Adam masuk ke dalam mobilnya.
Ia ingin menemui Adis di rumah sakit.
Baru saja ia memasukan kunci mobil ketika ponselnya berbunyi.
"Ivana ... Hallo."
"Hallo."
"Ada apa?"
"Aku baru melihat tayangan acara gosip di televisi. Apa itu semua benar, Mas Adam? Apa gadis kecil itu benar-benar calon istri Mas Adam?" Tanya Ivana, Adam bisa mendengar getaran pada suara Ivana.
Adam menarik dalam nafasnya, lalu ia hembuskan perlahan.
"Maaf, Ivana. Aku tidak bisa menjawabnya sekarang. Aku sedang ada urusan penting. Selamat siang."
Adam memutuskan sambungan telpon tanpa menunggu tanggapan dari Ivana. Ia tidak ingin menjawab karena belum tahu, akan seperti apa nanti hubungannya dengan Adis.
Berkata tidak, Aminya sudah mengultimatum kalau ia harus menikahi Adis. Berkata ya, ia sendiri merasa belum siap untuk menikah. Tanggapan Adis juga ia belum tahu, kalau nanti ia ceritakan keinginan Aminya.
Adam ingin memutar kunci kontak ketika ponselnya kembali berbunyi.
Adam memejamkan mata, menarik dalam nafasnya, lalu ia hembuskan perlahan. Nama Hanna yang terpampang di layar ponselnya. Adam yakin Hanna ingin menanyakan masalah gosip yang itu juga. Adam tidak berniat untuk menjawab panggilan dari Hanna.
Panggilan dari Hanna berakhir, masuk lagi panggilan dari teman wanitanya yang lain.
"Adis Arinda Kamila, ini semua gara-gara kamu! Ya Allah, kenapa aku harus dipertemukan dengan dia. Kenapa hidupku harus terusik karena gadis kecil itu! Arghhh!" Adam mendongakan wajah, diusap wajah dengan kedua telapak tangannya.
Ia non aktifkan ponselnya. Agar ia bisa konsentrasi menyetir. Persoalannya dengan Adis harus diselesaikan secepatnya, meski Adam belum tahu bagaimana caranya. Saat ini, ia ingin menyampaikan ultimatum Aminya pada Adis. Ia ingin mendengar pandangan Adis tentang keputusan Aminya.
***
Tiba di parkiran rumah sakit, Adam menyalakan lagi ponselnya. Puluhan panggilan tak terjawab terlihat di layar ponselnya.
Adam menelpon Adis.
"Aku di parkiran."
"Tunggu aku di lobi."
"Jangan pakai lama!"
"Iya, dasar Om-Om bawel!"
Adam mematikan ponselnya. Ia menjangkau paper bag yang ada di jok belakang mobilnya. Diambil topi, dan masker dari sana. Ia kenakan, baru ia ke luar dari mobil.
'Ini gara-gara kamu, Adis Arinda Kamila. Ruang gerakku menjadi lebih terbatas dari sebelumnya.'
Adam menuju lobi rumah sakit. Dilihatnya Adis baru ke luar dari lift. Adis berjalan ke arahnya. Adam diam menunggu, namun Adis berjalan melewatinya.
"Hay!" Adam menggapai tangan Adis. Adis memutar tubuh, ditarik lengan Adam, lalu ia telikung tangan Adam ke belakang. Tentu saja mereka menjadi pusat perhatian. Bahkan mengundang security di depan pintu masuk untuk mendekat.
"Aww! Aku Adam!"
"Haah! Ooh ... maaf!" Adis melepaskan tangan Adam.
"Ada apa, Mbak?"
"Maaf, Pak. Dia tadi menarik lengan saya, saya pikir siapa, ternyata ... buka dong topi sama maskernya, Sayang. Kamu ih, bercandanya bikin jantungku mau jatuh rasanya!" Adis mencubit lengan Adam.
Adam membuka topi, dan maskernya.
"Dia calon suami saya, Pak."
"Walah, Dek. Masa sama calon suami sendiri tidak kenal."
"Maaf, Pak. Saya sedang tidak fokus, Nenek saya sedang sakit. Maaf ya Pak. Maaf semuanya ...." Adis menangkupkan kedua telapak tangan di d**a. Lalu ia tarik lengan Adam agar menjauh dari sana.
Samar mereka masih mendengar, kalau ada yang mengenali mereka.
Adis menarik Adam ke taman di sudut rumah sakit.
"Lo duluan yang bicara, apa gue duluan?"
"Lady first," sahut Adam.
"Lo harus bantu gue sekali lagi."
"Bantu apa?"
"Nenek gue pingsan gara-gara melihat kita di infotainment. Nenek gue ingin bertemu Lo. Gue belum bisa cerita sekarang yang sebenarnya sama Nenek tentang kita. Lo harus bantu gue, pura-pura jadi calon suami gue, Om!"
Adam menatap wajah gadis di depannya. Rambut pirang Adis digulung asal ke atas. Wajah putihnya terlihat memerah.
"Lo denger gue nggak sih?"
"Hmmm ... aku akan bantu kamu, tapi tidak gratis."
"Apa maksud Lo? Lo sudah kaya, masa masih kekurangan uang, sampai ...."
"Hey, dengarkan aku dulu. Tutup mulutmu yang ceriwis itu!"
"Katakan, Lo minta bayaran apa? Bibir gue? d**a gue?"
"Haah!" Mata Adam melotot ke arah Adis.
"Apa kamu sering, mendapatkan sesuatu dengan bayaran bibir, dan d**a?"
"Bukan urusan Lo! Cepat katakan apa yang Lo mau dari gue!"
"Aku mau semuanya."
Adis mengerutkan keningnya, tidak mengerti apa maksud ucapan Adam. Adam sendiri terkejut dengan ucapannya. Adam yang jahil, dan usil bertahun-tahun lalu seakan sudah kembali. Dan, Adam baru menyadari, pertemuannya dengan Adis selalu memunculkan lagi sifat aslinya yang lama terkubur, bersama cintanya pada Asifa.
BERSAMBUNG
300 komen