warung pertigaan. Di warung pertigaan kursinya jauh-jauhan jadi meski kita bicara hap rahasia juga gak akan ada yang tahu.” Mamat mengajak Jaja pergi.
“Tapi ini mau hujan Mat, kenapa kita gak bicara di rumah saja?” Jaja balik bertanya, Mamat mendekat ke arah Jaja. “Ini tentang Warti.” Mamat berkata pelan.
Jaja langsung melihat ke dalam rumah. “Yaudah ayo kita pergi sekarang Mat.” Jaja bergegas mengajak Mamat pergi.
Tidak lama Jaja dan Mamat sampai di warung kopi dekat dengan laut. “Jadi apa yang terjadi dengan Warti?” Jaja penasaran dan langsung bertanya kepada Mamat. Mamat melihat sekeliling dulu untuk memastikan tidak ada yang mendengar dengan apa yang akan Mamat sampaikan.
“Kang Jaja kan tahu kalau si Dedi orang yang paling menolak kita semua saat kita membiarkan Eman begitu saja. Aku rasa si Dedi akan membocorkan semua yang terjadi di kapal malam itu. Kalau sampai si Dedi bocorkan semuanya, bisa terancam keselamatan kita. Mungkin kita bisa digiring ke kantor Polisi.” Mamat mulai memprovokasi Jaja dan Dedi.
Jaja terlihat tidak tenang dan nyaman dengan apa yang Mamat sampaikan. “Kamu tahu darimana kalau si Dedi mau membocorkan rahasia di kapal malam itu?” Jaja memastikan.
“Tadi waktu saya sebelum ke rumah akang, saya melihat si Dedi dan Ebod jalan ke arah laut. Sepertinya mau menemui Warti. Udah seminggu Warti menunggu kepulangan Eman di tepi laut. Si Dedi kan paling tidak bisa melihat orang sedih, mungkin saja si Dedi akan membocorkan semuanya supaya Warti bisa tenang dan merelakan Eman dengan mudah.” Mamat memberitahu apa yang terjadi.
Jaja langsung mengepalkan tangan. “Si Dedi gak bisa dibiarkan begitu saja, saya harus menemui Kang Dasman dan memberitahu semuanya yang Dedi lakukan. Kita bisa mengancam si Dedi supaya tidak berisik.” Jaja terlihat sangat emosi.
Jaja dan Mamat setuju untuk mengancam dan memberikan pelajaran untuk Dedi. Apa yang Dedi lakukan sangat membahayakan. Jika rahasia di kapal malam itu diketahui oleh orang lain terutama Polisi maka semua akan diselidiki.