6. Keluarga

1481 Words
Rasanya ini kali pertama dalam hidup Shireen dia makan di meja makan di mana telah tertata banyak sekali lauk pauk yang sangat nikmat, ada aneka sajian seafood, daging, ayam, sayur juga lain sebagainya. Menurutnya ini sangat berlebihan untuk di makan berempat saja. Namun, dia tak mau protes atau apa pun itu. Dia mencoba menyembunyikan tangannya yang gemetar karena menyendok makanan yang ada di meja. “Jangan sungkan, Shireen. Mama belum tahu makanan favorit kamu apa? Jadi mama siapkan saja semuanya, nanti beri tahu mama ya apa yang kamu suka?” tutur Arumi yang berada di hadapannya ramah. “Iya, m-ma,” ucap Shireen yang masih kaku. Sementara Gyandra hanya menahan senyumnya saja. “Jadi Shireen, kapan kami bisa menemui keluarga kamu?” tanya Bima, ayah Gyandra. Shireen menoleh pada Gyandra yang mengangguk pelan. “Sebenarnya, saya yatim piatu, Pa, Ma. Orang tua saya meninggal ketika saya kecil, saya dirawat nenek dan beliau juga sudah meninggal. Kemudian saya dirawat oleh kerabat jauh nenek namun ... mereka tidak ingin mengenal saya lagi,” ucap Shireen sambil menggigit bibirnya. Gyandra memegang tangan Shireen dan mengusapnya perlahan. Suara Shireen yang semula terdengar bergetar menahan tangis kemudian perlahan mulai tenang. Arumi lantas menarik tissue dan menyeka sudut matanya yang berair. “Mulai sekarang, kamu adalah bagian dari keluarga kami Shireen, mama dan papa akan dengan sangat terbuka menerima kamu. Jadi jangan khawatirkan apa-apa ya?” ucap Arumi sambil tersenyum meski hidungnya memerah menahan tangis. “Benar yang diucapkan mamamu, kami menerima kamu apa adanya,” ucap Bima. “Terima kasih, Mama dan Papa atas kebaikan hati kalian,” ucap Shireen terisak, dia tak bisa lagi menahan tangis. Gyandra mengambil tissue dan memberikan pada Shireen yang menyeka sudut matanya. “Jadi kami benar-benar tidak bisa melamar kamu secara formalitas Shireen?” tanya Bima. “Sebenarnya, pak Edrik, ayahnya Ayana bilang papa dan mama bisa melamarkan aku ke mereka. Sejak SMA aku sudah mengenal mereka dan kerja di kantor mereka, di PT. Enerson,” ucap Shireen. “Oh, pak Edrik, iya saya cukup kenal beliau. Baik nanti kita atur temu ya sebelum kalian menikah, sekarang lanjut makan lagi, enggak baik nangis di depan makanan,” ucap Bima membuat Shireen mengangguk lega. Gyandra tersenyum melihat Shireen yang mulai melanjutkan makannya. Bahkan setelah makan pun mereka kembali berincang di ruang tamu dengan pembahasaan lebih santai. Shireen benar-benar tak menyangka bahwa dia diterima dengan baik di keluarga ini. Pukul sepuluh malam, Gyandra mengantar Shireen menuju kostnya. Sepeninggal Gyandra, Shireen menaiki tangga menuju kamar kostnya yang terletak di atas. Dia tak menyangka melihat seorang wanita yang sangat tidak ingin dilihatnya di dunia ini. Melihat wajahnya membuat Shireen mual terbayang posisi mereka saat itu. “Ngapain ke sini!!” sentak Shireen. Wanita bernama Steffani itu hanya mendengus dan mengulurkan sebuah surat undangan. “Datang ya, wajib. Lo harus lihat betapa bahagianya gue dengan Danna!” tutur Steffani. Shireen menerima undangan itu dengan wajah sinis. Dia melihat tanggalnya. Masih dua minggu lagi. sepertinya wanita s****l ini terlalu terburu-buru memberikan undangan untuk pamer. “Wah hebat, selingkuhan bisa dinikahi. Sebuah pencapaian