Bab 10

1659 Words
HAPPY READING *** “Kafka Calling.” Naomi menggeser tombol hijau pada layar, ia letakan tombol itu di telinganya. Ia memandang Kayla sedang makan dengan tenang, begitu juga dengan bibi di samping Kayla. Bibi selalu sigap mengawasi Kayla makan dan apapun kebutuhan anaknya. Ia terhadap baby sitternya, sama sekali tidak membedakan apapun di sini. Mereka makan di meja yang sama, apa yang ia makan, itulah yang bibi makan. Bibi juga sudah merekap sebagai asistennya untuk mengemasi rumahnya yang tidak terlalu besar ini. Namun ia tetap memberi kebebasan bibi untuk melakukan apa saja, toh tidak setiap hari mengepel. Tidak setiap hari untuk mengelap kaca. Untuk makanan, di kulkas, ia sudah menyetok makanan di sana. Bibi tinggal makan sesuai selera. Ia bersyukur bahwa bibi betah bekerja di sini, karena banyak sekali asisten rumah tangga yang drama. Bibi bukan ART pertama di rumahnya, sebelumnya ada beberapa ART yang bekerja di sini, namun ada yang resign karena tidak betah. Padahal ia kurang baik apa, dengan ART, semua fasiltas, kamar enak ada AC, makan dan uang bonus selalu ia kasih. Rumahnya juga tersedia wifi, agar bibi mudah berkomunikasi dengan keluarganya di kampu. Dulu sebelum bibi berada di sini, dengan sederet alasan hunter, maling, menikah, hingga hamil dengan satpam komplek. Ia juga pernah ribut dengan penyalur karena ART yang ia dapat tidak amanah. Akhirnya ia menemukan bibi. Bibi ini merupakan adik dari asisten rumah tangga di rumah mama. Untung sangat cocok dengannya, anaknya tidak neko-neko, walau ia harus menuntunya dengan baik. Justru dia semangat untuk belajar, bahkan ia menyuruh bibi untuk mengikuti paket C, karena ia hanya tamatan SMP. Tak jarang bibi juga ia ajak liburan dan keluar negri, demi menjaga Kayla. Itu sebabnya bibi betah di sini bersamanya, ia juga sangat loyal jika soal uang. Yang ia suka dari bibi dia sangat jujur, ia pernah tes kejujuran, meletakan uang di pakaian yang di dalam saku pakaian yang hendak di cuci, bibi selalu mengembalikannya. Itu sebabnya ia percaya bibi. “Iya, halo,” ucap Naomi. “Selamat pagi, Naomi,” ucap Kafka, ia turun dari tangga, melihat suasana rumah yang tampak lengang. “Selamat pagi juga, Kaf.” “Kamu lagi apa?” Tanya Kafka, ia duduk di kursi meja makan, ia meneguk air mineral. “Saya lagi breakfast, dan siap-siap mau ngantar Kayla ke sekolah.” “Kayla masuk jam berapa?” Tanya Kafka penasaran. “Masuk jam delapan.” “Aku anter ya,” ucap Kafka, ia juga bersiap untuk pergi kerja. “Jangan, aku soalnya lagi nunggu mobil juga, mobil aku di rumah temen,” ucap Noami memberi alasannya, ia teringat mobilnya ada sama Tigran kemarin, ia tidak tahu, mobilnya pria itu letakan ke mana. “Padahal aku mau nemenin kamu ngantar Kayla ke sekolah.” Naomi menarik nafas, “Next time aja, ya.” “Iya, enggak apa-apa.” Kafka menarik nafas, ia menelfon Naomi dengan tujuan tertentu, ia tadi malam menerima undangan pernikahan salah satu pengusaha batu bara di Jakarta. Ia rencananya akan mengajak Naomi dalam acara ini. Ia tidak ingin pergi sendiri, ia ingin Naomi menemaninya. “Naomi.” “Iya.” “Sabtu ini saya ada undangan pernikahan. Kamu mau menemani saya? Maksudnya mendampingi saya,” ucap Kafka. Naomi terdiam beberapa detik, seorang Kafka meminta dirinya untuk menemaninya ke acara pernikahan. Sejujurnya ia tidak nyaman untuk menolak ajakan seorang Kafka, ia tahu siapa Kafka. Dia salah satu anak konglomerat di negri ini. Jika ia menolak, kesannya terlalu jual mahal dan sangat tidak pantas. Lagi pula ia free sabtu ini, tidak melakukan apa-apa selain di rumah saja. “Jam berapa?” Tanya Naomi mempertimbakan ajakan Kafka.. “Pestanya jam tujuh malam.” “Iya, bisa.” “Thank you, Naomi.” “Iya, sama-sama Kaf.” “Salam buat Kayla ya, Naomi.” “Iya.” Beberapa menit kemudian, ia mematikan sambungan telfonnya, ia meletakan ponselnya di meja. Ia kembali memakan oatmeal-nya dengan tenang. Ia menatap Kayla memakan sarapannya, begitu juga dengan bibi yang dengan sigap melakukan apapun untuk Kayla. Seketika ia teringat dengan kecupan Tigran kemarin, kecupan itu masih terasa di bibirnya. Kenapa ia teringat lagi. Sudah cukup tadi malam ia sulit tidur karena memikirkan ciuman itu. Ah, lama-lama bisa gila karena Tigran. *** Tigran menatap sebuah undangan pernikahan di meja. Undangan pernikahan itu berbahan akrilik, terlihat formal. Ia membaca nama tertera di, tulisan itu di rajah dengan tinta emas bertulisan “Erlan dan Kinan” Ia tidak menyangka bahwa Erlan lah yang memenangkan hati gadis berparas cantik itu. Satu persatu temannya dulu yang mengatakan takut menikah, tidak mengerti tentang konsep pernikahan, like what’s that for? Apakah murni untuk memiliki keturunan? Atau untuk lifetime partnership dengan orang yang dipilih? Bahkan mengatakan secara terbuka, why can’t live without it? Mereka banyak mengatakan, saya hidup 30 tahun tanpa pasangan pun masih baik-baik saja. And then there’s commitmen. Banyak orang yang belum mengerti apa itu komitmen. Bahkan asal-asal nikah, tanpa mempertimbangkan banyak hal, hingga berakhir perceraian. Komitmen itu apa sih? Komitmen itu apa sih? Konsepnya bagaimana? Menerapkan bagaimana? Itulah yang ada dikepalanya. Ia sudah berdebat dengan pikirannya tentang masalah ini. Sebelum menempuh ke jenjang komitmen, pacaran atau menikah, pahami dulu komitmen itu apa. Apakah ia makan sayur atau daging? Apakah ia bisa makan bersama dengan selera yang berbeda. Apakah tujuan itu untuk menguasai bumi atau malah meghancurkannya. Jangan cuma mengandalkan quotes dari manusia-manusia melodramatis dan melankolis, yang cuma menggurui nikah muda yang ada di media social lalu menelan sendiri ajaran mereka. Come on, komitmen itu tidak semudah yang dibicarakan. Kalau komitmen itu mudah dilakukan, kenapa banyak sekali yang sudah berjanji komitmen sehidup semati, di hadapan Tuhan dan hukum, masih bisa berselingkuh, dan memilih bercerai. Ia juga sering menerima pertanyaan super klasik dari orang sekitar. Kapan menikah? Kapan menyusul? Kapan menyebar undangan? Rentetan pertanyaan itu hanya bisa jawab dengan senyuman. Belum lagi desakan orang tuanya, yang menghitung tahun kapan ia pacaran. Lalu berakhir dengan putus. Apalagi orang tuanya kerap menjodohkan dirinya dengan anak rekan bisnisnya. Walaupun memiliki pekerjaan yang sangat cemerlang, di mana finansial bukan lagi hal yang dipermasalahkan. Namun ia belum membawa hubungan ini ke jenjang pernikahan. Maka ada segelintir perasaan keluarga kecewa karena berharap hubungannya berkahir ke plaminan. Menurutnya pernikahan itu seperti rumah yang menjadi tempat pulang bagi satu sama lain. Perniikahan yang hendak bisa memberikan ketenangan batin bagi para penghuninya, selayaknya rumah idaman. Tigran menarik nafas, ia meraih cangkir dan menyesap kopi hitamnya, ia melihat bibi sedang mengepel ruangan. Ia melihat ponselnya bergetar, ia menatap nama “Naomi Calling” pada layar ponselnya. Tigran menggeser tombol hijau ia letakan ke telinga. “Iya, Naomi,” ucap Tigran. “Halo, Tigran.” “Iya.” “Saya mau ambil mobil saya. Mobil saya ada di mana?” Tanya Naomi, ia kemarin lupa keberadaan mobilnya. Tigran menyungging senyum, “Mobil kamu ada di rumah saya, sebentar lagi saya ke sana, membawanya,” ucap Tigran, ia melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 07.01 menit. Ia mendengar suara Kayla di sana, ah Kayla dan Naomi tidak bisa hilang dari pikirannya. “Oke, saya tunggu.” Sambungan telfonpun terputus begitu saja. Tigran beranjak dari kursinya, ia memang berniat mengantar mobil itu pagi ini, sekaligus mengantar Kayla ke sekolah. Semenjak ia mengenal Naomi dan Kayla, paginya ia mulai semangat. Teringat jelas, bagaimana gelak tawa Kayla,ketika bermanja-manja kepadanya dan Naomi yang cool, karena mungkin dia sudah terlalu mandi, jadi karakternya seperti itu. Tapi Naomi tetap terlihat sangat menarik. Tigran beranjak dari duduknya, sambil membawa tas kerjanya, mungkin ini terlalu pagi jika ia pergi kerja. Namun demi Kayla ia melakukannya. Ia merogoh central lock dalam sakunya, ia menekan tombol buka. Ia lalu masuk ke dalam mobil. Ia menghidupkan mesin mobil, ia memperhatikan interior mobil. Ia melihat ada beberapa barang milik Kayla di dalam berupa tempat botol berisi air mineral. Ia mengatur kursi dengan posisi senyaman mungkin. Ia tidak lupa memasang sabuk pengaman, setelah itu mobil meninggalkan area rumahnya. Tigran memanuver mobilnya menuju rumah Naomi yang berada di Pondok Indah, ia menghidupkan audio mobil, ia menatap suasana jalan yang sudah tampak ramai, namun tidak terlalu macet. Untung saja jarak rumahnya dan rumah Naomi tidak terlalu jauh. *** Beberapa menit kemudian, akhirnya Tigran tiba di rumah Naomi. Ia melihat bibi membuka pintu pagar rumah, ia memandang Kayla dan Naomi ada di teras. Hatinya bahagia ketika bertemu Naomi dan Kayla lagi. Senyum ceria yang diperlihatkan oleh Kayla, membuatnya tentram. Gadis itu kegirangan ketika ia menekan tombol power window, menatapnya dari jendela. “Papi, papi, papi, asik papi datang!” Teriak Kayla bersorak sorai. “Asyik!” Ucapnya kegirangan. Ketika ia keluar dari mobil, gadis kecil itu berlari menghampirinya dan memeluknya. Ia lalu menggendong tubuh Kayla, diberinya kecupan pada pipi itu. “Pagi cantik.” “Pagi juga papi.” “Papi anter Kayla sekolah?” Tanya Kayla. “Iya dong. Ini mau di anter,” ucap Tigran. “Ye, ye, asyik.” Tigran memandang Naomi yang tidak jauh darinya. Dia sangat cantik dengan balutan dress berwarna biru muda tanpa lengan. Rambut panjangnya diikat ke belakang, apapun yang dikenakan Naomi terlihat sangat exclusive. Di sana juga ada bibi yang memegang tas Kayla. Tigran memandang tatapan Naomi, mereka saling menatap satu sama lain. inginnnya ia mendekatinya dan mendaratkan bibirnya di kening wanita itu. Namun, ia masih menahannya, ia lalu membuka pintu mobil. “Papi mau ke kantor juga?” Tanya Kayla. “Iya, sayang.” “Sama seperti mami dong, ke kantor juga.” “Iya, sayang.” “Kantornya papi, sama nggak dengan kantor mami?” “Beda sayang. Kantor papi di Mega Kuningan, kalau kantor mami ada di Kemang. Kayla mau ke kantor pap nggaki?” “Mau, mau.” “Oke, nanti papi ajak kamu ke kantor papi.” “Asyik, asyik.” “Ayo berangkat, nanti Kayla telat,” ucap Naomi. Naomi meletakan tas Kayla di kursi, ia mengatur posisi Kayla duduk di belakang dan memasang seatbelt. Tigran sudah berada di kemudi setir, ia menatap Naomi yang berada di sampingnya, sedangkan Kayla berada di belakkang. Beberapa menit kemudian mobil meninggalkan area rumah Naomi menuju sekolahnya Kayla. ***

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD