TW - BG 5

2863 Words
Ke esokkan harinya Beby keluar dari kamar untuk sarapan. Ia sudah berpakaian dengan rapi, karena memang ia sudah mandi dan bersiap akan berangkat ke rumah sakit. Ia akan memantau pasiennya hari ini sebelum besok ada rapat bulanan. Maka Beby akan sangat sibuk hari ini sampai besok. Seperti biasa Beby tipe orang yang memang sangat peduli dengan penampilan. Beby memakai dress sebatas lutut. Nanti sesampainya di rumah sakit ia akan memakai jas dokternya. “Selamat pagi.” Sapa Evan yang sudah sarapan lebih dulu. Pria itu sudah mandi, hanya saja ia menggunakan kaos polos dan celana pendek selutut. Beby ingin bertanya apakah pria itu tidak bekerja. Bukan hanya itu saja, Beby juga penasaran akan pekerjaan pria itu hanya saja ia enggan untuk bertanya. Ia tak mau kalau Evan menganggapnya peduli. Lebih baik menahan diri saja pikirnya. Beby tidak membalas sapaan selamat pagi itu, ia berlalu ke dapur ketika melihat Evan hanya menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri saja. Apa yang di harapkannya? Berharap kalau Evan akan menyiapkan sarapan untuknya? Beby menggelengkan kepalanya dengan cepat dengan pemikiran yang ada. Tak seharusnya ia berpikiran seperti itu pikirnya. Lagipula mana Evan tahu apa yang akan di konsumsinya setiap pagi. Beby membuka kulkas lalu mengambil buah dan mencucinya. Setelah mencuci, ia memotongnya dan mengambil blender yang memang sudah tersedia di sana. Beby ingin membuat jus untuk dirinya sebagai sarapan. Beby lupa untuk membeli s**u untuknya semalam, maka karena tidak ada Beby akan meminum jus saja. Biasanya Beby hanya sarapan dengan s**u atau jus. Ia akan makan ketika siang saja. Sedangkan Evan tadi membuat roti pakai selai dan kopi hitam sebagai teman sarapannya. Setelah selesai menyiapkan jus untuknya, Beby bergabung dengan Evan di meja makan. Hanya saja duduk agak jauh dari pria itu. Beby juga tidak mencuci blender yang habis ia pakai. Ia membiarkannya saja di belakang. “Kamu mau berangkat ke rumah sakit?” Tanya Evan lagi masih berusaha. Pertanyaan bodoh pikir Beby, mau kemana lagi dirinya kalau bukan ke rumah sakit? Evan menghela napas kasar karena Beby masih saja tidak menjawabnya. Padahal tadi malam ia sudah berusaha mendekatkan diri pada Beby, namun sepertinya usahanya masih sia-sia saja. Beby sibuk dengan handphonenya dan Evan melihat Beby yang tidak menggunakan cincin pernikahan mereka. Evan melihat Beby memakainya tadi malam. Pagi ini cincin itu sudah tidak ada lagi. Evan melihat jari manisnya yang masih ada cincin pernikahan mereka. Evan saja tak ada niat untuk melepaskannya. Tapi memang Beby bilang dari awal kalau dia memang tidak akan memakai cincin pernikahan mereka selain di depan orangtuanya. Handphone Beby berdering, Evan melihat Beby yang tersenyum senang ketika melihat nama yang memenuhi layarnya itu. Tanpa pikir panjang Beby langsung saja mengangatnya. “Selamat Pagi.” Sapa Gavin, ya yang menghubungi Beby pagi ini adalah Gavin. “Selamat pagi.” Balas Beby dengan manja sambil tersenyum senang. Bahkan Beby tak sadar kalau ada Evan di sana yang memperhatikannya. “Kamu lagi apa?” “Lagi sarapan nih, kalau kamu?” Tanya Beby balik. “Sama aku juga lagi sarapan. Mau berangkat ke rumah sakitkan? Aku jemput ya?” “Eh gausah, aku bisa berangkat sendiri. Lagian nanti aku pulang malam, hari ini aku mau check semua pasien aku sebelum besok rapat. Aku habis cuti, jadi kerjaan banyak. Apalagi hari ini aku ada jadwal praktik jugakan.” “Iya juga ya, kamu bakalan sibuk dok beberapa hari ini. Padahal aku masih kangen sama kamu. Bukan masih kangen tapi selalu aja kangen kalau kamu nggak ada sama aku. Makanya aku udah nggak sabar mau nikahin kamu biar kita bisa bareng terus. Jadi aku nggak perlu merana kayak gini deh karena kangen sama kamu.” Beby tertawa dengan malu-malu. “Bisa aja sih.” Balas Beby dengan malu. “Beneren sayang, aku selalu kangen sama kamu. Aku nggak begitu sibuk beberapa hari ini, aku pikir aku bisa habiskan waktu bareng kamu. Ternyata enggak, kamu yang sibuk karena cuti kemarin.” “Iya nih, nanti deh setelah rapat mungkin bisa. Kamu tahu sendiri kalau kita mau rapat aku yang paling sibukkan.” “Iya juga sih, yaudah nanti makan siang bareng ya. Kita hanya bisa ketemu sama kamu di rumah sakit aja dong hari ini. Nggak bisa peluk kamu.” Kata Gavin dengan lesu membuat Beby lagi dan lagi tertawa. “Bisa, datang aja nanti ke ruanganku.” “Beneren ya? Nanti aku bakalan datang ke ruangan kamu, aku bakalan peluk kamu sepuasnya. Aku bakalan cium kamu sepuasnya juga, aku butuh vitamin dari kamu.” Beby masih saja tersipu malu mendengar perkatan Gavin dan Evan bisa melihat itu. “Iya-iya terserah kamu aja nanti baiknya gimana. Aku tunggu ya.” “Siap sayang, tunggu kehadiran aku ya. Nanti setelah rapat aku bakalan kurung kamu dan nggak akan kasih orang lain ganggu kamu selain aku.” Beby kembali tertawa dengan perkataan Gavin. “Oh ya besok rapat kamu harus duduk di samping aku ya, supaya bisa pegang tangan kamu. Aku masih aja belum bisa mesra-mesraan kamu di depan umum karena peraturan rumah sakit.” Hal itu benar adanya. Peraturan rumah sakit mengatakan jangan pacaran di rumah sakit, dihindari apalagi sesama pekerja. Karena takut hal yang tak diinginkan terjadi, contohnya ketidak profesionalan terjadi. Kalaupun mereka jadi menikah, maka Gavin siap untuk pindah rumah sakit. Itu sudah menjadi kesepakatan keduanya di awal. “Iya tenang aja, mudah-mudah nggak di ambil sama yang lain.” “Makanya kita masuknya barengan.” “Iya deh iyaa.” Jawab Beby dengan pasrah. “Yaudah, sampai ketemu nanti ya sayang. Hati-hati di jalan, I love you.” Beby melihat Evan yang melihatnya dari tadi. “Me too.” Balas Beby, setelah itu ia matikan sambungannya. Ingin rasanya Beby membalas seperti biasanya hanya saja ia baru sadar bahwa ada orang lain sedang bersamanya. “Oh iya, nanti siang aku bakalan pergi dan nggak akan pulang malam ini. Kamu gapapakan kalau sendirian malam ini di rumah? Kamu gapapakan aku tinggal?” Beby menaikkan alisnya. “Emang kenapa nggak harus gapapa? Ya gapapa bangetlah, malah aku lebih senang sendirian di rumah. Jadi nggak ada yang ganggu, lagian kalau kamu mau pergi berhari-hari juga nggak masalah. Kalau perlu lama aja perginya jangan cepat-cepat. Kamu nggak usah bilang juga nggak masalah, toh aku juga nggak akan masalah. Bahkan aku juga nggak peduli. Bukannya kita udah sepakat untuk nggak usah ikut campur? Mending fokus sama urusan masing-masing aja, okay? Silahkan kalau kamu mau pergi berapa lama nggak pulang juga silahkan.” Kata Beby dengan ketus. Evan diam saja ketika Beby mengatakan hal itu, lagi dan lagi ia benar-benar tidak di harapkan sama sekali. “Baiklah, kamu hati-hati di rumah. Kalau ada apa-apa kamu bisa hubungi aku.” Beby tidak menanggapi sama sekali pesan dari Evan itu. Setelah menghabiskan jusnya, Beby bangkit berdiri dan mengambil tasnya di kamar. Tanpa mengatakan apa-apa ia pergi begitu saja. Mengucapkan selamat tinggal saja tidak, Evan menggelengkan kepalanya dengan tersenyum. Evan membawa piring dan gelas miliknya. Tak lupa gelas bekas minum Beby juga. Bahkan sampai di dapur Evan melihat blender dan sampah Beby juga tidak di buang. Maka pria itu yang membersihkan dan membuangnya. Begitu melihat semuanya beres, Evan mengambil handphonenya dan menghubungi seseorang untuk menyiapkan segala keperluannya. Terutama untuk kepergiannya kali ini. Perjalanannya kali ini bukan hanya sekedar pekerjaan saja, tetapi lebih dari pekerjaan juga akan dia lakukan. Hal yang tak seharusnya ia lakukan, tapi harus di lakukan. ***** “Kamu beneren datang.” Kata Beby saat Gavin baru saja masuk ke dalam ruangannya. Wanita itu bangkit berdiri dan Gavin langsung saja memeluk Beby dengan erat dan mencium bertubi-tubi pipi Beby sehingga wanita itu tertawa. “Kamu suka banget sih ciumin aku kayak gitu.” Protes Beby. “Aku kangen banget sama kamu, aku hanya bisa sama kamu di sini aja.” Kata Gavin dengan manja. “Gapapa, dari pada nggak sama sekalikan?” Gavin kembali memeluk Beby dan enggan untuk di lepaskan. “Iya sih kamu benar. Kamu buka praktik setelah makan siangkan? Kita makan siang di sini aja ya biar bisa berduaan?” Beby tertawa lalu menganggukkan kepalanya. “Mau pesan makan di kantin atau mau pesan makan dari luar?” Tanya Beby sambil membawa Gavin untuk duduk di sofa yang tersedia dalam ruangannya. “Makanan dari luar aja kali ya, bosan dari kantin mulu. Bentar biar aku pesanin.” Gavin mengambil handphonenya untuk melihat sedangkan Beby bersandar di bahu pria itu sambil ikut memesan makanan apa yang mereka pesan. Keduanya hanya bisa bermesraan di dalam ruangan Beby saja. Kalaupun memang mau bermesraan di luar, keduanya harus jalan yang jauh dari lingkungan tempat kerja mereka. “Setelah rapat aku mau ngajak kamu makan malam romantis, aku udah booking tempatnya. Aku yakin kamu bakalan suka sama tempat yang udah aku siapin.” “Emang di mana?” Tanya Beby penasaran. “Ada deh, kamu tunggu aja. Namanya juga surprise masa bilang-bilang. Begitu selesai rapat kamu langsung pulang ke rumah, terus siap-siap dandan yang cantik okay? Aku jemput ke rumah ya?” Beby langsung saja menggelengkan kepalanya. “Jangan, aku pergi sendiri aja.” “Emang kenapa kalau aku jemput kamu?” Tanya Gavin penasran. “Papa aku lagi sensitive banget sekarang semenjak Kak Alena kecelakaan. Jadi semuanya serba salah sama mereka. Terus kalau mereka lihat kamu juga takutnya mood Papa belum membaik. Gapapa ya aku pergi sendiri aja?” Gavin menghela napasnya panjang. “Yaudah kalau gitu gini aja, kita ketemu di tengah aja gimana? Terus kita datangnya kesana bareng. Nanti nggak jadi dong surprisenya.” Beby di buat tertawa dengan perkataan Gavin. “Yaudah kalau gitu, nanti aku kasih tahu kamu kita ketemu di mana okay?” Gavin menganggukkan kepalanya lalu membawa Beby ke dalam pelukannya kembali. ***** Sudah dua hari Evan juga belum pulang ke rumah. Beby pikir Evan hanya pergi satu malam saja. Ternyata lebih dari satu malam, Beby jadi ingat dengan perkataan Evan waktu itu yang seolah mengatakan “tidak pulang malam ini” maka Beby menganggap hal itu hanya satu malam. Saat pulang ia menemukan rumah dengan keadaan gelap dan tak ada siapa-siapa. Beby sudah biasa hidup ramai dulu saat di rumahnya, bukan sepi seperti ini. Hanya saja terkadang Beby memang suka dengan kesendirian. Dengan sendiri terkadang membuatnya bisa tenang dan bisa berpikir lebih rasional lagi. Tapi kali ini dengan tidak adanya Evan membuatnya sedikit merasa kehilangan. Karena tidak ada lagi yang bisa membereskan rumah. Saat ini keadaan rumah dalam kategori tidak baik. Apalagi dengan Beby yang tak biasa membersihkan rumah. Saat ia hendak mau membuat sarapan, bekas piring dan blender yang di pakainya semalam pagi juga tidak tercuci. Saat pria itu ada akan ada yang membereskannya dan mencucinya. Kini Beby harus membersihkannya sendiri dan mencucinya. Untuk rumah Beby enggan untuk menyentuh, maka wanita itu membiarkan saja. Lagi pula ia tak sempat kalau harus membersihkan rumah lagi baru pergi ke rumah sakit. Karena beberapa hari ini juga Beby sudah sangat lelah karena harus pulang malam. Sampai rumah dia akan tidur dan tidak bisa mengerjakan apa-apa lagi. Sama halnya pagi ini ia harus ke rumah sakit karena ada jadwal operasi. Belum lagi nanti malam ia sudah punya janji untuk makan malam dengan Gavin. Maka tak ada waktu untuk Beby mebersihkan apartementnya sendiri. Evan juga tidak ada menghubunginya sama sekali. Ia pikir pria itu akan menghubunginya tapi ternyata tidak. Apa yang sebenernya Beby harapkan? Bukankah mereka sudah sepakat untuk tidak ikut campur dengan urusan satu dengan yang lainnya? Saat ia hendak duduk, handphonenya berdering. Beby melihat bahwa Carissa yang menghubunginya. Maka Beby langsung saja mengangkatnya. “Hallo Ma,” “Kamu masih di rumah?” Tanya Carissa. “Iya Ma, kenapa?” “Mama pikir udah berangkat ke rumah sakit. Mama nanti mau ke rumah sakit, nanti kita ketemu di sana ya. Mama juga udah bawa makan siang untuk kamu. Mama masak makanan kesukaan kamu.” “Seriusan Ma?” Tanya Beby dengan sangat excited. Ia merindukan makanan yang di masak langsung oleh Carissa. “Iya, Mama tunggu di ruangannya Alena ya.” “Tapi Ma, kalau udah lapar Mama makan duluan aja. Aku ada operasi nanti, siapa tahu operasinya lama. Jadi Mama nggak usah nungguin aku. Tapi begitu selesai aku langsung nemui Mama kok.” “Iya kamu tenang aja, yaudah sampai bertemu ya.” Carissa langsung saja mematikan sambungannya. Maka Beby juga dengan cepat menghabiskan sarapannya dan setelah itu pergi menuju rumah sakit. Begitu sampai rumah sakit Beby langsung saja persiapan untuk melakukan operasi. Benar saja operasinya berjalan dengan lama, sehingga sudah lewat makan siang. Beby langsung saja megganti bajunya kembali setelah operasi berhasil. Ia sudah tidak sabar menemui Carissa dan makan hasil masakan Carissa. Saat Beby sudah keluar Gavin datang menghampirinya. “Makan siang bareng yuk.” “Kamu makan siang sendiri aja ya, Mama datang dan udah bawain makan siang buat aku. Sampai ketemu nanti malam ya.” Belum lagi Gavin menjawab Beby sudah pergi meninggalkan pria itu dengan berlari. Gavin hanya bisa membiarkan Beby pergi tanpa bisa bergabung, karena hubungan mereka belum di ungkapkan sama sekali pada orangtua Beby. Begitu sampai di depan ruangan Alena, Beby langsung saja masuk dan memeluk Carissa. “Aku kangen banget sama Mama.” Pekik Beby. “Kangen tapi nggak pernah telepon, bohong banget sih kamu.” Sindir Carissa membuat Beby tertawa. “Ma, aku laper banget makan yuk. Kaki aku juga pegal banget karena kelamaan berdiri.” Kata Beby dengan manja, Beby hanya bisa bersikap seperti itu hanya pada orang-orang terdekatnya saja. Salah satunya pada Carissa. “Yaudah makan gih. Mama udah makan.” Carissa membuka bekal yang sudah di bawanya itu dan di berikannya pada Beby. Wanita itu makan dengan lahap, karena memang ia sudah sangat lapar. Carissa sampai menyuruh Beby untuk makan dengan hati-hati. Selain lapar karena Beby selalu suka dengan masakan Carissa yang sudah menjadi candu baginya itu. “Oh iya Evan apa kabar? Baikkan?” Tanya Carissa tiba-tiba membuat Beby yang makan akhirnya berhenti. “Baik Ma.” Jawab Beby