Adis sudah memasuki lobby kantor Adam. Keningnya berkerut, karena melihat ada beberapa orang yang membawa kamera duduk-duduk di kursi lobby.
Adis mendekati meja resepsionis.
"Selamat siang, Mbak."
"Siang, Dek. Ada perlu apa?"
"Bisa ketemu dengan Bapak Adam Lazuardi?"
"Ada keperluan apa ya, Dek?"
"Katakan saja, saya Adis Arinda Kamila. Saya ingin membayar tagihan untuk perbaikan mobil Pak Adam."
"Tunggu sebentar ya, saya tanyakan dulu."
Wanita cantik karyawan di kantor Adam menelpon seseorang. Setelah menunggu cukup lama.
"Adik dipersilahkan masuk, di lantai lima, Dek."
"Terima kasih."
Adis langsung menuju lantai lima, ia bertemu dengan sekretaris Adam.
"Saya Adis Arinda Kamila," Adis memperkenalkan dirinya.
"Pak Adam sudah menunggu di ruangannya, mari saya antar."
Adis di antar ke ruangan Adam.
Sang sekretaris mengetuk pintu ruangan Adam.
"Masuk."
"Ada Mbak Adis Arinda Kamila, Pak."
"Persilakan masuk."
"Silahkan, Mbak."
Adis melangkah masuk. Diedarkan pandangan ke penjuru ruangan Adam yang sangat besar.
Adam mengambil tasnya, lalu menarik KTP Adis dari sana.
"Kamu ingin mengambil ini?"
"Iya. Kenapa Om tidak menghubungi gue, Om lupa kalau menyimpan KTP orang!?" Adis menatap Adam dengan pandangan tajam.
"Maaf, aku memang sering melupakan hal-hal yang menurutku tidak terlalu penting."
"Apa? Menyimpan KTP orang Om bilang tidak penting!? Dasar pria tua banyak gaya!"
"Tua? Aku baru tiga puluh tahun," sahut Adam gusar.
"Gue tidak tanya! Sini KTP gue!" Adis merebut KTP nya yang ada di tangan Adam. Tapi, Adam mengangkat tinggi tangannya.
"Hey, KTP gue!" Mata Adis melotot.
"Minta baik-baik," sahut Adam.
"Ih, Lo mau gue bayar dulu biaya bengkelnya? Mana nota perbaikan mobilnya?" Adis menadahkan tangan pada Adam. Kening Adam berkerut.
"Yakin ingin mengganti biaya perbaikan dua buah mobil?"
"Kenapa?"
"Untuk seorang gadis kecil. Biaya perbaikannya sangat besar."
"Eh, Om. Jangan meremehkan gue ya. Kecil-kecil begini gue berisi tahu!"
"Hmmm, jadi apa isimu?" Adam menatap Adis dari ujung kaki sampai kepala, dan Adam tidak tahu, kenapa ia jadi menggoda gadis di hadapannya ini. Hal yang tidak pernah ia lakukan lagi sejak patah hati.
Bughh!
"Awww!" Adam berteriak kesakitan, karena Adis menendang kakinya.
"Punya mata itu dipakai untuk hal positif, jangan jelalatan! Sini, mana notanya, juga KTP gue! Nomer rekening Lo sekalian"
"Minta maaf dulu, karena sudah menendang kakiku."
"Itu salah Lo sendiri. Kenapa Lo menatap gue, seakan gue barang dagangan yang akan Lo beli!"
"Kenapa kamu berpikir begitu?"
"Heh, gue ini playgirl ya, pacar gue banyak, jadi gue bisa membaca sorot mata pria. Bisa menilai sifat dari sikap, dan tatapan mata."
"Oooh ... playgirl. Masih bocah sudah sok jadi playgirl. Makan yang banyak, minum minyak ikan kod, biar tumbuh ke atas. Jadi orang bisa percaya kalau kamu playgirl."
"Banyak omong deh!"
Adam menatap gadis di depannya, ia baru sadar, kalau baru kali ini ia banyak omong pada wanita. Setelah patah hati karena Asifa.
"Lo kenapa sih, dari tadi ngeliatin gue bolak balik dari kepala ke kaki, dari kaki ke kepala. Jangan bilang Lo naksir gue ya!"
Adam tertawa pelan, kepalanya menggeleng.
"Gadis seperti kamu, tidak akan membuat aku tertarik. Berisik!"
"Ya sudah, mana KTP gue, dan nota perbaikan mobilnya. Biar bisa gue transfer sekarang juga!"
Adam menyerahkan nota perbaikan dua buah mobil pada Adis. Tapi KTP Adis tidak ia serahkan.
Mata Adis terbuka lebar saat melihat nama bengkel yang tertera di nota.
Ditatapnya wajah Adam.
"Kenapa? Tidak sanggup bayar? Sudah aku katakan ...."
"Siapa bilang tidak sanggup!" Adis melotot ke arah Adam.
"Ini bengkel Papah gue tahu!"
"Papah!?"
"Iya, Papah Dirga!"
"Papah ketemu besar?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Adam.
"Hey, apa maksud Lo?" Adis ingin menendang kaki Adam, tapi Adam sigap menghindar.
"Lo kurang ajar banget ya, Lo pikir gue suka Om-Om!"
"Setahu aku, Pak Dirga itu anaknya kembar laki-laki."
"Papah Dirga itu, kakaknya Mommy gue!"
"Kakak dari Mommymu? Mommymu anak Pak Dimas, dan Bu Winda?"
"Iya!"
"Mommymu istri dari Pak Arjuna Sutarman?"
"Iiih, itu Daddy gue! Lo sekarang tahu'kan. Kalau gue kaya dari lahir!"
"Belum terbukti kalau kamu memang dari keluarga mereka."
"Astaga! Terserah Lo deh, mau percaya atau enggak. Gue transfer dulu. Mana nomer rekening lo?"
"Jangan pakai lama, aku mau ke luar." Adam menyerahkan catatan nomer rekening yang ia tulis di selembar kertas memo.
"Om-Om bawel!" Sungut Adis.
Adis duduk di sofa, ia membuka tas, mencari ponselnya. Adam berdiri di depan meja kerjanya. Kedua tangannya terlipat di d**a, memperhatikan gerak gerik gadis di hadapannya.
"Astaga, ponsel gue mana?"
"Ponselnya yang nggak ada, atau duitnya yang nggak ada?"
"Iih Lo nggak percaya banget sih!" Adis merentak berdiri.
"Ponsel gue ketinggalan di mobil. Gue ambil dulu."
"Hey tunggu, aku juga mau ke luar. Kita selesaikan ini di sana saja!" Adam meraih jas, tas, dan kunci mobilnya.
Mereka ke luar dari ruangan Adam. Adis harus berlari kecil untuk mengikuti langkah Adam yang panjang.
Mereka menaiki lift. Begitu lift sampai di lobi, pintu lift terbuka. Adam ingin mundur, tapi tak sempat lagi. Ia lupa, kalau sudah diberitahu sekretarisnya, ada beberapa wartawan yang menunggunya di lobby.
BERSAMBUNG
Update lagi setelah kontrak turun.