Aku harus mengalihkan rasa engap yang membalut jantungku.
Aku berlari kembali ke mobil dan mengambil n****+ Mey yang ada pada ku. Ku pikir mumpung aku menemukan dia ada di sini sekalian saja ku kembalikan dan menghentikan semua perasaan-perasaan aneh ini mati sampai di sini.
Setelah menemukan novelnya, aku berlari untuk menemui Mey. Beruntung sekali aku melihat pasangannya yang tampan itu sedang tidak ada di dekat Mey. Aku memutuskan saat itu juga untuk mendekatinya.
“ n****+ mu.” Aku menyodorkan n****+ itu kepada Mey.
“Aw!! Kamu ngapain di sini?” Mey terlihat kaget melihat ku di dekatnya.
“Aku kalau lagi banyak pikiran perginya kesini.”Jawab ku tersenyum.
Mey mengambil n****+ itu dari tanganku. Kami sama-sama tidak melontarkan sedikit kata-kata apapun, membuat suasana menjadi sangat canggung.
“Mey, aku minta maaf . Waktu itu ucapan ku keterlaluan. “ Ucapku memecah keheningan.
Tanpa disangka-sangka Mey mendadak tersenyum manis kepadaku. Membuatku cukup tercengang akan pemandangan ini.
Duk.. Duk.. Dukk..
‘Jantungku.......’ Teriakku dalam hati.
“Traktir aku makan?” Ajak Mey yang masih saja terus tersenyum.
“Oke aku bakal traktir kamu makan, tapi boleh gak jangan pakai senyum.” Ucapku malu-malu.
Aku merasakan pipi ini merah , badanku terasa membara di cuaca yang sedikit berawan. Rasanya seperti roket yang siap sedia untuk diterjunkan ke bulan. Mey mejinjitkan kakinya untuk mendekatkan wajahnya ke wajah ku, “Kapan?”
“Maunya kapan?” Tanya ku menantang.
“Sekarang?” Mey balik bertanya. Dia pandai sekali membalas tantanganku.
“Gilakk!! Ya gak mungkin lah . Kamu kan lagi sama pacar kamu.” Ceplosku yang membuat tanganku refleks membekap mulutku sendiri.
Mey terheran-heran dengan perkataanku yang tidak sengaja terlontar keluar seperti biji ketapel. “Kamu nguntit aku?” Celetuk Mey cekikikan.
Aku tertunduk malu, andai waktu bisa berputar aku sedikit menyesal mengembalikan n****+ ini kepadanya. Harusnya ku lemparkan saja n****+ ini ke cafe nya.
“Plis lah Mey jangan ke-pede-an!” Balasku yang terus saja menundukkan wajahku karna malu.
Mey kembali tersenyum, seakan-akan ketegangan yang selama ini kami rasakan saat berjumpa seperti hilang tak berjejak sedikit pun. Aku sangat heran sekali dengan kejadian ini. Secepat ini kah membujuknya untuk berbaikan denganku? Peduli setan, yang terpenting adalah aku tidak mempunyai lagi hutang kesalahan atas mulutku yang lancip ini.
Aku hanya tinggal mentraktirnya makan. Setelahnya, aku akan menghentikan perasaan aneh ini dan hidup normal seperti biasa.
“Pi Fon sebentar lagi juga balik. Ada kerjaan mendadak, dia ke toilet buat ganti baju.” Ujar Mey yang masih saja tersenyum seperti orang gila.
“Oh Oke, mungkin aku traktir kamu next time.” Jawab ku singkat.
Aku bernafas lega dan beranjak pergi meninggalkannya, tapi Mey menarik tanganku sungguh kencang untuk menghentikan langkahku. “Gimana kalau Hari ini? Aku belum mau pulang. Biar Pi Fon pulang sendirian.” Pintanya kepadaku dengan matanya yang berbinar-binar.
Aksinya kali benar-benar membuatku salah tingkah. Otakku tak berkutik, jantungku berdegup menggebu-gebu rasanya seperti sedang mengikuti ujian kenaikan sekolah. Aku hanya bisa membeku, diam di dalam alam bawah sadarku.
Tak lama Pi Fon yang juga adalah pacar Mey datang menghampiri kami.
“Pi Fon, Aku Pulang bareng Oy aja ya. Masih terlalu siang untuk pulang. Aku masih mau di sini.” Celetuk Mey yang sedari tadi tidak melepaskan tangannya dari pergelangan tanganku.
Pi fon menatap ku dari atas sampai bawah, “Oh ini Oy! Bener kata kamu Mey, cantik dan tampan ada di wajahnya”
Pi Fon, begitu lah namanya. Pria bertubuh tinggi dan kekar berdiri di depanku menilai semua yang ada padaku. Rasa ku laki-laki ini tidak terlalu tampan , masih lebih tampan mantan pacarku. Namun, dia memiliki warna kulit seperti kunyit dan sangat bagus jika terkena sinar matahari.
“Eh, gimana-gimana?” Tanya ku kebingungan.
“Mey banyak cerita tentang kamu. Dia menyukai wajah mu Oy, tapi tidak dengan sifat mu!” Jawab Pi Fon tertawa kecil seperti ingin menyudutkan posisi ku.
“Pi...!!!! Udah sana pergi!!” Mey mendorong Pi Fon menjauh karena tersipu malu,
Akhirnya Pi Fon berpamitan dengan kami berdua lalu pergi menjauh dengan mengendarai mobil birunya. Sementara aku, melanjutkan perjalanan ku bersama Mey di taman ria ini . Hanya berdua.
“Mey, di sekitar sini ada restoran enak. Mumpung weekday jadi mungkin gak terlalu rame. Mey mau makan disana?” Usulku. Kebetulan memang ini waktu yang sangat pas untuk makan siang.
“Apapun yang Oy saranin. Mey pasti suka.” Mey kembali tersenyum.
Duk.. Duk.. Dukk..
Aku menghela nafasku dalam, ketika jantung ku berulah seperti ini. Sudah tak terhitung lagi hal ini terus berulang ketika melihat Mey melakukan sesuatu yang tidak bisa diprediksi. Sepertinya jantungku mengalami kecacatan.
***
Kami pun duduk di dekat balkon dengan view danau yang mengelilingi restoran tersebut. Mey memesan menu nasi sapi lada hitam sementara, aku lebih tertarik untuk memakan makananan junk food seperti burger dan kentang. Kita makan berdua layaknya sepasang kekasih yang sedang berkencan.
“Jangan buru-buru makannya entar kesedak.” Ucap Mey sambil menyeka mayonese yang meleber ke pinggir bibirku.
“ah ya, sorry.” Jawabku canggung tertunduk tersipu malu.
Mey lanjut menyatap makanannya, “Kamu memangnya stres kenapa?” Tanya Mey mengalihkan pandanganku ke arahnya.
“Hah, gimana?” Aku sepertinya kurang fokus terhadap Mey karena terlalu sibuk menghadapi gebukan drum yang keluar dari detak jantung ini.
“Kata Oy, kamu kesini kalau lagi stres. Memangnya kamu lagi mikirin apa?” Tanyanya sekali lagi menjelaskan dengan nada yang lebih halus lagi.
“Mikirin Kamu.” Jawabku.
Sontak kami terdiam dan hanya bertatapan-tatapan cukup lama karena jawabanku. Aku gelagapan sampai terbatuk-batuk karena roti yang ku makan tersedak di tenggorokan. Mey menyodorkan minumannya, aku refleks mengambilnya karena tak tahan akan rasa cengkraman di leherku. Aku ter-cekek oleh situasi aneh ini.
“Ah , maksud ku Mey. Kita bertengkar lumayan besar waktu itu dan setelah itu kamu gak pernah datang lagi ke lokasi, jadi aku kepikiran soal itu.” Aku mencoba menjelaskan maksudku sebelum terjadi kesalahpahaman.
“Aku akuin, aku cukup ngerasa sakit hati karena perkataanmu, Oy.” Ucap Mey cukup tenang.Tanganku refleks menggenggam tangannya, “Maafin aku Mey.”
Mey menghentikan makannya dan membelai wajah ku sambil tersenyum.
“Mey Senang kamu minta maaf.”
Duk.. Duk.. Dukk..
Jantungku berdetak kencang gak karuan. Ini ada yang salah. Aku belum pernah merasakan jantung ku berdebar seperti ini selain bersama orang yang pernah ku cintai. Mey membuat wajah ku benar-benar memerah seharian ini.
'Apa aku jatuh cinta dengan Mey?' Ucapku dalam hati.
Pertanyaan gila macam apa itu? Tidak sopan sama sekali pertanyaan itu datang tanpa mengetuk ucapkan salam masuk ke dalam otakku. Aku melepaskan tangan Mey yang menempel di pipiku, tangannya sangat hangat dan melekat di pipiku seperti keong yang siap bertelur.
“Ah Mey, berani main bungee jumping?” Tanyaku asal ngomong untuk mengubah topik.
Mey tertawa kecil, sepertinya dia tau wajah ku memerah seperti tomat busuk.
“Kalau berani apa yang mau Oy pertaruhkan?” Goda Mey.
“Aww.. apapun yang Mey mau.” Balasku untuk menyambut tantangannya.
“ Oke..” Jawab Mey tengil.
Mey berdiri dari tempat duduknya dan menariku untuk mengikutinya. Kami segera beranjak pergi dari restoran itu dan belari menuju wahana bungee jumping. Aku tertawa kecil karena melihat Mey berlari dengan kaki mungilnya. Dia gak sadar apa kalau dia baru saja selesai makan? Aku hanya takut dia akan memuntahkan makanan yang sudah ku beli dengan uangku yang tinggal kenangan di atm.
Namun, di luar dugaan ada manusia seperti Mey yang berani menjawab tantanganku. Bahkan, dia terlihat senang melakukannya terjun dari atas ke bawah tanpa merasa ada tentangan di dirinya. Aku cukup bahagia akhirnya menemukan seseorang yang bisa diajak bermain bersama wahana kesukaanku.
Kami benar-benar sangat menikmati waktu kami berdua, bermain wahana-wahana yang menantang seperti roller coaster dan banyak lagi. Euforia yang ku dapat sangat berbeda karena kali ini aku melakukannya tidak sendiri.
Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa gelap sudah menjamah langit. Kami memutuskan untuk pulang. Aku mengantarkan Mey pulang sampai di apartmentnya. Ternyata benar, Mey tinggal di apartment yang gak jauh dari lokasi cafe yang saat ini sedang kami bangun.
“Makasih ya Oy. Hari ini aku senang.” Ucapnya bahagia.
Aku hanya tersenyum mendengarkannya. Aku pun dapat secara terang-terangan melihat betapa berserinya wajah Mey saat ini. Mey benar-benar sangat berkilau jika tersenyum cerah seperti ini.
Mey menghantarkan tangannya dan mendaratkannya di pipi ku. “Andai kita bersama.” Ucapnya lembut.
“Maksudnya gimana Mey?” Tanya ku heran.
“Sampai jumpa besok ya. Aku janji besok bakal datang ke cafe.” Mey segera keluar dari mobil ku dan menutupnya.
Aku masih bingung dengan kata katanya barusan. Maksudnya apa?
Aku melolong dalam hati. Sekarang apalagi? Bisakah aku lepas darinya?