dengan tak yakin, karena ia tak tahu dimana pria itu berada dan bagaimana. “Kenapa jawabannya nggak yakin gitu sih? Kalian baik-baik ajakan?” “Baik kok Ma.” Beby masih saja berusaha bersikap tenang sambil makan. “Di mana Evan sekarang? Di rumah?” Beby menggelengkan kepalanya. “Aku nggak tahu sebenernya dia kemana Ma. Kemarin dia bilang mau pergi karena ada urusan kerjaan kalau nggak salah.” “Kapan pulangnya dan di mana?” Beby menggelengkan kepalanya. “Aku nggak tahu Ma,” “Kamu nggak nanya? Yaampun Beby bisa-bisanya kamu nggak nanya kemana suami kamu pergi. Kamu itu istrinya harusnya tanya dong kemana perginya suami. Jangan bilang kamu juga semenjak dia pergi nggak ada hubungi sama sekali?” Beby hanya nyengir saja membenarkan apa kata Carissa. “Jangan kayak gitu dong sayang. Bagaimanapun Evan itu suami kamu. Harusnya kamu peduli kemana dia pergi, terus berapa lama, gimana keadaan dia kamu harus tanyain. Kalau dia pergi kamu harusnya hubungi dia jangan diam aja. Kalau sesuatu terjadi sama Evan gimana? Yang bakalan di tanya pertama kali itu kamu. Karena kamu sitrinya.” Nafsu makan Beby jadi berkurang karena di marahin oleh Carissa seperti ini. “Kamu dengerin Mama nggak?” “Denger Ma. Lagian aku sama Evan itu baru nikah beberapa hari, aku belum kenal dia orangnya gimana begitupun sebaliknya. Mama tahukan kalau aku nggak menginginkan pernikahan ini, kalau bukan karena Mama aku juga nggak mau nikah sama Evan untuk gantikan Kak Alena. Jadi nggak akan mungkin semudah itu Ma, aku juga butuh adaptasi. Kita butuh pengenalankan, nggak semudah yang Mama pikir.” Kata Beby dengan kesal. “Kamu benar, tapi jangan terlalu lama dan terlalu banyak bertimbang. Pernikahan kalian sakral, dulu Mama nikah sama Papa kamu juga bukan karena dasar cinta. Tapi Mama tahu apa yang harus dilakukan sebagai istri. Tugas seorang istri itu ada sayang, bagaimanapun status kamu sudah berubah. Kamu harus belajar menerima semuanya. Jangan sampai nanti Evan jatuh hati pada perempuan lain. Mamakan udah bilang sama kamu kemarin apa yang harus kamu lakukan sebagai seorang istri.” Beby menghela napasnya dengan berat. “Mama jadi buat nafsu makanku hilang.” Kata Beby dengan jujur, wanita itu menyudahi makannya dan menghabiskan air yang ada di dalam botol yang sudah di sediakan di sana. “Mama hanya mau yang terbaik buat kamu sayang. Mama kayak gini karena Mama peduli dan sayang sama kamu. Mama nggak mau kamu menyesal di kemudian hari. Selagi ada Mama, emang tugas Mama untuk bimbing kamu dalam hal ini. Mama tahu emang nggak mudah, apalagi kamu melakukannya demi kami. Tapi kamu harus belajar, hargai pernikahan ini. Hargai Evan sebagai suami kamu, walaupun hubungan kalian belum bisa terlalu jauh setidaknya kalian harus saling mengenal. Minimal dengan komunikasi kalian.” “Mama nggak tahu aja gimana rasanya menikah dengan terpaksa. Dengan orang yang mas—“ “Kamu pasti bisa, Mama tahu kamu orang yang sangat kuat. Jangan bilang nggak bisa dulu sebelum mencoba. Kamu harus mau mencoba ya?” Beby hanya diam saja, tak mau menjawab lagi. Karena mau bilang apapun akan percuma. Baginya tak ada seorangpun yang bener-bener paham bagaimana perasaannya saat ini. Mau mengatakan apapun, akan menjadi percuma. Lebih baik diam saja, orang yang di harapkannya akan mengerti ternyata juga tidak bisa paham. Lalu pada siapa lagi dia harus cerita agar bisa di mengerti? Ingin sekali rasanya ia meluapkan isi hatinya agar ada yang benar-benar paham bagaimana isi hatinya yang sebenernya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD