Happy Reading.
Sepanjang perjalanan Arabella sama sekali tidak bersuara begitupun dengan Lukas. Keduanya larut dalam pikiran masing-masing seolah tenggelam disana. Hanya deru suara mobil yang terdengar mengisi keheningan di mobil itu. Arabella termenung sambil memandang ke luar dari balik kaca mobil sementara Lukas terlihat fokus mengemudi. Sampai kemudian Arabella akhirnya memutuskan untuk menyudahi keheningan ini dengan menoleh ke arah Lukas, lalu hendak bersuara.
“Lukas, aku …”
“Aku tidak punya penjelasan apapun.” Jawaban itu tercetus langsung dari dalam pikiran Lukas, tanpa mengetahui apa sebenarnya yang ingin dikatakan oleh Arabella. Dia refleks melontarkan kalimat tersebut, setengah tidak sadar.
Arabella tercenung mendengar perkataan Lukas, namun memutuskan untuk menanggapi dengan ekspresi biasa, menelan kekecewaannya bulat-bulat.
“Kita sudah sampai. Tolong hentikan mobilnya.” Arabella berucap pelan sambil melempar senyum tipis pada Lukas.
Mendengar itu, Lukas langsung menoleh ke samping. Tersadar bahwa sejak tadi Arabella yang tengah berusaha mengajaknya mengobrol. Sejenak Lukas terpana, di wajahnya terdapat kebingungan jelas bercampur rasa bersalah. Sial. Kenzo berhasil mengacaukan pikirannya.
“Maaf. Aku pikir kau tadi ingin membicarakan hal lain.” Lukas berujar dengan tidak enak hati, menghentikan mobilnya di halaman luar kafe itu.
Arabella tersenyum memaklumi, “Bukan masalah. Jangan diambil hati, aku juga tahu dimana letak posisiku.”
Kalimat Arabella membuat Lukas langsung mengerutkan kening, ditatapnya Arabella dalam-dalam sengaja menusukkan matanya hendak menunjukkan ketidaksukaan.
“Apa maksudmu. Kenapa kau seolah-olah ingin menyindirku dengan perkataan merendahkan itu.” tanyanya perlahan, memandangi Arabella dengan ngeri.
“Ada apa denganmu. Kenapa kau terlihat emosional sekali hari ini.” Arabella berseru marah, benci akan perubahan sikap Lukas yang tiba-tiba.
Kerutan di dahi Lukas semakin dalam, “Bisakah kau memberiku sedikit waktu, aku akan menjelaskannya padamu.”
Arabella menggeleng pelan, “Kau tidak perlu memikirkan diriku, aku tidak menuntut penjelasan apapun darimu.”
Suara dingin Arabella mengejutkan Lukas, membangunkannya dari kubangan kegelisahan yang memenuhi benaknya sejak tadi. Lukas lalu menarik napas panjang, mencoba tetap tenang dan mengontrol dirinya. Arabella tidak tahu apa-apa tentang masalahnya dengan Kenzo. Tidak seharusnya dia melampiaskan kemarahan pada perempuan itu. Lukas melepaskan sabuk pengamannya, kemudian menghadapkan tubuhnya ke arah Arabella. Tangan kirinya lalu bergerak menangkup pipi Arabella dan tangannya yang lain meraih dagu perempuan itu lembut. Matanya bertemu dengan mata Arabella yang tampak berkabut, tak terbaca makna apa di dalamnya.
“Jangan menangis. Aku minta maaf, oke.” Tatapan Lukas melembut pun bibirnya mengulas senyum hendak menenangkan Arabella.
Bulu mata panjang Arabella mengerjap, membalas tatapan Lukas tak kalah dalam.
“Aku tidak apa-apa. Pulanglah, aku harus bekerja.” Suara Arabella terdengar serak ketika menjawab.
“Aku akan menjemputmu dan mengantarmu pulang jika kau sudah selesai bekerja. Tunggu aku, jangan kemana-mana.” Peringatnya dengan nada tegas.
Arabella hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban sambil memandangi Lukas lekat-lekat.
“Hati-hati.” Gumamnya pelan, menyelipkan perhatian disana.
Lukas tersenyum senang saat mendapatkan perhatian kecil Arabella.
“Setelah urusanku selesai, aku akan langsung menemui mu. Tunggu aku.” Lukas mengulang kalimatnya dengan suara rendah, “Tapi sebelum itu izinkan aku melakukan sesuatu untuk mu.” Kepala Lukas menunduk dan bibirnya yang panas bersentuhan dengan bibir Arabella, “Aku sudah tidak tahan lagi…” bibir mereka yang bersentuhan segera di pagut Lukas dengan kuat dan mencium Arabella penuh hasrat, “Aku mencintaimu…” kali ini Lukas melumat bibir Arabella lebih keras, membuka bibirnya yang bergetar kemudian menciumi Arabella dengan buas.
Jemari Lukas bergerak pelan, menyentuh dan menelusuri tubuh Arabella dengan gerakan menggoda, mengelus lembut dan meremas pelan ketika dia berhasil menemukan titik-titik sensitifnya, sementara bibir Lukas tidak henti-hentinya mencicipi dan melumat bibir Arabella. Tubuh mereka menempel dan Lukas seolah lupa diri, malah semakin mendorong Arabella ke sudut pintu mobil. Sampai kemudian kesadaran Lukas akhirnya kembali dan dia langsung membeku, segera melepaskan bibirnya dari bibir Arabella.
“Seharusnya kau mencegahku. Kenapa malah kau tidak menghentikan ku?” Lukas berseru parau dengan suara marah, tetapi matanya masih dilumuri oleh kabut gairah yang belum sirna.
"Kau duluan yang mencium ku..." Arabella menyahut dengan wajah merona.
Lukas menggertakkan gigi sekuat tenaga sampai membuat gerahamnya mengetat.
"Masuklah. Aku bisa hilang kendali jika kau masih disini." Lukas berucap perlahan. Ibu jarinya menyapu pipi Arabella sebelum kemudian mendekatkan wajahnya lagi, mengecup kening Arabella dalam.
"Jika Jonathan memarahi mu beritahu aku. Akan ku beri perhitungan padanya nanti." sambungnya, kembali memperingati Arabella.
Arabella mengigit bibirnya, tersentuh dengan perhatian Lukas yang selalu mengutamakan kepentingannya sendiri.
"Siap bos. Perintah mu akan ku laksanakan dengan baik." Arabella berujar setengah tertawa, geli dengan sikapnya sendiri.
"Ini baru gadisku." Lukas melempar senyum bangga, "Turunlah. Jonathan pasti sudah menunggu mu sejak tadi." tambahnya yang langsung dituruti oleh Arabella.
****
"Mau sampai kapan kau dan Lukas akan seperti ini." Andre bertanya dengan nada malas, lelah menghadapi kedua lelaki yang keras kepala itu.
Terkadang dalam situasi sulit yang sama sekali tidak pernah memihak padanya, Andre terpaksa harus mengesampingkan perasaannya dan memilih untuk tetapi mendukung Andre. Sekalian pun dia tahu bahwa Lukas tidak ada hubungannya dengan peristiwa beberapa tahun lalu. Akan tetapi ketika melihat penderitaan Kenzo, dirinya tidak tega meninggalkan lelaki itu sendirian. Meskipun Kenzo tampak seperti sosok yang begitu kuat nan kejam, namun sesungguhnya lelaki itu sangatlah rapuh. Apalagi semenjak kehilangan wanita yang dicintainya. Semua akar permasalahan mereka bermula dari kejadian itu. Kesalahan pahaman antara Lukas dan Kenzo bertambah memanas. Hingga membuat Kenzo akhirnya memutuskan untuk meninggalkan negara asalnya dan bersembunyi disini. Dia sengaja melarikan diri dari Lukas, sebab setiap kali dia melihat rupa lelaki itu, Kenzo tidak bisa menahan gejolak kebenciannya.
Kenzo meletakkan botol mineralnya di atas meja, kemudian bersandar dengan nyaman di kursi.
"Dia yang mencari ku. Tentu aku harus menemuinya bukan?" Kenzo menoleh ke arah Andre, menatapnya dingin.
Andre menghela napas berat. Dia lalu mengikuti posisi Lukas, menyandarkan punggungnya untuk merilekskan otot-ototnya yang keram.
"Tapi bukan berarti kau harus melibatkan Arabella. Perempuan itu tidak salah apa-apa. Jangan mengganggunya. Dia sudah sangat menderita." ucap Andre dengan pikiran menerawang.
Segaris senyum tipis terukir di bibir Kenzo ketika mendengar kalimat Andre yang seolah menaruh kepedulian yang sangat pada Arabella.
"Sejak kapan kau mulai memperhatikan perempuan itu." Kenzo bertanya dengan nada tenang, cukup sabar menanti jawaban Andrea.
Andre mengalihkan wajahnya ke samping, melihat Kenzo dengan ekspresi tak terbaca.
"Aku sudah menyelidiki semua tentangnya. Dia dibesarkan di pantai asuhan tanpa mengetahui siapa orang tuanya. Dan bukan hanya itu saja, Arabella juga harus bekerja banting tulang siang dan malam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya." Andre menjeda sebentar, mengamankan reaksi Kenzo. "Kau punya dendam kepada Lukas. Hanya karena dia memiliki hubungan dengan Arabella bukan berarti kau berhak melampiaskan sakit hatimu pada perempuan itu. Arabella tidak pantas menanggung dosa Lukas di masa lalu. Lepaskan Arabella dari targetmu. Karena sampai kapan pun aku tidak akan pernah mendukung mu jika kau melukai Arabella."
****
Lukas memarkirkan mobilnya dengan asal. Tergesa-gesa dia membuka pintu lalu meloncat keluar. Tanpa rasa takut dia lalu melangkah maju, melewati para pengawal yang berjejer di gerbang besar itu dengan sikap angkuh. Kediaman Kenzo terletak di pusat kota dan seperti biasa selalu dijaga ketat oleh para pengawal. Kenzo merupakan sosok teman masa kecilnya. Namun karena kesalahpahaman hubungan mereka menjadi renggang. Kenzo yang saat itu baru saja kehilangan wanita yang dicintainya seketika memutuskan hubungan persahabatan mereka secara sepihak. Kenzo menuduh Lukas telah mengambil wanitanya dan menghianati persahabatan mereka. Pada saat itu Lukas sudah mencoba menjelaskan kebenarannya. Sayangnya Kenzo sudah gelap mata akan kebencian sehingga dia tidak mempercayai perkataan Lukas lagi. Sejak saat itu Lukas tak pernah lagi mendengar kabar tentang Kenzo. Hingga beberapa tahun kemudian, dia mendapatkan informasi bahwa Kenzo telah meninggalkan negera asal mereka.
Kenzo melewati area utama tanpa halangan. Tampaknya para pengawal itu masih mengingat siapa dirinya sehingga Lukas tidak perlu repot-repot meminta izin atau menerobos masuk secara paksa. Mata Lukas berpendar memandangi seluruh ruangan itu. Kemudian terhenti ketika mendengar suara dari balik punggungnya. Lukas segera membalikkan badan. Dan benar saja apa yang tengah dicari oleh Lukas tengah tampak di depan mata, mengenakan jaket kulit hitam, duduk membelakanginya sambil berbincang-bincang dengan seseorang yang pun sudah sangat dikenal oleh Lukas.
"Kenzo."
Di detik Lukas bersuara, di detik yang sama pula Kenzo langsung menolehkan kepala kepadanya. Pada saat mata Lukas bertemu dengan mata Kenzo, seulas senyum langsung tersungging di bibir Kenzo, senyum penuh arti yang bisa ditebak oleh Lukas dengan mudah.
"Lukas, sahabat lamaku." Kenzo berucap pelan dengan nada khas yang bertujuan untuk menyindir. "Ada gerangan apa kau menemui ku?" tanyanya.
Seringai kejam terlihat menghiasi bibir Lukas yang menipis.
"Aku datang untuk mengakhiri hubungan kita. Kau dan aku hanyalah mantan sahabat. Dan itu berarti saat kau menyentuh wanitaku, aku tidak akan segan-segan membunuhmu."
Mata Kenzo menyusuri ekspresi Lukas yang mengeras. Dia lalu beranjak, melangkah dari tempatnya untuk kemudian menghampiri Lukas dan berdiri di depan lelaki itu.
"Aku sudah lama tidak berolahraga. Bagaimana kalau aku menguji kekuatan mu." Kenzo berucap dengan maksud jahat, menepuk-nepuk pundak Lukas.
"Jangan menantang ku. Kau bukanlah tandingan ku." ancam Lukas dengan janji pasti.
"Aku sedang tidak berbicara tentang mu tetapi wanita mu. Aku dengar Arabella adalah gadis yang polos dan tidak pernah dekat dengan lelaki manapun. Aku jadi penasaran dengan rasa dari seorang wanita polos.."
"Tutup mulutmu bangsatt!" Lukas menarik kasar kerah baju Kenzo, mengintimidasi lelaki itu tanpa ampun. Sekuat tenaga menahan diri supaya tidak mendaratkan tinju keras ke wajah Kenzo. "Mulut busuk mu ini perlu di beri pelajaran. Beraninya kau merendahkan perempuan ku sialaan!" desisnya kemudian.
Kenzo mendekus, terdengar sinis. Dia tidak takut menghadapi kemurkaan Lukas yang seperti ingin menerkamnya detik ini juga.
"Wow. Tenanglah, aku hanya bercanda." Suara kekehan Kenzo terdengar, terlihat gencar menarik ulur emosi Lukas. "Tapi setelah kau puas menikmati tubuhnya, lemparkan saja padaku. Aku sudah terbiasa menikmati sisa-sisa mu.."
"Berengsek kau!" suara teriakan Lukas menggelar, dengan amarah yang meletup-letup dia langsung meninju rahang Kenzo, menumpahkan segala kekuatannya disana.
Kenzo yang tidak mengantisipasi pukulan Lukas langsung tersungkur di lantai. Seketika rasa perih menyengat memenuhi seluruh nadinya. Kenzo menggerakkan gigi, dengan emosi yang memuncak dia lalu bangkit dari posisi terjerembap, untuk kemudian melayangkan pukulan di wajah Lukas.
"Kau pikir siapa dirimu! Aku tidak takut padamu meskipun kau memiliki pengaruh kuat di dunia ini!" Kenzo meludah dengan tatapan benci bercampur jijik, napasnya terengah karena menyimpan amarah.
Lukas menyeka sudut bibirnya yang mengalirkan darah. Kemudian dengan senyum miring dia mendongak, menatap Kenzo dengan tatapan membunuh. Kemarahan Kenzo bukannya membuat Lukas takut, malah mendorongnya terkekeh jahat.
"Kau yang membangunkan sisi iblis ku. Jangan salahkan aku kalau malam ini, kau tidak akan mati di tanganku."
Setelah menggaungkan kalimat mengerikan itu, Lukas meringsek maju ke hadapan Kenzo, dan tanpa peringatan kembali meninju lelaki itu, kali ini Lukas sengaja menargetkan dadaanya hingga membuat Lukas melangkah mundur dengan terbatuk-batuk. Belum cukup sampai disitu, Lukas yang sudah dipenuhi nafsu membunuh lagi-lagi melayangkan kepalan tangan besarnya, meninju rahang Kenzo. Kemudian dengan sigap menggerakkan kakinya, menendang perut lelaki itu hingga membuat Kenzo terpental di lantai. Tatapan Lukas dingin, sementara amarahnya masih belum sepenuhnya reda meskipun Kenzo sudah babak belur. Lukas mendekati Kenzo dengan aura membunuh yang kental, bersiap untuk melayangkan pukulan selanjutnya kepala lelaki itu. Akan tetapi langsung diurungkan saat mendengarkan suara teriakan yang membahana.
"Hentikan Lukas! Kau bisa membunuhnya!" seru Andre dengan keras, suaranya dipenuhi kepanikan luar biasa.
Andre dengan sigap menempatkan dirinya di antara Lukas dan Kenzo. Lelaki itu berdiri dengan lutut gemetar, menatap Lukas takut-takut. Meskipun Lukas saat ini tengah dikuasai oleh amarah yang luar biasa, dia yakin bahwa lelaki itu masih memikirkan sisa pengampunan. Biar bagaimanapun mereka pernah bersahabat. Lukas tidak mungkin membiarkan Kenzo mati di tangannya.
"Tahan emosimu. Kau bisa saja membunuhnya." Andre berucap hati-hati mengamati raut wajah Lukas yang mengeras.
"Dia pantas mati. Aku memang ingin membunuhnya." tangan Lukas mengepal sementara suaranya berdesis dari kertas giginya yang kuat.
Tanpa mengendorkan kewaspadaannya, Andre kali ini memberanikan diri untuk menepuk pundak Lukas pelan.
"Tenanglah. Kenzo tidak mungkin menyakiti Arabella. Selain aku, kau juga tahu bahwa Kenzo tidak mau menyakiti wanita. Dia hanya ingin menggertak mu." ujar Andre berusaha menenangkan hati Lukas.