Bab 3

2045 Words
HAPPY READING *** “Iya, Ren,” ucap Naomi, ia menyimpan tas nya di meja kamar, ia memandang Kayla sudah melesat ke dalam . Ia melihat jam menunjukan pukul 14.20 menit. Jam tiga nanti guru les Kayla akan datang. Selama ini Kayla tahu jadwalnya les piano kapan. Ia memandang Kayla sudah bersama bibi, untuk berganti pakaian dan mandi. “Lo di mana?” Tanya Reni di balik speaker ponselnya, ia melangkahkan kakinya menuju kamar. “Gue baru aja nyampe rumah. Kenapa?” Tanya Naomi. “Nanti malam temenin gue ke Sofia ya.” Naomi mengerutkan dahi, “Sofia? Ngapain?” Tanya Naomi penasaran. “Enzo ngajak makan malam gitu, dia sama temennya. Jadi gue ngajak lo aja deh buat ke sana. Enggak enak kan kalau gue sendiri gitu perginya.” Naomi lalu berpikir, ia lalu duduk di sofa kamar menyandarkan punggungnya di sana, apakah ia menerima ajakan Reni atau tidak. Ia tidak tahu ini murni beneran ingin dinner atau alibi saja, masalahnya Reni memang senang menjodohkan dirinnya dengan beberapa temannya. Ia tahu sejak jaman Siti Nurbaya hingga sekarang masih cerita tentang perjodohan selalu menjadi trend. Baik keluarga dan sahabat-sahabatnya. Reni salah satu sahabatnya senang menjodohkan dirinya dengan berbagai pria berkualitas di luar sana, alasannya sepele agar ia tidak kesepian. Untuk saat ini ia memang tidak tertarik untuk menjalin hubungan serius dengan pria manapun, jadi ia santai saja tidak perlu menanggapi terlalu serius. Ia maklumi ini hal wajar, karena statusnya single parent dan membuat siapapun merasa iba, karena terlalu lama sendiri. Namun ia tidak mempermasalahkan itu, baginya sendiri itu tidak rumit seperti berpasangan. Ia tahu hidup berumah tangga itu sangat rumit dan sulit dipecahkan. Dari pada berumah tangga menderita, lebih baik seperti ini, ia merasa bahagia. Baginya menikah itu menghabiskan waktu sepanjang usia bersama seseorang, jadi ia harus memilih benar-benar yang terbaik. Menikah itu tentang mewujudkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam hidup. Tentang memegang tanggung jawab dan mempercayakan seseorang untuk bertanggung jawab terhadap kehidupan seseorang. Ia tidak ingin kejadian waktu dulu terulang lagi. Banyak sekali pertimbangan jika ia menikah lagi, yang ia pikirkan saat ini hanya fokus kerja dan Kayla. Ia mengakui masih nyaman dengan status jandanya, lantaran tidak terikat dengan tanggung jawab sebagai istri. Dengan sendiri seperti ini, ia lebih banyak menikmati hidup, bisa jalan-jalan ke berbagai tempat. Ia bisa traveling bersama Kayla ketemu banyak orang dan benar-benar enjoy life. Ia bisa bebas, tidak ada yang melarang, dan pastinya tidak ada yang bawel. “Lo mau nggak?” Tanya Reni lagi. Naomi menarik nafas, di satu sisi ia malas untuk berhubungan pria dan di satu sisi ia sudah lama tidak makan malam bersama sahabatnya itu. Ia tidak enak jika sudah diajak seperti ini. Semenjak Reni bertunangan kemarin, dirinya dan Reni jarang bertemu, karena mereka sama-sama sibuk dengan pekerjaan, terlebih Reni mempersiapkan pernikahannya yang sebentar lagi dalam hitungan hari. “Jam berapa?” Tanya Naomi. “Jam tujuh. Nanti gue jemput lo.” “Oke, jemput di butik Kemang aja ya.” “Oke.” “Lo lagi di mana?” Tanya Naomi penasaran, ia melepaskan jam tangannya, ia melangkah menuju walk in closet, menaruh jamnya di tempat semula. “Gue lagi klink, pasien gue banyak banget. Ini gue berhenti break bentar, karena dari tadi nggak sempet makan.” “I see, kirain di mana, soalnya berisik,” ucap Naomi terkekeh. Reni tertawa, “Biasa sih, anak-anak therapist ada yang ulang tahun gitu, tapi udahlah biarin aja, asal di room nggak berisik aja sih.” “Gue liat Kayla dulu ya, soalnya sebentar lagi guru les nya udah datang. Gue juga mau balik ke butik, ada kerjaan sedikit.” “Yaudah, salam buat Kayla.” “Iya.” Naomi mematikan sambungan telfonnya, ia melangkah menuju kamar mandi. Ia menatap dirinya di cermin, seketika ia teringat tentang pria bernama Tigran. Pria itu tiba-tiiba akrab dengan Kayla. Bahkan ia melihat secara jelas wajah bahagia putrinya saat berbincang dengan pria itu. Oh God, kenapa memikirkan Tigran di saat seperti ini. Pria itu mengatakan akan bertemu Kayla di sekolah membagikan kotak snack. Ah, yang benar saja? Seketika pria itu menjelma sosok seoarang ayah bagi Kayla. Ia berharap Kayla tidak bertemu dengan pria itu lagi. Karena ia melihat pengaruh Tigran sangat kuat untuk Kayla. Naomi membuyarkan lamunannya, ia akan membuang jauh-jauh tentang Tugran. Ia melepaskan pakaiannya, dan lalu menghidupkan shower, ia membersihkan tubuhnya. Karena selepas mandi tubuhnya menjadi rilexs dan segar kembali. Ia butuh secangkir kopi, agar tidak terlalu ngantuk. *** Beberapa menit kemudian, Naomi keluar dari kamar, ia memandang putrinya sudah duduk di kursi piano di damping guru les nya. Naomi melangkah menuju kitchen, sambil mendengarkan dentingan piano yang dimainkan oleh Kayla. Sejujurnya banyak sekali kursus music di Jakarta, dari mulai informal hingga les private seperti Kayla dengan biaya beragam. Dulu ia pernah memasukan Kayla ke sekolah music, hingga menari balet. Namun tidak terlalu ada pergerakan signifikan, karena Kayla hanya tertarik dengan piano, dibanding dengan balet dan alat musk lainnya. Ia pernah bertanya kepada Kayla, kamu suka yang mana? Piano, gitar atau balet dan Kayla menjawab tertarik dengan piano. Menurutnya Kayla berbakat di alat music ini, dia dengan mudahnya menirukan notasi piano dengan susunan not sederhana, yang menurutnya itu susah, karena pada dasarnya ia sama sekali tidak berbakat soal music. Ia tahu bahwa inilah bakat Kayla, sesuatu yang melekat masih kecil, jika ia pancing dengan minat maka bakatnya bertambah tajam. Ia tidak peduli dengan biaya yang dikeluarkan, yang terpenting anaknya mampu mengembangkan kognitif, keterampilan social, dan keterbukaa pikiran. Ia pernah membawa artikel ilmuan telah mencoba memahami belajar music memiliki pengaruh terhadap perkembangan dan kemampuan intelektual anak. Topik penelitian ini sangat popular di komunitas neurologis dan anak cenderung memiliki jawaban positif. Oleh sebab itu, ia tidak ragu Kayla belajar piano. Nanti ketika Kayla sudah masuk primary school, ia akan memasukan ke YPM, The Resonanz atau sekolah music yang menggunakan kurikulum ABRSM atau Trinity. Ia melihat Kayla di sana, dia sangat tenang bermain piano. Naomi membuat secangkir kopi sachet, ia lalu menuangkan air panas. Ia melihat bibi menyiapkan kue dan teh hangat untuk guru les Kayla. Ia menatap bibi menaruh nampan di lemari. “Ibu mau pergi lagi?” Tanya bibi memandang penampilan majikannya, dia mengenakan sheath dress bewarna hijau botol, rambut panjangnya diikat seperti ekor kuda. Naomi mengangguk, “Iya, ada kerjaan yang harus dikerjakan bi,” ia teringat kalau Reni mengajaknya makan malam. “Kemungkinan, aku pulang agak malam. Pastikan Kayla tidur awal.” “Iya, non.” “Sebentar lagi mama dan papa ke sini, mau ketemu Kayla. Kalau mama dan papa nanya. Nanti bilang aja kalau aku ada kerjaan.” “Baik non.” Naomi kembali menyesap kopinya secara perlahan. Ia melihat guru les Kayla tersenyum kepadanya, dan ia tersenyum balik. Naomi melirik jam melingkar di tangannya menunukan puku; 15.20 menit. Ia meletakan cangkir di meja. “Aku pergi dulu ya bi,” ucap Naomi, ia melangkahkan kakinya menuju pintu utama, ia membiarkan Kayla bersama guru les dan bibi. Jujur ia memang sering meninggalkan Kayla bersama orang tuanya dan bibi, demi pekerjaan, terlebih ini hari senin. Karena ia membesarkan Kayla seorang diri, ia harus mandiri, ia bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri dan anaknya. Jika bukan dirinya siapa lagi. Mengingat Reni akan mengajaknya makan malam, jadi Naomi memutuskan untuk memesan taxi online. Beberapa menit kemudian taxi pun datang, tepat di depan pagar rumahnya. Semenit kemudian ia masuk ke dalam, menuju butiknya yang terletak di Kemang. *** Malam harinya, ia sengaja menyuruh Reni menjemputnya di butik. Ia terjun ke dunia bisnis ini, umurnya seumuran dengan umur Kayla sudah lima tahun beberapa bulan lagi tahun ke enam, ia berjualan tas branded ini secara online ataupun offline. Ia melihat beberapa karyawannya sedang menyusun tas di dalam lemari kaca. Sudah enam tahun, ia fokus pada bisnis jual beli dan titip jual tas branded, items luxury seperti Hermes, Chanel, Gucci, Louis Vuitton dan Europe brands lainnya. Awalnya ia membangun bisnis ini karena ia mencintai salah satu brand yang diakui. Hingga ia jatuh cinta dan bertekat mengoleksi dan menjadi reseller tas itu. Awalnya agak susah menjalani ini, karena hanya orang tertentu saja yang dapat membelinya. Namun ia tidak patah semangat, lambat laun bisnisnya berjalan dengan sukses dan berkembang hingga saat ini. Beberkal pengalaman, menganalisa keotentikan, keaslian barang. Dan ia juga menganalisa bagaimana tas-tas itu berdampak dalam kehidupan social ekonomi Indonesia. Akhir-akhir ini, maraknya kasus penipuan berkedok tas branded pun cukup mengusik kehidupannya. Dengan keahliannya, ia mencoba mengedukasi barang branded mulai dari tren, model, keaslian hingga fashion ia bagikan ke media social miliknya. Banyak sekali kalangan artis, pejabat dan statusnya mengenang atas, berbondong-bondong membeli tas dengannya. Hingga saat ini ia memiliki web tersendiri, dan terus mengembangkan bisnisnnya dengan baik. *** Beberapa jam kemudian, Naomi menatap Reni yang baru masuk ke dalam butiknya. Wanita itu mengenakan bodycon dress berwarna merah, dia tampil selalu all out. Rambut panjangnya bergelombang, tangannya memegang handbag YSl. Naomi tersenyum, ia mendekati Reni. Inilah sahabatnya selalu ada suka maupun duka, tidak pernah meninggalkannya, sejak Kayla melahirkan. Sejujurnya ia bukan tipe wanita yang memiliki banyak teman. Baginya banyak teman maupun sedikit, semuanya akan baik-baik saja. Ia sadar bahwa ungkapan quality over quantity sangatlah relateable dalam hidup. Dulu waktu sekolah, rasanya senang memiliki banyak teman, namun setelah melewati banyak kejadian yang memerlukan bantuan seseorang, padahal ia memang butuh pertolongan dan meluangkan waktu. Sejak itu ia berfikir untuk menyaring pertemanan dan mengutamakan kualitas walaupun