BAB 1 - Gadis Luar Biasa

1365 Words
Gubrak!!! Berani sumpah, sebenarnya ia sendiri tidak paham bagaimana hal itu bisa terjadi. Ia hanya bergerak reflek sesuai dengan dasar ilmu silat yang pernah ia curi lihat sewaktu tinggal di kampung dulu. Tapi akibatnya ... lima orang bertubuh besar yang mengepung dirinya, tiba-tiba saja telah tersungkur satu persatu. Yang paling apes, adalah orang terakhir. Tubuhnya terbang melayang menimpa sebuah bangku panjang dari kayu yang seketika hancur. Dan pemimpin gerombolan yang tadi terlihat begitu sangarnya, mendadak lari tunggang langgang menyusul keempat anak buah yang sudah lari terlebih dahulu. --- Semula, ia hanya berniat untuk memperingatkan seorang gadis cantik berseragam putih abu-abu untuk menutup ruistleting kantong tasnya yang terbuka. Namun, niat baiknya itu ternyata sudah dianggap menjadi sebuah dosa tak termaafkan bagi beberapa orang copet di pasar itu. Alhasil, dua lelaki berjaket jins langsung saja mendekati remaja tanggung yang terlihat lugu itu. Dengan kasar, kedua orang tersebut menyeretnya ke sebuah sudut pasar dimana terdapat banyak kios yang tutup. Lalu tanpa ba-bi-bu, mereka mencoba menghajar si anak remaja yang bahkan tak mengerti apa kesalahannya. Tentu saja, anak muda yang belum juga menginjak usia 18 tahun itu jadi kaget dan ketakutan. Secara serampangan, ia menghindar serta menangkis tendangan serta pukulan bertubi-tubi yang mengarah pada tubuhnya. Ajaib, karena tak satupun dari semua tindak kekerasan yang ditujukan untuk menyakiti sang remaja itu telah berhasil menyasar ataupun menggores kulitnya bahkan untuk sedikitpun. Dan jadi lebih aneh lagi, ternyata tangkisan tangan si tangan dan kakinya malah mengakibatkan kedua copet pasar itu beberapa kali terdengar mengaduh kesakitan. Mungkin karena mengetahui dua orang yang tengah mengeroyok seorang anak kecil terlihat kewalahan, teman satu komplotan mereka jadi tergerak untuk membantu. Malah diantara mereka terdapat satu orang berperawakan tinggi besar yang terlihat begitu menyeramkan. Betapa tidak menyeramkan bagi seorang anak remaja yang belum juga lulus SMA itu? karena, pria berjaket kulit itu memang terlihat sangat sangar. Tato yang menutupi lengan hingga terlihat juga pada leher, memperlihatkan sebuah totalitas tanpa tanggung bagi seseorang untuk berkecimpung dalam dunia gelap. Dan yang lebih mendirikan bulu roma, pria tersebut tampak mengacungkan sebuah benda berkilat yang mirip dengan kapak bergagang pendek. "Habisi saja ... anak kecil sudah berani macam-macam disini. Pukul dia sampai bonyok biar kapok!" Suara berat yang serak, keluar dari bibir hitam bekas jejak nikotin dan entah barang haram apalagi. "Habisi ..." "Ciaattt ...." "Jangan kasih lolos. Pegangi dia ..." "Tangkap ..." Lima orang dewasa yang hidup dengan sepenuhnya tergantung dari rejeki haram, kini terlihat jadi sangat menggelikan. Tentu saja begitu ... sebab, mereka malah terlihat sangat konyol saat tak bisa sedikitpun menyentuh si anak remaja kerempeng. Hanya saja sesekali mereka berteriak kesakitan,  ketika tangan kurus si bocah kecil sengaja menangkis pukulan. --- Penampilan remaja itu sangat sederhana, karena ia memang berasal dari latar belakang keluarga yang berkekurangan. Belum genap satu tahun, ia tinggal di kota tersebut dan hidupnya sendiri juga telah sebatang kara di kota itu. Meskipun demikian, ternyata otaknya yang cerdas telah memaksanya untuk hidup dengan lebih prihatin lagi agar bisa menyelesaikan bangku SMA.  Si anak tanggung sudah memiliki semacam agenda, bahwa ia akan segera pergi meninggalkan kota itu setelah dapat meraih ijazah sekolah menengah atas. Mencari sekolah yang lebih tinggi, itu adalah cita-cita yang telah ia miliki seumur hidupnya. Ya ... tentu saja ia harus mengantongi surat kelulusan tersebut agar paling tidak, posisi sebagai Helper ataupun Cleaning Service bisa ia dapatkan di belantara ibu kota sana. Setelah mendapatkan pekerjaan tetap, ia bisa memikirkan bagaimana cara untuk memasuki bangku kuliah dengan biaya dari hasil kerjanya. Dengan niat seperti itulah, ia jadi tetap bersemangat meskipun harus hidup sendiri lagi dalam sebuah tempat yang masih asing baginya. --- Kehidupan di kota dalam lingkungan yang seperti sekarang, terasa sangat  keras baginya. Seperti yang terjadi tadi, lima orang dewasa bahkan ada yang bersenjata telah tega dan tanpa malu sudah berniat menganiaya sang bocah secara keroyokan. Padahal, anak remaja itu hanya berniat baik pada orang yang belum dikenalnya. Sayangnya, niat baik untuk seseorang belum tentu dianggap benar bagi yang lainnya.  