Dusta Yang Ditutupi (2)

1765 Words
“Dan, apakah itu benar?” pertanyaan Pak Victor terdengar. Daniel yang mati-matian meredakan gemuruh di dadanya menggertakkan gigi. Dia sudah tak mau lagi nama baik keluarganya diseret-seret dalam persoalan pribadinya. Dan dia juga tak mau Kekasihnya tercinta dihina seperti itu. Wajah Daniel tampak menegang. Tangannya sudah mengepal. Inge memergoki hal itu, dan dia sedikit gentar karenanya, betapa pun dia berusaha untuk menenangkan perasaannya. “Om, Tante, karena Inge yang lebih dulu menyinggung tentang hal ini, baiklah akan sekalian saya bicarakan maksud kedatangan saya selain memberikan klarifikasi tentang hubungan kami.” Bu Chelsea sudah akan menyahut, tetapi Pak Victor memberikan isyarat agar diam dan memberikan kesempatan pada Daniel untuk melanjutkan perkataannya. Bu Chelsea merengut dan menyilangkan kedua tangannya ke d**a. Hati Inge berdebar tak menentu. Dia teringat akan apa yang dia lakukan tadi pagi. Dan dia tengah berusaha memikirkan cara untuk membela diri. “Yang pertama Tante, maafkan. Saya keberatan kalau Tante menyeret-nyeret nama clan Sanjaya ke dalam pembicaraan ini. Apa-apa yang saya lakukan, terlebih yang kita bicarakan sekarang, sungguh tidak ada hubungannya dengan clan Sanjaya.” “Bagaimana tidak berhubungan? Kamu itu kan..!” “Ma! Diam kata Papa!” Baru sekali ini Daniel mendengar Pak Victor yang di matanya adalah Sosok yang pembawaannya amat tenang, dapat mengucapkan kalimat dengan nada setinggi itu. Akibatnya Bu Chelsea meradang. Namun terpaksa bungkam. “Teruskan, Daniel!” kata Pak Victor sebelum Daniel usai dengan pemikirannya tentang Pak Victor. “Maaf sekali lagi Tante. Bukan saya bermaksud tidak sopan. Tetapi jangan sedikit-sedikit lalu menyeret nama Keluarga saya. Sebentar, Tante, boleh saya lanjutkan?” ucap Daniel kala mendapati Bu Chelsea akan menyela pembicaraan. Pak Victor menganggukinya, sedangkan Bu Chelsea menatap tajam ke arah Daniel. “Yang kedua, walaupun ini bukanlah sesuatu hal yang perlu saya jelaskan ke Om dan Tante, saya tegaskan, SAYA TIDAK PERNAH TINGGAL BERSAMA SEORANG WANITA di apartemen saya. Titik,” Daniel sampai mengeja dan menekankan pada deretan kata ‘Tidak pernah tinggal bersama’. “Aku melihatnya dengan mataku sendiri!” Sela Inge. Daniel mengembuskan napasnya. “Sebentar. Saya lanjutkan Tante. Dan saya sangat keberatan, kalau Orang yang saya cintai, yang sama sekali tidak tinggal bersama dengan saya, disebut Gadis Murahan atau lebih kasar lagi, PE – LI – HA – RA – AN. Kami tidak pernah tinggal bersama, apalagi melakukan perbuatan terlarang. Dan jangan sekali-kali menghina dia, Tante. Dia sangat menjaga dirinya dan mempunyai harga diri yang tinggi. Bahkan Tante tidak mengenalnya,” ucap Daniel segera, karena mendapati Inge akan memperkeeruh keadaan. Namun itu saja sudah cukup untuk menyulut kembali kemarahan Bu Chelsea. “Akhirnya kamu mengaku juga, kan? Bahwa kamu itu membuang Anak Tante demi Perempuan murahan itu! Perempuan yang mau-maunya tinggal bersamamu dan mungkin saja... huh! Jadi Pemuas nafsumu! Berani-beraninya kamu membangga-banggakan dia di depan Tante!” “Astaga, Ma! Jangan keterlaluan!” tegur Pak Victor. Dia sudah gerah dengan ucapan kasar Sang Istri dan pilihan katanya yang sungguh menohok. Kali ini, Daniel tak menunggu lagi untuk diberikan kesempatan bicara. Kesabarannya sudah mencapai batas toleransi yang sanggup untuk dia tanggung. “Tante, maaf, jangan sembarangan menuduh. Kami nggak serendah itu. Tapi biarlah itu menjadi urusan kami. Karena tidak ada sangkut pautnya dengan apa yang kita bicarakan. Saya justru ingin memberi tahu ke Om dan Tante, tentang apa yang dilakukan oleh Inge pagi ini,” Daniel menjeda kalimatnya. Dia benar-benar membujuk dirinya agar tidak menggebrak meja. Kepala sudah sangat pusing karena menahan marah semenjak tadi. Pak Victor terperangah. “Inge? Dia ngapain, Dan?” Daniel menelan ludah. “Om, saya perlu menegaskan kembali, saya dan Inge sudah tidak