hanya sedikit teman. Beberapa kasus mereka hanya berteman hanya ada maunya saja. Ia membatasi pertemanan, bukan berarti menutup diri, kerena menurutnya skill bersosialisasi itu sangat penting dan harus di jaga dengan baik. Karena pertemanan sangat berpengaruh menurutnya. “Gue kangen banget sama lo,” ucap Reni, menatap sahabatnya, dia mengenakan dress berwarna putih. “Gue juga kangen sama lo, lo sibuk sih.” “Sibuk ngurusin nikah,” ucap Reni tertawa, karena itulah kenyataanya. Ia dan Enzo melakukan meeting dengan WO belum lagi fitting baju. “Ada apa sih, tumben banget ngajakin dinner gini,” ucap Naomi, mereka melangkah keluar dari butik, ia melihat mobil HRV Reni terparkir sempurna di sana. “Kayaknya sih, Enzo mau ngenalin lo sama temennya.” “Gitu terus deh, udah tau kalau gue males di jodoh-jodohin,” Naomi terkekeh. “Udahlah, nikmatin aja. Lagian betah amat single mulu.” Reni tertawa, ia membuka hendel pintu mobil dan duduk di kemudi setir, sedangkan Naomi mendaratkan pantatnya di kursi, tidak lupa ia memasang sabuk pengaman. Ia melihat Reni sudah memanuver mobil, dia memperhatikan jarak mobil dan motor di hadapannya. **** Jarak butiknya di Kemang ke Sofia At Gunawarman tidak terlalu jauh, hanya ditempuh dengan hitungan belasan menit saja. Kini Reni memarkir mobilnya di plataran hotel. Mereka keluar dari mobil, dan lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam. “Enzo ada di dalam?” Tanya Naomi. “Iya, mereka udah di dalam,” ucap Reni. Ia memperhatikan area restoran sudah dipadati dengan pengunjung, ia pernah ke Sofia sebelumnya bahkan beberapa kali pernah ke sini bersama Reni. Jadi ia tidak asing lagi menurutnya. Restoran ini memiliki interior yang menawan, layaknya dalam kastil negara-negara Eropa Barat. Suasananya sangat nyaman dan luxury. Naomi memandang Enzo di sana, pria itu melambaikan tangan kepada mereka. Enzo itu adalah tunangan Reni, yang berprofesi sebagai dokter spesialis penyakit dalam atau internis. Dr. Enzo sendiri sudah sangat terkenal di Jakarta. Reni memang sangat pantas bersama Enzo, profesi mereka sama-sama dokter. Pria itu tidak sendiri melainkan bersama seorang pria yang mengenakan kemeja biru denim. Rambutnya sedikit berantakan namun tidak mengurangi ketampannya. Tatapan mereka lalu bertemu beberapa detik. Pria itu tidak lepas memandangnya. “Itu namanya Naomi?” Tanya Kafka, menatap seorang wanita mengenakan dress putih, rambut panjangnya bergelombang kulitnya putih bersih. Kemarin ia tanpa sengaja melihat foto tunangan Enzo dan Reni, di dalam foto itu ada seorang wanita cantik. Ia hanya penasaran siapa wanita itu, Enzo menjawab sahabatnya Reni, namanya Naomi. Enzo mengatakan bahwa Naomi itu seorang entrepreneur, pemilik bisnis Zalori. Berbagai macam tas branded di jual di sana, yang diminati oleh kalangan atas. Di sini ia tidak ingin membahas tentang pekerjaan wanita itu. Ia memandang sekali lagi wanita bernama Naomi, wanita itu memiliki status single parent. Ia tidak mempermasalahkan status itu, wanita itu terlihat berkharisma dalam versinya. Ia yakin, wanita itu memiliki intelektualitas yang cukup bagus, hingga memiliki perusahaan tersendiri. Ia ingin memiliki wanita yang memiliki intelektualitas yang baik jika diajak diskusi dan mengimbangi kecerdasannya. “Menurut kamu bagaimana?” Tanya Enzo melirik Kafka. “Cantik.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD