Happy Reading.
Arabella berangkat lebih pagi hari ini. Dia memutuskan untuk menggunakan kendaraan umum yang memiliki jadwal lebih cepat seperti biasa. Dan semua itu dilakukannya untuk menghindari Lukas. Arabella tidak ingin menjadi pusat perhatian jika dirinya sampai keluar dari mobil Lukas. Membayangkan bagaimana semua orang akan menatapnya nanti sudah membuat Arabella bergidik ngeri. Dia tidak tahu harus bersikap seperti apa jika berhadapan dengan para siswa yang jelas-jelas menunjukkan kebencian padanya. Arabella melewati gerbang sekolah sambil menghela napas. Suasana masih sepi, sementara kegelapan malam masih tersisa di langit pagi. Arabella memakai seragamnya yang sudah kering dan menutupinya dengan jaket hitam longgar. Langkahnya ringan, siap memulai harinya.
Arabella memasuki sebuah ruangan besar, lalu melangkah ke arah lokernya. Dia hendak melepaskan jaketnya dan menaruh di dalam. Sekolah ini memiliki peraturan yang sangat ketat yang mewajibkan semua siswa harus mengenakan seragam sekolah tanpa perlindungan dari pakaian lain. Tangan Arabella bergerak hendak membuka lokernya.
“Hai”
Arabella menoleh ke sumber suara dengan cepat, nyaris menjerit ketika mendengar suara yang tiba-tiba. Mata Arabella membelalak lebar, sejenak ada ketakutan yang terbesit disana saat melihat kehadiran Kenzo. Kakinya refleks melangkah mundur, wajahnya yang putih semakin terlihat pucat seperti mayat. Arabella sengaja berangkat pagi sekali demi menghindari Lukas. Namun siapa sangka dia malah bertemu dengan Kenzo. Arabella tergugu di tempat, frustasi memikirkan cara untuk melarikan diri dari lelaki asing di hadpaannya ini.
“Kak..Kenzo.” Arabella meremas tangannya gugup, suaranya tercekat di tenggorokan.
Kenzo sendiri hanya menatap Arabella dengan datar, tahu bahwa perempuan itu tangan menjaga jarak darinya.
“Bagaimana tidurmu. Apa kau bermimpi sesuatu hal yang indah?” tanya kenzo berbasa-basi, sengaja memelankan suaranya supaya tidak menakuti Arabella.
Arabella mendongakkan kepala, mata hazelnya yang besar nan bulat tampak kebingungan.
“Mak…maksudnya apa.” Ucap Arabella terbata.
Kenzo mengerutkan kening, “Kau tidak mengerti maksudku, ya. Kalau begitu biar ku beritahu dengan jelas.” Ujarnya dengan nada misterius, kemudian membungkuk tiba-tiba hingga membuat wajahnya sejajar dengan wajah Arabella. “Tadi malam aku memimpikan dirimu.
Aku ingin tahu apakah kau juga bermimpi hal yang sama denganku. Jika memang demikian, maka bisa dipastikan kalau hati kita sudah terkoneksi.” Bisiknya.
Arabella menarik mundur kepalanya sedikit, menunjukkan ketidaknyamanan yang sangat akan kedekatan mereka yang tampak intim.
“Terimakasih sudah menyapaku. Tapi a-aku ingin ke kelas. Permisi kak Kenzo.” Setelah berucap terbata-bata dengan postur tubuh setengah membungkuk hormat, Arabella cepat-cepat melarikan langkahnya pergi, hendak meninggalkan Kenzo.
Senyum tipis langsung terukir di bibir Kenzo melihat Arabella yang tergopoh-gopoh melarikan diri darinya. Perempuan itu pastilah ketakutan setengah mati. Apalagi dia dengan sengaja menggodanya dan bahkan bersikap nakal seolah-olah ingin merayu Arabella. Sayangnya Arabella bukanlah jenis perempuan yang suka memanfaatkan kesempatan seperti wanita lainnya. Dan itu membuat Kenzo semakin tertarik, rasa penasarannya terhadap Arabella bertambah dalam hingga menimbulkan sebuah obsesi. Arabella harus jatuh ke tangannya. Salah perempuan polos itu yang membuatnya menjadi aneh seperti ini. Kalau dia sampai tidak bisa memiliki Arabella, maka siapa pun tidak boleh memilikinya.
****
"Woi perempuan!"
Jantung Arabella seketika berpacu sepersekian detik saat mendengar suara familiar itu. Tanpa perlu menoleh, dia sudah dapat mengetahui siapa gerangan sosok yang tengah memanggilnya. Kali ini dia benar-benar tak tau lagi harus melarikan diri kemana. Susah payah dirinya kabur dari Kenzo tapi sekarang malahan harus berhadapan dengan Lukas lagi. Pundak Arabella melemas, kepalanya menunduk lemah seolah kehilangan semangat. Ketika mendengar derap langkah kaki yang mendekat padanya, Arabella langsung parah, siap mendapatkan semburan kemarahan dari Lukas.
"Bukankah sudah ku bilang untuk menungguku. Kenapa kau membantahku." Lukas menahan geram akan sikap pembangkang Arabella, dengan kasar dia segera membalikkan tubuh perempuan itu ke arahnya.
Arabella menatap Lukas, memasang ekspresi kesal.
"Aku tidak punya waktu untuk menunggu mu." ujarnya sambil berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman Lukas.
Geraham Lukas mengetat, sementara cengkramannya semakin kuat di pergelangan tangan Arabella.
"Apa yang terjadi padamu. Kenapa kau tiba-tiba aneh seperti ini."
"Aku memang seperti ini sejak awal. Kau saja yang bersikeras untuk mengejar ku. Jelas-jelas aku sudah menolak mu mentah-mentah." jawab Arabella tegas, tanpa jeda sedikitpun.
"Sialann." Lukas mendesis desis nada ngeri, tangannya bergerak mencengkram rahang Arabella. "Kau baru dua kali bertemu dengan lelaki itu. Tapi sikap mu padaku sudah berubah seratus delapan puluh derajat. Apa yang kau lihat darinya. Dia bahkan tidak jauh lebih baik dariku."
Perkataan Lukas membuat Arabella terpana. Matanya melebar dipenuhi keterkejutan. Sejak kapan Lukas sampai? Apakah lelaki itu mengetahui bahwa dirinya baru saja bertemu dengan Kenzo? Mungkinkah Lukas mengikutinya sedari tadi? Kalau begitu apa yang harus dilakukannya sekarang. Lelaki tampaknya dilanda kemurkaan yang sangat.
"Bukan urusanmu. Kau tidak punya hak mengaturku ingin bertemu dan berbicara dengan siapapun..."
Suara kekehan Lukas membuat perkataan Arabella terhenti. Lalu tiba-tiba ditariknya tubuh perempuan itu untuk kemudian merangkulkan lengannya yang kokoh di pinggang Arabella.
"Kau pasti menyesali semua ini Ara. Siapapun yang berani merebut mu dariku maka akan ku hancurkan tanpa sisa. Lihat saja nanti." ancam Lukas dengan kalimat penuh janji pasti.
Arabella tersenyum menantang. "Aku tidak dalam posisi yang penting sehingga pantas untuk diperebutkan oleh orang-orang penting seperti kalian. Berhentilah menggangguku, hidupku sudah sangat sulit, dan tolong jangan menambah kesulitan ku lagi."
Kening Lukas mengernyitkan bingung.
"Apa yang kau katakan. Siapa yang coba menyulitkan mu. Aku hanya ingin kau menjadi kekasihku. Apa itu terlalu sulit bagimu?" suara Lukas sedikit merendah, menahan emosinya sekuat tenaga.
Arabella memejamkan mata sejenak, meskipun cengkraman di rahangnya tidak begitu kuat tetapi saja menghadirkan rasa tidak nyaman baginya.
"Kau tidak akan pernah mengerti. Setelah ku pikir-pikir, menjauh darimu adalah pilihan yang terbaik untukku. Aku hidup sebatang kara, jika terjadi sesuatu padaku, aku tidak tahu harus mengadu pada siapa. Berada di dekatmu sungguh sangat menakutkan. Ada banyak wanita yang menggilai mu. Dan mereka pun menganggap ku sebagai seorang musuh. Selain itu, kau juga cucu dari pemilik sekolah ini. Bisa kau bayangkan bagaimana sulitnya aku bertahan di situasi seperti ini." Arabella menatap Lukas dengan tatapan memelas, tidak dapat menyembunyikan kegelisahannya.
Lukas tertegun, cengkramannya di rahang Arabella seketika mengendur. Matanya yang tajam pun perlahan-lahan mulai meredupkan sinar amarahnya. Ada seulas senyum kecil di bibirnya ketika berhasil menelaah kata-kata Arabella.
"Aku tidak menginginkan semua wanita yang tergila-gila padaku. Yang ku inginkan hanya kau seorang. Dan selama aku di sisimu, aku berjanji tidak akan pernah membiarkan siapapun menyakiti mu." Jemari Lukas berpindah, membelai wajah Arabella lembut.
Arabella membuka mulutnya, kembali ingin membantah.
"Kau akan membuat ku berada di situasi sulit. Bagaimana jika semua orang menyerang..."
"Cukup katakan saja pada mereka bahwa kau adalah kekasih Lukas Donzelo. Dan setelahnya aku yakin tidak akan ada seorangpun yang berani menyentuh mu. Siapapun yang berniat untuk menyentuh wanitaku sama saja dia tengah menyerahkan nyawanya sendiri, mati di tanganku." Lukas menyela perkataan Arabella seolah tahu kelanjutan dari kalimat perempuan itu.
Pikiran Arabella bercabang ketika dia otomatis memejamkan mata. Dia menghela napas pendek-pendek, membuang perasaan gusarnya yang semakin bertambah besar. Arabella kehilangan kata-kata, semua yang hendak dikatakannya seketika tertinggal di tenggorokan, dan tidak mungkin diutarakannya lagi. Lukas sama sekali tidak bisa dibantah. Perdebatan ini hanya akan berakhir jika dirinya yang mengalah.
Lukas sendiri tersenyum mengamati wajah gelisah Arabella. Untuk pertama kalinya hatinya terenyuh akibat tatapan sendu seorang wanita. Arabella yang polos dan begitu mudah dibaca, membuat rasa sayang Lukas bertambah dalam. Ekspresi perempuan ini selalu saja menampilkan apa pun yang ada di benaknya. Sampai membuat Lukas penasaran, adakah yang tersembunyi di benak Aurora?
"Tidak apa-apa. Aku akan selalu bersamamu." ibu jari Lukas bergerak, mengusap pipi tembam Arabella, mengembalikan lamunan perempuan itu ke dunia nyata.
Arabella membalas tatapan Lukas dengan bimbang.
"Terserah padamu saja. Kalau sampai ada yang menyakitiku, aku akan membunuhmu."
Lukas tertawa kecil mendengar ancaman konyol Arabella. Lalu dengan spontan dia mengambil tangan Arabella dan mengecupinya lembut.
"Aku siap mati untukmu sayang." ujarnya dengan ekspresi jenaka, sedang menggunakan keahliannya untuk menggoda Arabella.
Bibir Arabella mencebik, wajahnya berubah muak.
"Aku ingin ke kelas. Kau tidak ingin menitipkan tas mu padaku?" Arabella menyodorkan tangan kanannya ke arah Lukas.
"Tidak perlu. Kau masuklah terlebih dulu. Aku masih memiliki sedikit urusan." Lukas berucap sambil menggelengkan kepala.
"Baiklah kalau begitu. Kau jangan sampai terlambat. Jam pelajaran pertama akan segera dimulai." ucap Arabella memperingati dengan nada biasa.
Alis Lukas mengerut.
"Pacarku sangat pintar. Kalau aku terlambat, aku hanya perlu belajar darimu." Ujar Lukas meninggikan Arabella dengan nada bangga.
Arabella langsung merona saat mendengar kata "pacar" terlontar dengan lancar dari bibir Lukas. Lelaki itu mengklaimnya tanpa rasa beban seolah-olah hubungan mereka memang sudah sangat dekat dan berada dalam sebuah ikatan yang kuat. Jantung Arabella berdebar, pipinya terasa panas. Lukas memang selalu bisa membuatnya mati kutu.
"Kau...kau pergilah. Aku...aku akan menunggu mu di dalam."
Setelah mengucapkan itu, Arabella seketika membalikkan badan dan berlari kencang meninggalkan Lukas yang tersenyum lebar melihat tingkah lakunya.
Menggemaskan sekali. Aku ingin membungkusnya lalu membawa pulang dan memeluknya sampai puas.
****
Kenzo duduk berselonjor di atas kursi panjang. Kedua tangannya di tekuk ke belakang untuk menopang tubuhnya. Sementara wajahnya mendongak ke atas, membiarkan sinar matahari hangat langsung menerpa kulitnya.
"Berapa lama lagi aku harus menunggu mu sampai selesai bersemedi." Andre menatap Kenzo kesal, setengah mati menahan geram.
"Sampai matahari tenggelam." sahut Kenzo sambil memejamkan mata.
"Dasar berengsek! Ibuku hanya tahu kalau aku ke sekolah untuk belajar bukan malah main-main." Andre bersuara lantang, semakin kesal melihat sikap santai Kenzo.
Kenzo menyeringai. "Kalau begitu katakan saja pada ibu mu bahwa ada banyak yang bisa dilakukan di sekolah selain belajar."
"Lalu dia akan membunuhku. Itu kan yang kau inginkan." ada senyum masam di bibir Andre ketika mengucapkan itu.
"Itu perkara yang sangat mudah. Jika kau mati ya tinggal kubur saja. Sangat mudah bukan." sekali lagi Kenzo menyahut dengan ringan, tanpa berpikir jernih.
Andre menganga lebar, darahnya mendidih serasa membakar seluruh nadinya akibat mendengar perkataan Kenzo. Baru saja dia hendak berucap namun sebuah suara asing seketika menginterupsi pembicaraan mereka.
"Menjauh dari Arabella."
Di detik kalimat sinis itu bergaung di udara, di detik yang sama pula Kenzo langsung membuka mata. Dan dalam waktu yang sama, matanya langsung terjatuh pada sosok lelaki berwajah dingin tengah berdiri di belakang Andre. Tatapan Kenzo datar, sementara sinar kebencian yang dalam seketika memenuhi matanya. Suasana diantara mereka berubah hening mencekam. Membuat Andre yang terdiam dengan punggung membeku terpaksa menelan ludah susah payah, dilanda gugup bercampur cemas yang sangat.
Sial. Kenapa mereka harus bertemu lagi.
"Kenapa aku harus menuruti mu. Kau bukanlah siapa-siapa bagiku." Setelah sekian lama saling berdiam sambil mengadu pandangan, Kenzo akhirnya bersuara.
Lukas tersenyum miring, kemudian tangannya dengan cepat bergerak melempar jaket yang berada di genggamannya langsung ke wajah Kenzo.
"Ambil itu. Kekasih ku tidak membutuhkannya." ucapnya dengan nada sombong.
Kali ini giliran Kenzo tersenyum miring, menunjukkan sikap tenang seolah tak terpengaruh sama sekali.
"Wanita itu... aku menyukainya. Bagaimana kalau kita bersaing."
Lukas mengangkat alisnya, menatap remeh ke arah Kenzo yang dengan sombong menantangnya.
"Bersaing katamu?" nada Lukas terdengar mengejek, tidak dapat menahan diri untuk terkekeh."Kau tidak akan pernah bisa memenangkan hati Arabella. Dia milikku. Akan ku hancurkan siapa saja yang beranjak merebutnya dariku."
"Oh, ya? Aku ingin lihat bagaimana kau bisa menghancurkan ku. Kau punya masalah dengan ego dan posesif yang tinggi. Sehingga ketika kau bersama Arabella, perempuan itu tidak akan pernah mendapatkan kenyamanan. Kau sangat tidak pantas mendapatkannya. Gadis itu terlalu baik untuk lelaki iblis seperti mu." jawab Kenzo dengan lantang, memberi balasan menohok ke sanubari Lukas.