Untung saja, ia memiliki sebuah keanehan yang semula tak pernah ia sadari. Sebuah energi yang begitu besar, entah bagaimana telah menghuni tubuhnya tanpa permisi. Namun ia patut bersyukur bila saat ini, hal itu sudah tak begitu lagi menyiksa dirinya. Karena dahulu ... ia pernah merasa benar-benar menjadi seorang anak yang sangat aneh, bahkan untuk dirinya sendiri. Walaupun tak terasa menyiksa atau menyakitkan, namun ia masih memiliki keinginan untuk bagaimanapun caranya menggali dan kalau bisa ... mengendalikan makhluk liar dalam dirinya yang terkadang mengambil alih dirinya hingga melepaskan semua kesadaran. Mengingat hal-hal aneh yang terjadi pada dirinya ... tak bisa tidak, ingatannya kembali menerawang ke sebuah tempat indah dan damai menghijau dimana kampungnya berada. Sebab, dari sanalah awal mula semua sumber keanehan yang terjadi dalam dirinya sewaktu ia memasuki usia aqil balik. *** Beberapa tahun sebelumnya. Gadis remaja itu terus saja tak henti menangis di atas tanah merah makam yang masih basah. "Nawang ... pulanglah. Mari aku antar kamu. Janganlah kau bersedih hati dan putus asa. Jangan khawatir, karena masih ada aku yang akan menjagamu." Anak lelaki bau kencur yang bahkan belum bisa buang air kecil dengan lurus itu, tampak begitu gagah saat mengucap janji untuk melindungi sahabatnya yang tengah bersedih. Betapa tak bersedih. Dalam usia yang baru menginjak empat belas tahun, Nawang Wulan harus menerima kenyataan untuk menjadi gadis sebatang kara di dunia ini. Sang ayah yang sudah lama berpulang saat ia belum bisa menghapal wajahnya, saat ini malah dipertemukan dengan ibunya yang menyusul ke alam baka. Meskipun hidup sang gadis tidaklah seenak teman-temannya semasa masih memiliki seorang ibu, tapi paling tidak ia masih dapat merasakan kehadirannya setiap hari. Dan kini satu-satunya milik Nawang yang paling berharga, justru telah diambil dengan tanpa belas kasih sedikitpun disaat ia masih membutuhkannya. --- Setelah beberapa kali si anak lelaki membujuknya, akhirnya si adis kurus itu menjawab. "Iya, aku pulang. Jangan pikirkan aku dengan begitu sedih. Aku sudah biasa hidup susah, bahkan selama ini aku juga yang mencari nafkah untuk kami berdua." Dengan tegar, si gadis kecil menyusut air matanya. Kemudian, ia berdiri untuk sekali lagi mengangguk hormat di depan pusara sang Ibunda. "Mari, aku antar kamu sampai ke rumah." "Tak usah, cukup sampai persimpangan yang menuju rumahku saja." "Tidak bisa. Aku harus memastikan engkau memakan makananmu, membersihkan diri dahulu dan mengistirahatkan tubuhmu yang terlihat sangat lelah." Sang sahabat tetap kukuh dengan kemauannya. Dan si gadis tampaknya tak mau berdebat lagi. Ia melangkah tanpa menoleh sedikitpun, lalu berjalan dengan cepat agar bisa segera kembali ke rumahnya. --- Ibu Nawang Wulan memang sudah lama sakit-sakitan. Terhitung semenjak anaknya masih duduk di bangku akhir Sekolah Dasar, sang ibunda sudah sering sakit dan tak bisa sepenuhnya menjadi sosok yang bisa menjamin kehidupan keluarganya. Tapi justru dari kisah derita sakit ibunya itulah, Nawang malah seakan sudah bisa menjadi seorang gadis yang dewasa dalam usia belianya. Memasak dan menyiapkan sekedar makanan pengganjal perut lapar, adalah satu hal biasa yang dengan mudah bisa dilakukan oleh anak sekecil itu. Sementara teman-temannya asyik bermain, si gadis yatim malah berupaya apapun agar dapat memenuhi kebutuhan makan bagi dirinya sendiri dan sang ibu. Alam telah memberikan kemurahan hati bagi mereka. Kehidupan dalam desa terpencil yang belum terjamah kemajuan jaman, seolah memberi kesempatan si gadis untuk menyandarkan hidupnya dalam pelukan semesta yang senantiasa siap memberikan kehidupan bagi makhluk yang mencintainya. Masuk keluar hutan, adalah pekerjaan si gadis setiap harinya. Umbi liar yang berserak terhampar melimpah, adalah sebuah kekayaan lumbung pangan yang tak akan habis bila hanya diperuntukkan mengisi perut dua orang miskin. Jangan kata sayuran sehat penuh manfaat, bahkan daging lezat juga tak terlewat dapat disantap hanya dengan modal kesabaran serta ketrampilan alami menangkap ayam hutan yang tersedia gratis. Dan ada satu lagi keahlian istimewa dari Nawang Wulan yang tak bisa ditandingi oleh satupun warga desa sekitar, yaitu menangkap ikan dengan cara menyelam. Hanya berbekal kacamata menyelam bekas milik sahabatnya dan sebatang tombak kayu, gadis remaja itu bisa mendapatkan ikan besar dengan jenis apapun yang ia mau. Dan kemampuan langka tersebut didapatkannya  karena latihan tak sengaja yang dilakukan semenjak kecil. Tujuh menit lebih, Nawang wulan mampu menahan napas di dalam air. Dan tentu saja, itu adalah kejadian yang  langka bagi seorang manusia biasa. Dengan kemampuan manahan napas itulah, si gadis belia bisa dengan leluasa mengadakan sebuah perburun ikan dalam air layaknya ia tengah memilih di pasar ikan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD