“Aku antar kamu. Biarkan Ibu mertuaku marah. Ini sudah siang dan kamu pasti sudah letih. Kalau kamu naik taksi akan lama menunggunya. Ayo, ikut aku ke mobil!” ajak Kevin yang langsung ditolak oleh Calista.
“Aku tidak mau mencari masalah, Kev. Masuklah! aku tidak masalah kalau harus pulang sendiri. Camelia membutuhkan kamu, karena kamu satu-satunya yang dia miliki. Masuklah ke rumah, jangan hiraukan aku.” Setelah itu Calista melangkah dengan cepat keluar dari halaman rumah Kevin.
Sementara itu, dari dalam rumah Runi menatap interaksi antara Kevin dan Calista dengan tatapan tak suka. Dia mengernyitkan kening kala melihat Kevin yang sepertinya memaksa Calista agar mau dia antar pulang. Dia menatap mereka seraya berujar, “Kenapa mereka sepertinya sudah saling kenal dan cukup akrab?”
Kevin terkejut ketika masuk ke dalam rumah. Dia mendapati ibu mertuanya ada di dekat jendela. Dan sepertinya sedang memperhatikan dirinya, yang tadi sedang berbincang dengan Calista. Kevin menghela napas ketika tatapan mata mereka bertemu.
“Kamu sepertinya terlihat akrab dengan gurunya Camel? dia memang guru Camel atau seseorang yang menarik hati kamu?” tanya Runi langsung yang membuat Kevin terkesiap.
Kevin menghela napas kembali dan memejamkan matanya. Dia berusaha menahan emosinya. Bagaimana pun, Runi adalah ibu mertuanya. Seorang nenek yang sangat mencintai cucunya. Sehingga dia berusaha meredam kekesalan hatinya dan mencoba bersabar menghadapi sikap ibu mertuanya itu.
“Ibu baru datang, sebaiknya Ibu istirahat dulu. Mungkin Ibu bisa tidur di samping Camel. Jadi saat anak itu bangun, dia senang karena neneknya ada di sampingnya,” ucap Kevin mengalihkan pembicaraan. Dia sendiri ingin beristirahat dan tidak mau berdebat dengan ibu mertuanya itu. Masalah dirinya dengan Calista, biarlah itu mencari urusan pribadinya yang tidak bisa orang lain mencampuri, termasuk Ibu mertuanya.
“Baiklah, Ibu akan istirahat dulu sekarang, karena nanti sore ada yang mau Ibu bicarakan sama kamu. Ini cukup serius, Kevin! jadi Ibu harap kamu dapat meluangkan waktu agar kita bisa berbicara.” Setelah berkata demikian, Runi melangkah meninggalkan Kevin dan masuk ke dalam kamar Camelia.
Sementara itu, Kevin masih termangu di tempatnya. Dia mencoba menerka, hal apa kira-kira yang akan ibu mertuanya itu bicarakan nanti. Kevin seketika tersenyum tipis kala mengingat ucapan ibu mertuanya, yang mengatakan kalau yang akan mereka bicarakan nanti adalah hal yang cukup serius. Dan ini bukan kali pertama ibu mertuanya mengatakan hal yang sama.
“Paling soal jodohku,” gumamnya bermonolog. Kevin lalu berjalan menuju kamarnya dan setibanya dia di dalam kamar, dia langsung membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Kevin berusaha untuk memejamkan mata. Namun, hanya matanya saja yang terpejam. Pikirannya berkelana ke sosok seorang wanita dari masa lalunya, yang masih menghuni lubuk hatinya yang paling dalam.
Tak mau hanya memikirkannya saja, Kevin ingin mengetahui juga keadaan wanita itu saat ini. Dia lalu meraih telepon genggamnya yang tergeletak di atas nakas dan mulai untuk melakukan panggilan telepon pada Calista, wanita yang masih ada di relung hatinya.
Kevin dengan sabar menunggu panggilan teleponnya diangkat oleh Calista. Dalam dering ketiga, akhirnya Calista mengangkat panggilan teleponnya itu. Dan tak lama terdengar suara Calista yang terdengar merdu di telinga Kevin.
“Halo, Kev,” sapa Calista di seberang sana.
“Halo, kamu sudah sampai rumah, Lis?” tanya Kevin lembut.
“Sudah, sepuluh menit yang lalu. Camel masih anteng tidurnya? kalau dia terbangun, jangan lupa kamu ajak bermain atau membacakan dia buku cerita atau mendampingi dia nonton TV. Pokoknya yang membuat dia merasa diperhatikan,” tutur Calista mengingatkan Kevin.
“Iya, Bu guru. Aku juga melakukan itu kalau sedang ada di rumah. Dia sekarang masih tidur kok. Dia saat ini ditemani oleh Neneknya. Oh ya, maafkan Ibu mertuaku tadi ya, Lis. Mohon jangan diambil hati,” ucap Kevin.
“Tenang saja, Kev. Aku tidak mengambil hati ucapan Ibu mertuamu tadi. Mungkin saja dia merasa cemburu melihat seorang wanita yang belum dia kenal ada di rumah kamu,” ucap Calista di seberang sana.
“Cemburu? maksud kamu?” tanya Kevin bingung.
“Ya, mungkin saja Ibu mertua kamu tidak rela melepas kamu sebagai menantunya. Jadi dia curiga kalau ada wanita lain di dekat kamu, begitu,” ucap Calista di seberang sana.
Kevin terdiam mendengar ucapan Calista. Mungkin saja ucapan Calista itu benar. Dua tahun yang lalu pernah ada kejadian saat Kevin dekat dengan salah seorang pramugari, Ibu mertuanya itu langsung marah. Namun, bukan itu yang membuat Kevin gagal melangkah ke jenjang pernikahan dengan pramugari itu. Camelia yang tidak mau menerima pramugari itulah, yang membuat Kevin memutuskan hubungan dengan wanita itu. Dan saat ini ketika dia bertemu kembali dengan cinta pertamanya, lalu Camelia juga menerima Calista bahkan anaknya itu terang-terangan meminta Calista menjadi Mamanya, akankah dia mundur? tanpa sadar Kevin menggelengkan kepalanya.
“Entahlah, Lis, aku juga kurang paham dengan jalan pikiran Ibu mertuaku itu. Tapi, aku tidak terlalu menghiraukan, karena tidak setiap hari juga Ibu mertuaku ada di rumahku. Hanya seminggu tiga kali menengok cucunya kalau aku sedang ada di rumah. Sekali lagi aku mohon maaf kalau kamu tersinggung atas ucapan Ibu mertuaku tadi,” ucap Kevin.
“Tidak kok. Aku tidak tersinggung, sungguh! kamu jangan sensitif gitu dong, Kev,” canda Calista. Terdengar tawa Calista di seberang sana yang membuat hati Kevin berdebar.
“Ok, kalau gitu kamu istirahat, Lis. Kamu pasti capek, pulang dari sekolah langsung ke rumahku,” ucap Kevin. Dia merasa tenang saat ini ketika tadi mendengar tawa wanita itu.
“Ok, kalau gitu aku tutup teleponnya, ya.” Setelah berkata demikian, Calista menutup panggilan telepon itu.
***
“Kevin, Ibu mau bicara sebentar sama kamu. Bisa kita bicara sebentar berdua saja,” ucap Runi ketika mereka sudah selesai makan malam.
“Bisa, Bu. Kita bicara di ruang keluarga saja. Kebetulan Camelia sedang belajar menulis di kamarnya.” Kevin lalu melangkah ke ruang keluarga diikuti oleh Runi.
Kevin duduk di sofa single berhadapan dengan ibu mertuanya. Dia lalu menatap wajah ibu mertuanya yang kini sedang mengetikkan sesuatu di telepon genggamnya. Kevin menunggu sampai ibu mertuanya itu selesai dengan aktivitasnya.
Runi mendongakkan kepalanya saat dia sudah selesai dengan aktivitasnya. Dia menatap wajah tampan menantunya seraya berujar, “Kevin, apa kamu tidak berpikir untuk menikah lagi?”
“Saya ada niatan untuk menikah lagi. Sepertinya Camelia juga membutuhkan kasih sayang seorang Ibu. Jadi bukan hanya saya yang butuh wanita untuk menjadi istri saya, anak saya juga membutuhkan seorang wanita untuk menjadi Ibunya,” ucap Kevin.
“Kalau begitu, ibu sarankan agar kamu turun ranjang saja. Kamu menikah dengan Sandy, agar hubungan keluarga kita tidak terputus.” Runi tersenyum menatap wajah Kevin, yang mendadak menjadi tegang.