yang luar biasa,” sindir Shireen. “Memangnya lo? Pacaran lima tahun cuma berakhir sebagai tamu undangan,” kekeh Steffani. Shireen mengepalkan tangannya. Ingin dia menghajar wanita itu, namun dia tak bisa lakukan hal itu saat ini. Dia tak mau semua penghuni kost keluar dan mengakibatkan keributan. “Oke. Bye!” ujar Shireen yang kemudian membuka kunci pintu kamarnya dan membantingnya setelah masuk ke dalam. Dilemparkan undangan itu ke dinding hingga menghantam dinding itu dan terjatuh di lantai. Dia sangat kesal, dia merasa apa yang terjadi padanya benar-benar seperti sebuah hukuman. Namun hukuman atas apa? Bukankah dia selama ini selalu menjadi orang yang baik. Atau karena dia terlalu baik, maka dia mendapat ujian yang juga besar? Shireen melihat kardus teronggok di sudut kamarnya. Kardus berisi barang-barang pemberian Danna, foto-foto mereka atau baju couple yang pernah mereka beli. Semua berada dalam kardus itu yang membuat kamar Shireen terasa lebih kosong karena selama ini didominasi oleh barang-barang kenang-kenangan mereka. Sebuah pesan masuk ke ponsel Shireen, dia melihat pesan dari Gyandra yang mengatakan bahwa dia telah sampai di rumah. Shireen kemudian memotret undangan itu dan memberikan gambarnya pada Gyandra, dia meminta tolong pada Gyandra agar mau menemaninya ke acara pernikahan yang diselenggarakan di rumah Danna itu. Tak ada yang baik-baik saja ketika perpisahan dilakukan secara menyakitkan. Perselingkuhan, pengkhianatan dan penghinaan yang diterima oleh Shireen tak ayal membuatnya menangis lagi. Dia tak bisa berbuat apa-apa selain menangis saat ini. Lima tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk menjalin kasih. Terlebih mereka memiliki tabungan bersama yang diperuntukkan uang muka rumah tersebut. Rumah yang harusnya menjadi saksi kehangatan rumah tangga mereka dengan keluarga kecil mereka terpaksa harus terenggut karena nafsu duniawi yang mengalahkan logika, yang menyesatkan. Bernapas saja terasa seperti terikat oleh tali kekang yang sangat kuat membelenggu paru-paru hingga rasanya ingin meledak. Shireen kemudian tertidur sambil menangis, tak tahu jam berapa dia terlelap? Karena ketika terbangun, hari sudah sangat siang. Dan dia melihat undangan yang teronggok itu lagi dengan tatapan nanar penuh kebencian. *** Di hari senin, Shireen kembali bekerja. Dia sengaja menemui orang tua Ayana di ruang kerja mereka. Shireen duduk di sofa panjang samping ibu Ayana. Wanita berkulit putih dengan mata sipit. Bajunya tampak santai, mungkin karena memang bekerja di perusahaan keluarga yang membuatnya bebas dalam penampilan. Berbeda ketika dia harus keluar untuk bertemu klien atau kolega bisnis. Shireen selalu kagum dengan ibu Ayana yang bernama Yuna itu. Selain ahli dalam keuangan, dia juga marketing yang sangat handal. Dia pandai berbicara dan mendengarkan lawan bicara. Berkatnya lah perusahaan Enerson ini kian berkembang. “Jadi Shireen mau bicara apa?” tanya Yuna dengan mata penuh selidik. “Begini Bu, ehmm minggu ini keluarga abang Gyandra akan melamar Shireen, tapi karena Shireen enggak punya orang tua.” “Ssssttt siapa yang bilang kamu enggak punya orang tua? Kamu anggap kita apa? Hah?” potong ibu Ayana membuat Shireen tersenyum tak enak. “Jangan bentak-bentak,” sungut Edric, Shireen mengatupkan bibirnya. “Boleh enggak kalau keluarga Abang Gyandra ke rumah bapak dan ibu untuk melamarkan Shireen? Sebenarnya Shireen takut, tadi pagi enggak sengaja ngobrol sama ibu kost katanya kalau anak dari ibu dan bapak belum nikah, enggak boleh acara lamaran di rumahnya,” ucap Shireen sambil menunduk, memainkan jarinya karena salah tingkah. Pagi tadi dia keluar membawa kardus berisi barang-barang dan foto-foto. Di halaman belakang memang terkadang bapak kost membakar sampah dalam tong yang terbuat dari besi dengan lubang yang dibuat meninggi ke atas juga ada tabung-tabung yang berisi air dari pembakaran, entah fungsinya untuk apa? Karena Shireen tak pernah bertanya. Yang dia tahu bapak kost itu penggiat lingkungan. Sering membuat pupuk dan sebagainya. Shireen ikut membakar kardus itu memasukkan dalam tong besar yang kemudian ditutup bapak kost itu agar asapnya tidak mengganggu penghuni kost. Shireen melihat ibu kost yang menyapu halaman belakang dan iseng bertanya tentang lamaran yang diwakilkan oleh orang lain dan ibu kost berkata jika keluarga itu belum menikahkan anak, maka sebaiknya tidak boleh. Pamali. “Tentu boleh, kami enggak percaya dengan pamali bumali, datanglah ke rumah? Kapan? Biar ibu dan bapak siapkan,” ucap Yuna sambil merangkul Shireen. “Jangan repot-repot Bu, hanya pertemuan keluarga saja,” ucap Shireen, “formalitas,” sambungnya. “Sekelas pak Bima mana mungkin tidak ada apa-apa Shireen, tenang saja kami enggak akan kerepotan,” ujar Edric. “Jangan, Pak. Beneran keluarga bang Gyandra juga bilang enggak mau merepotkan,” ucap Shireen. “Ya sudah kamu jangan pikirkan tentang itu, jadi malam minggu ini ya lamarannya?” tanya Edric. “Iya. Pak. Maafkan Shireen ya,” ucap Shireen. “Lho kok minta maaf, kan dari dulu kami sudah bilang anggap kami seperti keluarga kamu,” tutur Yuna sambil tersenyum. Shireen mengangguk dengan perasaan yang tenang, meski dia tak terlalu bahagia karena menikah dengan lelaki yang belum dicintainya. Namun, dia merasa senang karena banyak yang menyayanginya. *** Acara lamaran ini berlangsung khidmat dan lancar. Keluarga Ayana menyambut kedatangan keluarga Gyandra dengan tangan terbuka. Tak terlalu banyak yang hadir yang membuat ruang tamu rumah tersebut tak sesak. Kursi-kursi dipindahkan hingga digelar karpet besar seperti keinginan Shireen yang menginginkan hal sederhana saja. Tak ada hiasan untuk acara lamaran. Shireen pun hanya mengenakan kebaya sederhana yang dipakai wisuda belum lama ini. hanya saja keluarga Ayana meminta Shireen tetap dirias oleh MUA. Keluarga Gyandra membawakan beberapa parsel berisi barang-barang yang mewah, yang Shireen tak mengerti harganya itu. Mereka membicarakan pesta pernikahan yang diinginkan Gyandra. Pesta yang tidak terlalu mewah, hanya dihadiri keluarga dan kawan terdekat saja. Semua menghargai keputusan Gyandra. Shireen pun sepakat akan hal itu, baginya pesta tidaklah terlalu penting. Yang penting dia bisa membuktikan bahwa ada keluarga yang menerimanya sebagai menantu apa adanya. Mereka akan menikah dua minggu lagi yang itu artinya selang seminggu setelah pernikahan Danna dan Steffani. Shireen tak sabar untuk memberikan surat undangan di acara pernikahan mereka. Senyum shireen tercetak jelas membuat Ayana menyikutnya. “Jangan kesurupan sekarang!” geram Ayana! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD