"Jadi begini, Tuan, sebenarnya, Anda telah dipilih oleh Sang Penguasa untuk menjadi seorang Mentor bagi sepuluh kunang-kunang tersebut."
"Me-Menjadi seorang M-Mentor!? Untuk seekor kunang-kunang!? Apa maksudmu!?" Paul sangat terkejut mendengarnya.
"Biar kuperjelas lagi, Tuan, jadi intinya, Anda telah terpilih untuk menjadi seorang pembimbing atau penasihat bagi sepuluh kunang-kunang itu, dan juga, mereka bukan hanya sekedar hewan mungil yang terbang ke sana-kemari saja, Tuan. Mereka seperti manusia, punya akal dan perasaan, bahkan bisa berbicara juga."
Paul dan ibunya benar-benar tercengang mendengar penjelasan dari Roswel. Mereka pikir, apa yang dikatakan pria pucat itu sangat tidak masuk akal. Padahal zaman sudah sangat maju, tapi kenapa hal-hal yang begitu masih ada? Rasanya mereka seperti mendengar cerita-cerita fantasi saja, yang tentunya, tidak mungkin ada di dunia nyata.
"Paul!" Wanita itu memanggil nama putranya, dengan ekspresi wajah yang gelisah. Ketika Paul menoleh pada ibunya, wanita itu segera bersuara kembali, "Jangan dengarkan orang itu! Sepertinya dia salah satu pasien dari rumah sakit jiwa! Kita harus menelepon dokternya! Ayo! Paul! Tapi sebelum itu! Biarkan dia di sini sendirian, kita harus pergi mencari bantuan ke tetangga!"
Saat sang ibu menarik lengan kanan Paul dengan paksa, untuk pergi dari hadapan Roswel, bocah itu langsung melepas tarikan tangan dari ibunya dengan kasar. "Tidak Bu! Aku merasa, ucapannya cukup masuk akal, karena sebelum aku membuka pintu kamar, aku mendengar ada beberapa suara seperti orang yang mengobrol di dalam kamarku, mungkin itu mereka, para kunang-kunang yang sedang--"
"PAUL!" Tidak suka anaknya mempercayai omong kosong dari si pria pucat itu, sang Ibu membentak Paul dengan nada yang sangat tinggi. "BERHENTI MENGATAKAN HAL-HAL GILA! LEBIH BAIK KAU CEPAT IKUT IBU UNTUK PERGI DARI PRIA ANEH INI! KITA HARUS MEMINTA BANTUAN PADA TETANGGA! UNTUK MENGUSIR ORANG INI!"
Berusaha mengabaikan amukan Ibunya yang ada di samping, Paul segera memandang Roswel dengan raut wajah resah. "Roswel! Tolong! Bisakah kau buat Ibuku diam untuk sementara!?"
Tersenyum simpul, Roswel menganggukkan kepalanya, "Baik, Tuan." Kemudian, dia menghentakkan kakinya sekali ke lantai, dan secara mengejutkan, seluruh tubuh dari ibu Paul jadi membeku oleh kepingan es batu yang sangat dingin, yang muncul merambat dari telapak kaki sampai ke ujung kepala.
Membuat sosok wanita itu jadi seperti patung yang dalam posisi muka kesal, mulut menganga, mata melotot, kedua tangan yang hendak mencengkram punggung Paul, dan kedua kaki yang berdiri kokoh. Menyaksikan hal tersebut, Paul dibuat takjub. Dia tak habis pikir, hanya dengan melihat Roswel menghentakkan kakinya saja, dapat membuat seseorang membeku.
Benar-benar menakjubkan.
"Wow! Lu-Luar biasa! Aku tidak menyangka kau bisa melakukan ini, Roswel!" Kedua mata Paul masih membelalak, tertegun melihat ibunya jadi beku begitu. Dia juga sesekali menempelkan jari-jarinya ke es yang menyelimuti tubuh ibunya, dan ternyata rasanya sangat dingin, seperti es asli.
"Terima kasih atas pujiannya, Tuan, saya sangat senang, padahal itu hanyalah sihir tingkat rendah dari seorang pelayan rendahan saja, tapi melihat Anda terkagum, saya jadi ikut senang, walau sama sekali tidak ada yang istimewa dari hal tersebut," ucap Roswel dengan menunduk hormat pada Paul, kemudian dia kembali mengatakan sesuatu, "Sebenarnya, saya ingin membekukkan Ibu Anda dari awal, karena saya pikir, kehadiran dia cukup mengganggu, tapi sayangnya, saya tidak punya kewenangan untuk melakukan hal tersebut. Syukurlah, Anda akhirnya memerintahkan saya untuk melakukannya, saya sangat lega, Tuan."
"Ta-Tapi, Ibuku bisa kembali lagi seperti biasa, kan? Roswel!?" tanya Paul dengan perasaan yang sedikit cemas, karena walau bagaimana pun, dia tetap mengkhawatirkan kondisi ibu kandungnya, karena ia tidak mau membuat ibu kandungnya menderita.
Mendengar pertanyaan itu, Roswel menganggukkan kepalanya lagi, "Anda tidak perlu khawatir soal itu, Tuan."
"Baiklah. Kalau begitu, kita lanjut membahas hal yang tadi!" Kini, Paul mulai terlihat bersemangat dari sebelumnya, mungkin karena akhirnya dia bisa bebas mengatakan hal yang dia mau tanpa diganggu oleh ibunya. "Kau tadi bilang, bahwa aku telah dipilih menjadi seorang mentor atau pembimbing untuk para kunang-kunang tersebut, kan? Dan kau juga bilang bahwa mereka bisa berbicara, punya akal dan perasaan seperti manusia, kan? Begini, sebenarnya, apa manfaatnya untukku menjadi seorang Mentor?"
"Ah, maaf, Tuan, sepertinya saya lupa menjelaskan hal yang cukup penting, baiklah, ini juga akan menjawab pertanyaan Anda," Roswel menarik napasnya dalam-dalam, lalu mulai menjelaskan, "Untuk menjadi seorang mentor, Anda diharuskan untuk membimbing sepuluh kunang-kunang itu agar mereka bisa menemukan tubuh manusianya masing-masing, jadi, sebenarnya, mereka itu bukan hewan, mereka adalah roh yang diciptakan oleh Sang Penguasa, dan roh tersebut belum memiliki wadah, jadi Anda harus mencari sepuluh manusia yang tepat untuk dijadikan sebagai tempat persemayamannya mereka.
Dan Anda bertanya, apa manfaat menjadi seorang mentor, ya? Manfaatnya cukup banyak, Tuan. Selain Anda akan diberi hadiah oleh Sang Penguasa jika mampu melaksanakan tugas dengan baik, Anda juga akan mendapatkan keistimewaan-keistimewaan lain, yang dapat mengubah kehidupan Anda. Tapi, walau begitu, Anda juga harus menerima segala resikonya, Tuan. Karena tugas yang Anda kerjakan cukup berat, mengingat banyak sekali para pembunuh roh yang berkeliaran di kota ini."
"Pe-Pembunuh Roh!?" Paul terkejut mendengarnya.
"Ya, mereka juga adalah orang-orang terpilih yang ditugaskan dari Penguasanya, untuk membunuh roh-roh yang diciptakan Penguasa kami, karena itulah, Anda harus berhati-hati terhadap keberadaan mereka, karena jumlah mereka sangat banyak, dan kebanyakan berasal dari manusia-manusia biasa, seperti Anda."
"Mengerikan juga, ya. Aku harus siap siaga untuk melindungi kunang-kunang ini dari para pembunuh roh. Tapi, bolehkah aku bertanya lagi?" Sepertinya Paul masih memiliki sesuatu yang belum dimengerti.
"Silakan, Tuan."
"Aku ditugaskan untuk mencari tubuh manusia, kan? Untuk dijadikan tempat bersemayamnya para kunang-kunang itu, kan? Nah, yang ingin kutanyakan, tubuh manusia yang kau maksud itu, apakah yang sudah mati atau masih hidup?"
"Tubuh manusia yang masih segar, Tuan."
"Se-Segar!? Maksudmu tubuh manusia yang masih hidup!? Tapi, bagaimana caranya!? Bukankah di dalam tubuh yang hidup, di dalamnya masih ada rohnya, kan!? Apakah aku harus mengeluarkan roh si manusianya dulu, sebelum memasukkan roh kunang-kunang itu ke dalam tubuhnya? Tapi kesannya, aku jadi seperti seorang pembunuh roh juga, kan!?
"Tidak, Tuan. Anda tidak perlu mengeluarkan roh asli dari tubuh manusia yang Anda pilih. Yang harus Anda lakukan, buatlah salah satu roh kunang-kunang itu untuk masuk ke dalam tubuh orang tersebut. Biarkan roh asli dan roh buatan menyatu di dalam tubuhnya. Saat mereka sudah menyatu, pasti akan muncul sebuah kepribadian baru dari orang tersebut. Dan dari situlah, Anda harus membimbingnya untuk menjadi seorang pahlawan."
"Kedengarannya cukup berat." Paul tersenyum kecut mendengar penjelasan dari Roswel, dia merasa tugasnya terlalu berat untuk dipikul oleh seorang bocah berusia tujuh belas tahun.
"Ah, sayang sekali, sepertinya saya dipanggil oleh Sang Penguasa untuk kembali, kalau begitu, sebelum saya pergi, saya ingin titip pesan, Anda tidak perlu terburu-buru dalam melaksanakan tugas, karena tidak ada batasan waktu. Dan Anda bisa masukkan kunang-kunang itu ke dalam sebuah toples, agar mereka tidak lagi menyerang Ibu Anda atau orang lain, dan juga, saya akan membuat Ibu Anda melupakan semua hal yang pernah terjadi di sini, jadi jangan khawatir. Oh, jika Anda ingin bertanya sesuatu lagi pada saya, Anda bisa memanggil nama saya tiga kali, Tuan."
Kemudian, wujud Roswel secara mengejutkan langsung meledak dan menghilang; suara ledakannya cukup keras, seperti letusan balon plastik, dan meninggalkan sebuah kepulan asap hitam di sekitar tempat yang tadi dipijakkinya.
Es beku yang sebelumnya mengurung tubuh Ibunya, pelan-pelan mulai mencair, membuat lantai jadi becek, sampai akhirnya, wanita itu sudah bebas seperti semula.
Paul menyunggingkan senyuman kering pada Ibunya yang telah kembali. "Halo, Bu."
"Eh!? Kenapa lantai di sini jadi sangat becek, Paul!? Dan apa itu? Tidak biasanya kau senyum-senyum pada Ibu!? Sebenarnya ada apa pada dirimu!?"
Karena malas menjelaskan semuanya dari awal, Paul pun lari, mengabaikan ibunya yang masih mengoceh dan membawa sepuluh kunang-kunang itu, untuk ikut masuk ke dalam kamarnya. Dan tak lupa, ia mengunci pintu kamarnya dari dalam. Agar Ibunya tidak sembarang masuk ke kamarnya.
"Dasar anak nakal! Bukannya jawab, malah lari! Kau pikir Ibumu ini apa!?"
Paul masih mendengar sayup-sayup suara ibunya yang mengomel di luar kamar, tapi perlahan-lahan, suaranya mulai menjauh dan hilang, tergantikan dengan keheningan.
Paul pun duduk di kursi kayu, memandang lekat-lekat kunang-kunang yang sedang beterbangan di langit-langit kamarnya.
Ia pun menghela napasnya dalam-dalam. "Pertama, aku terlibat dalam masalah yang sepele. Kedua, aku dikeluarkan dari sekolah. Ketiga, aku dimarahi oleh ibuku. Keempat, aku secara ajaib, dipilih oleh sang penguasa-yang bahkan aku tidak tahu siapa si penguasa itu-untuk menjadi seorang mentor," Kemudian, Paul tertawa sendiri mengingat hal itu. "Mimpi apa aku semalam, sampai mengalami kejadian-kejadian aneh seperti ini."
Tok! Tok! Tok!
Tiba-tiba terdengar sebuah suara ketukan dari pintu depan rumahnya, membuat Paul yang sedang melamun, langsung terperanjat mendengarnya.
"Permisiiiii! Apakah ada orang? Anu, saya teman sekelasnya Paul, Olivia, datang kemari membawakan tas gendong Paul yang ketinggalan di kelas!"
"Sial! Kenapa harus gadis itu yang datang!" Paul terlihat tidak suka saat tahu bahwa gadis yang bernama Olivia datang ke rumahnya.