Edvan berada di atasku, seperti raja yang mulia. Aku tampak silau dengan semua pesonanya.
Pasti ini yang dirasakan semua wanita yang sudah menghabiskan waktu bersama dengannya. Dan sekarang aku menjadi bagian dari wanita itu, wanita yang dipakai dan dibuang oleh Edvan dengan begitu mudah.
Andai saja aku bisa menolak tadi. Terkutuklah gaya hidup singgle di Manhattan, aku sangat menyesal menjadi bagian dari kebiasaan yang bukan diriku sama sekali.
.
.
Sesuatu yang tidak nyaman membangunkanku. Ruangan gelap membuatku merasa mual dan aku sekarang terbangun di dalamnya.
Merasakan teritorial yang asing yang gelap menggelitik ketidaknyamanan yang sudah lama tidak pernah ku rasakan.
Yah, jika aku ada di tempat asing, trauma masa laluku hadir. Dan aku sudah melanggar batasanku agar tidak berada di tempat yang tak aku kenali.
Hentikan!
Akh sakit.
Tolong aku...
Ingatan itu kembali hadir dan mengacaukanku kembali. Hal yang terus datang saat aku berada dalam ruang gelap. Seharusnya aku merasakan kenyamanan setelah sesi percintaan kami. Terlebih, Edvan tidak berada di sampingku.
"Edvan... "
"Edvan! "
Bruk.
Aku terjerembab di lantai. Menggelepar seperti ikan yang membutuhkan air. Jika air adalah yang dibutuhkan ikan maka aku membutuhkan cahaya. Maka dari itu aku merangkak untuk mencari saklar yang bisa menyalakan lampu.
"Tany... Astaga, apa yang terjadi padamu babe girl. "
Kedatangan Edvan yang menyalakan lampu membawa kembali oksigen agar beredar di paru-paruku. Aku terengah-engah dan berusaha mengatur nafas.
Edvan mengangkatku ke dalam gendongannya. Meletakkan dengan lembut di ranjang dan memelukku.
"Apa yang terjadi, Tany. Apa kau baik-baik saja? " Edvan bertanya dengan suara serak khasnya.
"Aku takut gelap. Aku tidak bisa berada di tempat yang gelap. " Sampai saat ini hanya dokter psikolog yang tau tentang hal ini. Sekarang aku membaginya pada pria satu malamku.
"Seharusnya aku tidak mematikan lampunya. Maafkan aku. "
Aku mencari-cari jam di kamar ini. Dan aku menemukannya. Sudah dini hari dan aku tau ini bukan saat yang tepat untuk membersihkan diri.
"Bisakah aku mandi. "
"Babe girl, ini masih larut. Dan kau bisa mandi beberapa jam lagi setelah tidur. "
Dia tidak mengerti. Aku butuh mandi setiap kali mengingat hal itu. Air adalah obat yang aku anggap bisa melarutkan melarutkan semua masalahku.
"Aku butuh mandi, tolong. " Aku menatap wajahnya dengan serius. Meskipun Edvan menatapku aneh tetapi aku tidak peduli. Saat ini yang kubutuhkan adalah mandi. Hatiku sakit dengan tatapan aneh itu. Karena aku memang bukan gadis baik-baik saja. Aku memiliki rahasia hitam bersama seseorang, dulu.
"Baiklah, aku akan membantumu. "
Edvan kembali menggendongku. Pria ini penuh tanggung jawab. Dia pasti melakukan hal ini pada setiap wanita satu malamnya. Tetapi aku tidak menyesal atau kesal. Keputusanku menerimanya adalah karena otot indahnya, wajah tampannya, kekuasaan dan b****g seksinya. Tidak ada lainnya. Cinta adalah hal tabu setelah aku mengalami hal terkacau dalam hidupku.
Desahan lega keluar dari bibirku saat air hangat menyentuh kulitku. Sangat menenangkan. Aku bahkan tidak memperdulikan Edvan yang berdiri di pintu dan mengawasi aku yang berendam di bathup.
Matanya yang membara menatapku tajam. Dalam kondisi yang hanya memakai celana pendek aku bisa melihat ereksinya mulai dari kain itu.
"Persetan. "
Dia mengumpat lalu melepas satu satunya penutup tubuhnya. Dia kemudian bergabung di bathup bersamaku untuk memulai putaran percintaan panas kami.
Tantiana Pov end.
.
.
.
Normal pov.
Rumah Lilian tidak lagi dalam kondisi tenang. Seorang tamu tak diundang datang dan memberinya pengalaman yang tidak pernah ia lupakan. Dia merangsek masuk dan membuat segalanya mengerikan. Lilian berakhir dengan luka di sekujur tubuhnya.
Pukulan demi pukulan mendarat di tubuhnya. Tubuhnya terasa remuk karena hantaman yang bertubi-tubi.
"Ampun... Lepaskan aku--" Lilian merintih kesakitan. Sayangnya pria yang menyiksanya tidak memperdulikan permohonannya. Dia memukul dan menendang sambil berteriak marah.
"Kau tega menjual Tantiana, sialan. Teganya kau melakukannya!"
"Dia adalah milikku, beraninya kau memberikannya pada Edvan. "
Pria berambut pirang keperakan itu menatap penuh kebencian pada Lilian. Ekspresi wajahnya nampak menakutkan padahal ia sangat tampan.
"Siapa kau. A-apa hubunganmu dengan Tantiana!?" tanya Lilian dengan pria yang rupawan itu dengan wajah horor. Dia tidak menyangka jika Tantiana kenal pria mengerikan seperti ini.
'Dasar jalang, ' umpat Lilian dalam hati.
"Aku adalah miliknya, dan dia adalah milikku. "
Jleb.
Itu adalah kalimat terakhir yang di dengar Lilian sebelum pisau itu menancap di perutnya.
"Tantiana."
Mata amber itu menyala penuh obsesi. Dia kembali lagi setelah koma dari rumah sakit. Oleh karena itu, dia tidak akan membuang waktu untuk memiliki Tantiana. Sayangnya ibunya yang bodoh sudah menjualnya pada Edvan. Kini dia harus sedikit berjuang agar bisa mengambil Tantiana dari Edvan.
"Aku tidak akan kalah darimu Edvan Blackfire. "
Louis menyalakan rokoknya. Sesaat kemudian korek api yang ia lemparkan menyalakan api yang sudah di lumuri minyak tanah. Tak membutuhkan waktu lama, api itu melalap rumah Lilian beserta penghuninya yang sudah tewas terlebih dahulu.
Tanpa riak pada ekspresi wajahnya, pria pirang keperakan itu meninggalkan lokasi dengan mobil Rolls joyce.
"Bersihkan semuanya, jangan sampai ada jejak yang tertinggal, " Louis memberi perintah pada anak buahnya. Dia kemudian menuju ke mobinya dan menghilang membelah jalanan kota. Dia ingin memikirkan cara agar Tantiana kembali padanya dan lolos dari Edvan yang sinting.
"Baik. "
Louis kembali menuju apartemen mewahnya. Disana dia berbagi tempat tinggal bersama dengan putra Edvan. Baginya Gerald cukup menyenangkan untuk dijadikan teman sharing. Dia sangat berbeda dengan ayahnya yang sinting dan memiliki kisah kelam dibalik imaje nya yang bersih. Hanya orang b******n yang mampu mengenali b******n. Dia juga salah satu pria yang tahu rahasia gelap Edvan. Rahasia yang sangat menjijikkan dan tidak akan diterima oleh siapapun.
Louis akan menggunakan rahasia gelap itu agar Tany bisa kembali padanya. Jika ia mengetahui kegelapan pada Edvan ia pasti akan menjauh darinya. Semoga saja Tany tidak terpedaya dengan wajahnya yang sok baik. Padahal dia sangat mengerikan.
'Jangan khawatir Tany, aku akan menyelamatkanmu. Kamu pasti akan baik - baik saja. Dan kita tidak akan terpisah lagi untuk selamanya.'
Besar keinginan Louis agar cintanya kembali padanya. Andai saja saat itu dia tidak mengalami kecelakaan maka ia pasti sudah menikah dengan Tantiana. Sayangnya ada kendala semacam itu sehingga menbuat Tantiana membencinya karena mengira ia mencampakkan dirinya begitu saja. Padahal dia sendiri menderita akibat kejadian naas itu.
Tbc.