ada hubungan dan sama-sama sudah move on. Itu dulu. Dan ternyata, tanpa setahui saya, Inge kerap memata-matai gerak-gerik saya setelah dia kembali ke Jakarta. Saya juga tidak tahu persisnya sejak kapan. Yang jelas, pagi ini dia melabrak dan mempermalukan Kekasih saya, di depan umum. Dia mengata-ngatai kekasih saya dengan kasar, menuduhnya macam-macam. Lalu dia juga mengatakan bahwa Kekasih saya alah Perusak hubungan dan Perebut Tunangan Orang. Dia meminta agar Kekasih saya meninggalkan saya dan mengancam untuk menghancurkan karir Kekasih saya. Pokoknya macam-macam, Om, Tante. Saya percaya Inge lebih ingat detail persisnya. Untung saja Kekasih saya tidak meladeninya sehingga tidak terjadi keributan.” Pak Victor termenung. Dua hal langsung melintas di pikirannya. Yang pertama, Daniel benar-benar mengakui sudah mempunyai Kekasih, dan itu bukanlah Inge. Lantas yang kedua, ternyata kelakuan Inge sama sekali tidak elegan. “Wajar kalau Gadis murahan itu dilabrak! Dia datang menjadi Orang ketiga dan merebut Tunangannya Orang, kok!” Cetus Bu Chelsea membela Sang Anak. “Tante, maaf. Tidak ada yang namanya Orang Ketiga. Saya dan Kekasih saya sama-sama sedang single ketika memutuskan menjalin hubungan. Dan maaf Tante, saya dan Inge kan sudah tidak bertunangan lagi. Barangkali Tante lupa atau Inge tidak menceritakan yang sebenarnya, saya perlu beri tahu. Inge sendiri yang memutuskan pertunangan kami. Pada malam itu juga. Jadi yang benar adalah Mantan Tunangan,” kata Daniel. “Kurang ajar kamu! Hei Daniel, kamu pikir kamu itu kebagusan apa buat Anak saya? Sudah beruntung kamu, dicintai sama Anak saya. Sudah mau-maunya Anak saya menuruti ucapanmu untuk kembali. Saya nggak bisa tinggal diam. Kamu ini harus mempertanggung jawabkan semua kelakuanmu! Jangan seenaknya mempermainkan Anak saya dan Keluarga kami. Kalau memang sudah punya Peliharaan, buat apa kamu sampai menemui Inge ke Kaifeng, buat apa kamu memintanya pulang? Belum cukup kamu mengecewakannya dulu, lalu sekarang mau mengulanginya?” serang Bu Chelsea. “Mama!” tegur Pak Victor. “Tante, saya tidak mempermainkan Inge ataupun Keluarga Tante. Dan berhentilah menyebut ‘Peliharaan’. Saya nggak pernah bisa bayangkan untuk Seseorang dengan martabat tinggi seperti Tante menyebut kata-kata kasar itu berulang-ulang. Tunggu Tante, saya belum selesai,” Daniel memberi isyarat dengan tangannya karena melihat gelagat bahwa Bu Chelsea akan menyela kembali. “Oke, sejak tadi Tante terus menyebut tentang Papa saya dan keluarga kami. Saya sangat menghargai hubungan baik Papa saya dengan keluarga di sini. Dan saya berusaha agar hubungan baik tersebut bisa tetap terjaga, biarpun pernah terusik karena malasah pertunangan yang gagal itu. Saya juga merasa turut bersalah karena menyebabkan Inge pergi. Karena itulah, saya memenuhi permintaan Tante untuk menemuinya di Kaifeng. Dan saya juga sekaligus ingin memberikan akhir yang baik dari suatu hubungan, supaya tidak ada lagi ganjalan yang memberati langkah saya maupun Inge, ke depannya. Lagi-lagi ini ada hubungannya dengan nama baik kedua keluarga. Saya sangat ingat, pembicaraan kami lancar dan baik di sana. Saya menyampaikan pesannya Tante ke Inge. Dan terbukti Inge mau datang kan akhirnya?” “Dan kamu menyia-nyiakan kedatangannya dengan perselingkuhanmu itu!” Daniel mengernyitkan kening. Dia ingin marah namun merasa tegelitik hebat secara bersamaan. Kata-kata Bu Chelsea sungguh di luar dugaannya. “Berselingkuh, Tante? Saya sama sekali tidak berselingkuh. Bukankah sejak tadi juga saya sudah katakan bahwa saya maupun Inge sama-sama sudah move on. Oooh! Ya, mungkin ada yang terlupa oleh saya, atau bahkan belum Tente dan Om ketahui. Inge sudah punya Seseorang kok, Teman satu Asrama kelihatannya. Dan kalau melihat bagaimana mereka berdua mampu berciuman di muka umum, Tante dan Om silakan menilai sendiri sejauh mana dan sedalam apa hubungan mereka,” kata Daniel kalem. Dia benar-benar sudah tak menyaring lagi kata-katanya. Dia sudah terlalu menahan diri sedari tadi dan membiarkan dirinya diinjak-injak hanya demi menjaga sesuatu yang bernama kesopanan terhadap Seseorang yang lebih tua darinya.  Seketika wajah Inge memerah. Dan rona merah itu jelas bukanlah lantaran dirinya marah dan tersinggung. Itu lebih cenderung menggambarkan betapa dirinya malu karena terciduk. Bu Chelsea melihatnya selintas. Kendati demikian, dia tetap tidak menghiraukannya. Dan dasar dirinya sudah dibutakan oleh rasa jengkel dan kecewa karena batal berbesan dengan pak Agustin, Bu Chelsea mengabaikan fakta itu. Pak Victor lah yang tergerak untuk menanyai Inge demi membuat pembicaraan menjadi terang dan fair. “Inge, benar apa yang Daniel bilang itu?” tanya pak Victor, diiringi dengan desah kecewa. Bukan kecewa lantaran tak jadi berbesan dengan clan Sanjaya, melainkan karena tak dapat membayangkan bagaimana mungkin Putrinya tercinta sanggup melabrak Kekasih Daniel, dan sanggup pula berciuman di depan umum dengan Pria yang dirinya sendiri juga tidak tahu Siapa. Itu sungguh membuat dirinya khawatir dan menerka-nerka di dalam diam, apa saja yang telah dilakukan oleh Putri Kesayangannya itu selama ini. Bu Chelsea berang karena sikap Pak Victor. “Papa ini kenapa justru menyalahkan Inge? Ini soal Si Daniel, Pa!” Lalu ditatapnya Daniel dengan tatapan setajam silet. “He Daniel Anaknya Pak Agustin! Jangan hina Inge serendah itu! Apa belum cukup kamu mempermalukan dia di hari pertunangan kalian dulu Apa belum cukup kamu menyakiti hati dia? Seenaknya kamu memfitnah Inge hanya untuk menutupi kebusukan hatimu sendiri dan juga perselingkukanmu itu!” cerca Bu Chelsea. “Fitnah, Tante? Saya memfitnah Inge, maksud Tante? Silakan Tante tanya sendiri kepada Inge. Aaaah..., ternyata dugaan saya benar. Inge menyembunyikan hubungannya dengan Pacar bulenya dari Om dan Tante, ya?” kali ini Daniel tak dapat lagi menyembunyikan kesinisan dalam suaranya. Bu Chelsea sudah di puncak kemarahannya. Dia bangkit berdiri dan mendekati Daniel. Dengan gerakan super cepat, tangannya terulur dan melayang menampar pipi Daniel, meningalkan bekas gambar telepak tangan yang nyata di sana saking kerasnya tamparannya. Daniel tak sempat menghindar. “Mama, astaga! Jangan main pukul Anak Orang! Nggak boleh begini, Ma! Apa yang harus Papa jelaskan ke Pak Agustin nanti?” Pak Victor yang terkaget langsung menghampiri Sang Istri dan menghelanya. Bu Chelsea berontak dan menunjuk hidung Daniel. “Dengar Daniel! Saya akan membuat perhitungan dengan kamu! Kamu itu sudah menghina Anak saya! Kamu merendahkan dia seenakmu, memfitnah dia pula! Seenaknya mengatakan dia punya Pacar bule segala. Jangan sembarangan mengarang cerita, kamu! Saya sangat kenal sama Anak saya. Dia itu sangat menjaga hati, sangat menjaga sikap. Dia itu wanita yang setia dan punya selera tinggi. Tidak mungkin dia secepat itu membuka hati dan justru berpacaran, dengan bule lagi! Kamu itu hanya menuduh dia supaya bisa sedikit terlihat lebih baik dan menutupi perselingkuhanmu itu. Atau jangan-jangan dari dulu juga niatmu hanya mempermainkan Anak saya? Dasar Scumbag kamu! Cukup ya, angkat kaki dari sini! Saya muak melihat muka busuk kamu. Jangan pernah injakkan lagi kaki kamu di di rumah ini!” bentak Bu Chelsea. Daniel sudah akan bangkit dari duduknya, tetapi Pak Victor mencegahnya. “Sabar, Daniel. Sabar. Maafkan apa yang Tante lakukan ke kamu barusan. Duduk, Daniel. Duduk!” Daniel merasa suaranya bagai tersekat di tenggorokan. Ia tak punya pilihan selain mengikuti suruhan Pak Victor. Baru saja keheningan tercipta sekitar sekian detik, mendadak terdengar isakan Inge. Daniel mengerutkan kening. Hampir saja dia merasa iba, dan juga sedikit menyesal kara merasa telah membuka ‘hubungan percintaan yang dirahasiakan’ oleh Inge di depan kedua Orang tuanya. Sayangnya, apa yang kemudian diucapkan oleh Inge justru kebalikannya. * $ $  Lucy Liestiyo  $ $
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD