Pertemuan Yang Tak Terduga (2)

1250 Words
Sekesal apa pun Daniel pada Inge, toh dia tak dapat memperlihatkan sikap memusuhi secara terang-terangan kepada Bu Chelsea. Dia masih sangat menghargai Wanita itu. Dan juga, tentunya dia ogah mencari perkara. “Baik, Tante,” kata Daniel akhirnya. Sontak hati Inge berdebar keras. Jantungnya memacu lebih kencang dan lebih kencang lagi. Rasa takut kian membesar jua di hatinya. Dia tak dapat menampik bahwa dirinya takut dengan ketenangan yang diperlihatkan oleh Daniel. Jelas sekali bahwa Daniel mau bertandang ke rumahnya sekarang bukan untuk memperbaiki hubungan mereka, namun bisa jadi menyingkap fakta yang ia sembunyikan dari Kedua Orang tuanya. Tidak. Dia belum siap. Sangat tidak siap. Lagi pula perasaannya sendiri juga sudah terlampau lelah seharian ini. Segala sesuatu berjalan tidak sesuai dengan yang ia mau. Dia mulai merasa semesta tidak berpihak kepada dirinya. Bahkan bisa jadi tegah menegurnya. “Ma, sudah malam.  Besok-besok saja deh,” kata Inge. Mata Bu Chelsea mendelik. “Apa sih kamu! Seperti sama Siapa saja.” “Nggak sopan itu Inge,” bisik Bu Chelsea setelahnya. Daniel menahan seringainya. Tak perlu harus berpikir keras pun, Daniel langsung paham apa arti keengganan Inge. Dan justru keengganan itu yang membuat Daniel bertambah mantap untuk menyelesaikan urusannya dengan Inge. Tak hendak menundanya. Apa pun resikonya. “Kamu parkir di mana, Dan?” tanya Bu Chelsea kemudian. “Eng..,” ucap Daniel. Dia teringat, dirinya tidak mengendarai mobilnya kemari karena menumpang mobil Bobby. Keadaan cukup kacau karena Stephanie pingsan tadi itu. “Saya naik taksi saja di depan Tante. Saya nggak bawa mobil soalnya,” hampir saja pernyataan ini terucap dari celah bibir Daniel. Untung saja hatinya telanjur menegurnya. Itu sama saja tindakan bunuh diri. Tentu saja Bu Chelsea akan menawarinya untuk menumpang kalau tahu dirinya tidak membawa mobil. Satu mobil dengan Inge tanpa resiko kemarahanku keburu meledak dalam perjalanan setelah yang dia lakukan ke Steph? Hm, aku nggak yakin kalau aku bisa menguasai diriku sehebat itu, apalagi pikiranku sedang kalut. Itu hanya akan merugikanku dan Sang Ratu akan membela Putrinya mati-matian. Steph. Semoga benar, kamu baik-baik saja. Tapi kalau aku perhatikan dari raut wajah Ketiga Saudaramu, semestinya kondisi kesehatanmu baik-baik saja, harap Daniel dalam diam. “Tante parkir di mana?” akhirnya ini yang diucapkan oleh Daniel. Bu Chelsea menggeleng. “Nggak tahu. Ini Tante telepon dulu Supir Tante, biar jemput di lobby.” “Oke Tante, kalau begitu kita ketemu di rumah Tante. Mari Tante,” ujar Daniel lalu berlagak berjalan ke arah yang berlawanan dengan arah lobby untuk mengelabui Bu Chelsea. Dia tak mau terang-terangan memperlihatkan dirinya tengah menyetop taksi di depan Dua Orang Wanita yang senang memaksakan kehendak terhadap Orang lain itu. Bu Chelsea membiarkan Daniel beranjak dan menghubungi Sang Supir. “Pak, kami tunggu di lobby rumah sakit ya,” kata Bu Chelsea begitu panggilan teleponnya disambut oleh Sang Supir. Segera setelah menutup panggilan teleponnya, ia menampar lengan Inge dan berdecak gemas. “Kalian berdua itu benar-benar deh macam Anak kecil. Nggak teguran sama sekali. Mungkin memang ada baiknya rencana Pertunangan kalian yang dulu itu terjeda. Ya, anggap saja terjeda. Dan waktu setelahnya semestinya membuat kalian berdua lebih dewasa.” Rasanya seperti ada yang menyangkut di tenggorokan Inge mendengar pernyataan ini keluar dari mulut Sang Mama. Jadi Mama bersyukur kami batal bertunangan? Mama keterlaluan Justru karena pertunangan kami batal, jadi banyak cerita selanjutnya. Si Cewek ganjen itu masuk. Dan Jason...! Oh My God...! Kenapa rasanya sekarang aku nggak sekadar merasa bersalah, ya? Diam-diam aku jadi sedikit kangen sama dia. Mendadak aku merasa betapa aku butuh kehadiran dia di sisiku. Hanya dia yang bisa membuat hatiku tentram. Dia nggak seperti Mama, batin Inge sedih. “Pusing kepala Mama membayangkan kalau kalian menikah di waktu sekarang-sekarang ini. Ada salah paham sedikit, dua-duanya marah. Masa Orang tua harus terus-terusan turun tangan untuk mendamaikan kalian? Jujur ya Nge, seingat Mama, baru sekali ini Daniel memperlihatkan secara jelas bahwa dia mengabaikanmu. Tadi dia nggak menyapa kamu. Itu artinya, tindakanmu sudah keterlaluan ke dia. Dulu-dulu, Daniel itu kalem. Malas berdebat sama kamu. Jadi dia selalu mengalah. Tapi barusan tadi nggak begitu. Kamu itu ngomong apa sih ke Daniel?” korek Bu Chelsea. Inge membuang pandangannya ke luar, seakan di jalanan sana ada hal yang sangat menarik perhatiannya. Padahal hanya ingin membuat Sang Mama lelah menanyainya dan akhirnya diam.                 Apa yang dibuatnya justru membangkitkan kenangannya selama bersama Daniel. Dia ingat, sepanjang hubungan percintaan mereka, Daniel itu menghindari keributan dengannya. Daniel lebih memilih menjauh sesaat atau diam saja ketika mereka telibat dalam perbedaan pendapat yang terlampau besar. Namun untuk hal-hal kecil, biasanya Daniel memang cenderung menyerahkan keputusan kepadanya.  Kemudian Inge membandingkan Sosok Daniel yang dulu dengan yang sekarang, tepatnya yang barusan tadi berada dalam jarak yang begitu dekat dengannya. Dia memang berubah. Melihat aku saja seperti enggan. Dan itu pasti karena dia sudah diubah sama Si Cewek ganjen yang bernama Steph! Pikir Inge mangkel setelahnya. Inge memilih tak menjawab. Dia hanya diam seribu bahasa sepanjang perjalanan ke rumahnya. Tidak dihiraukannya Sang Mama yang sibuk menghubungi Pak Victor, menanyakan tentang posisi di mana Sang Suami berasa sekarang sekaligus mengungkapkan dengan antusias bahwa Daniel sedang dalam perjalanan ke rumah mereka. Inge tak terlalu peduli apa yang dibicarakan oleh Sang Mama setelah itu. Dia juga tak peduli betapa sibuk Sang Mama menghubungi Asisten Rumah Tangganya untuk menyiapkan hidangan demi menyambut ‘Sang Tamu Agung’. Selintas firasat buruk justru menyapanya.  Hatinya kebat-kebit. Jason. Aku butuh kamu memelukku dalam keadaan begini! Cuma kamu yang bisa menenangkan aku di pelukanmu! Jerit hati Inge, antara sadar dan tidak sadar. Sang Mama rupanya tak kenal lelah. “Duh! Saking senang mau kedatangan Calon Menantu Mama, Mama sampai lupa tanya Ke Papa barusan, apa Daniel benar ada di rumah sakit karena mau menyusulmu?” ucap Bu Chelsea. Inge mengeluh dalam hati. Dia sudah tak tahan lagi sekarang. “Ma! Jangan ngomongin itu terus kenapa sih!” kata Inge setengah putus asa. Sang Mama menatapnya. “Kamu ini bisa nggak sih, berhenti ngambeknya? Nggak pantas, tahu nggak? nanti begitu sampai di rumah kita, itu kan kotak obat sudah disiapkan. Kamu obati dulu lukanya Daniel. Jangan lupa.” Inge mendesah malas. Lelah menghadapi intimidasi dari Sang Mama, Inge berusaha menghibur diri dengan bermain games di tabletnya. Sengaja dia mengeset volume maksimal sampai Sang Mama menggeleng-gelengkan kepala. “Benar-benar Anak kecil! Nurunin Siapa sih kamu ini!” lirih Suara Bu Chelsea. Inge merasa mendapatkan sedikit celah untuk mengurangi rasa dongkolnya. “Nurunin Mama dan Papa sih seharusnya. Tapi aku rasa, lebih banyak nurunin Mama, ketimbang Papa. Terutama kalau menyangkut soal ngambeknya,” sahut Inge kalem. “Kamu!” Sang Mama seperti kehabisan kata-kata. Ada gerakan minim di sudut bibir Inge. Sahutan Inge rupanya cukup manjur untuk membungkam Sang Mama. Sepertinya Sang Mama juga tersadar, Putrinya ini menduplikasi nyaris tujuh puluh delapan persen dari dirinya. Dalam hal ini, tentu perangai kurang baik adalah salah satunya.  Sisa perjalanan berlangsung dalam diam. Sang Mama sepertinya sedikit merenungi kebenaran perkataan Inge, atau mungkin juga membayangkan akan keakraban manis yang akan diperlihatkan Daniel dengan Suaminya sebentar lagi. Dia juga  tak sabar, hendak mengobrol akrab dan menabur harap kembali dengan kelangsungan hubungan Putrinya dengan Daniel. Kalau perlu, dia ingin sedikit menyinggung kebahagiaan Orang tua yang yang mendapatkan kesempatan untuk menimang Cucu. Sementara Inge, larut dalam pemikirannya sendiri. Dia sudah hampir berada di tahap pasrah, ketika memikirkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi sesaat lagi. Berulang kali Inge menarik napas panjang dan mengembuskannya secara amat perlahan, agar tidak sempat menjadi sesuatu hal yang dikomentari oleh Sang Mama. Sejauh itu, sepertinya dia berhasil. * $ $  Lucy Liestiyo $ $   Fp. B!telucy
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD