Perjalanan pertama ke Bali setelah menikah antara Bastian dan Rinjani menjadi momen indah yang tidak akan pernah bisa dilupakan oleh wanita cantik bermata sipit itu.
Pagi ini, Rinjani bangun lebih dulu. Bergerak pelan menuju kamar mandi, agar tak membangunkan suaminya. Berendam air hangat adalah pilihannya. Rinjani mulai mengisi bathup dengan air hangat dan sabun mandi aroma mawar.
Mulai menikmati hangatnya berendam sambil memejamkan mata. Seulas senyum tersemat di bibir Rinjani, kala ingatan manis bersama suaminya hadir dalam ingatan.
'Sampai sekarang aku masih punya rasa bersalah kepadamu, Alesya. Hanya saja, aku akan mencoba menikmati hariku menjadi istri Bastian. Kecelakaan itu, bukan salahmu atau diriku, semua terjadi begitu cepat, hingga kita sama-sama tak sadarkan diri, hingga aku kehilangan dirimu,' monolog Rinjani dalam hati.
Setelah beberapa menit berlalu, Rinjani membilas tubuhnya kemudian memakai bathrobe dan menggulung rambut basahnya dengan handuk.
'Saatnya aku bangunkan Bastian!' Rinjani keluar dari kamar mandi.
Langkahnya terhenti saat Bastian sudah menatapnya dengan senyum tipis.
"Selamat pagi, Bas!" Rinjani menyapa suaminya demi menetralisir rasa gugupnya.
Bastian berdiri dan menarik lengan Rinjani. Keduanya saling tatap, "Selamat pagi juga, istriku!"
"Cepat mandi, aku akan siapkan baju gantimu!" Rinjani mendorong pelan d**a bidang Bastian.
"Pesan sarapan lewat layanan kamar saja, Yang!" titah Bastian sambil melangkah ke kamar mandi.
"Iya." Rinjani menjawab singkat.
Wanita itu bergerak mengganti baju lalu, menyiapkan baju untuk suaminya. Sebelum dia merias wajahnya, Rinjani mulai memesan sarapan dan dua cangkir kopi.
"Sambil menunggu aku bersiap dulu, deh!" Rinjani duduk di meja rias, kemudian mulai merias wajah dan mengeringkan rambutnya.
Selang lima belas menit, Bastian sudah selesai mandi. Lelaki berbadan kekar itu, mulai memakai baju dan berdiri di belakang istrinya untuk menata rambutnya.
"Hari ini kamu mau kemana dulu?" tanya Bastian ke Rinjani.
Wanita itu mengangkat pandangannya, menatap dari cermin wajah tampan yang sedang menyisir rambut.
"Kemana saja asal denganmu. Yang penting, sorenya aku mau ke pantai dan melihat senja di sana."
"Kita ada waktu tiga hari di sini. Manfaatkan waktu untuk mengunjungi tempat yang paling kamu suka," ucap Bastian menepuk pelan kepala Rinjani.
Wanita itu mengangguk, dengan senyuman. Tak lama, terdengar pintu diketuk.
"Itu sarapan kita, Bas," ucap Rinjani.
Bastian melangkah ke arah pintu untuk mengambil sarapan yang dipesan istrinya. Bertepatan dengan Rinjani yang selesai bersiap. Keduanya lantas menikmati sarapan bersama.
Sesekali Bastian membuka obrolan ringan mengenai apa saja yang akan mereka lakukan setelah pisah rumah nanti. Sedangkan Rinjani, hanya menjawab saja dan mengikuti apa yang suaminya inginkan.
'Kadang dia ramah dan penyayang, namun tak jarang, dia menjadi dingin tak tersentuh. Membuat aku berpikir ulang saat ingin mengajak bicara atau bahkan bertanya,' ucap Rinjani dalam hati.
*
Bastian menggenggam tangan istrinya dengan posesif. Keluar dari hotel, menuju sebuah mobil yang akan mengantarkan mereka jalan berkeliling Bali. Rinjani sengaja membawa beberapa baju ganti, takut Bastian mengajak ke tempat wisata yang ada airnya, seperti air terjun atau pantai.
Sepanjang perjalanan, kedunya jarang membuka obrolan. Bastian maupun Rinjani sedang fokus pada jalanan yang mereka lalui. Wanita cantik itu sudah beberapa kali ke pulau dewata, hanya saja dalam kurun waktu yang sudah lama.
Bahkan terakhir Rinjani ke Bali, saat dia duduk di bangku SMA.
"Kau menyukai Bali?" Bastian berbisik lirih saat melihat istrinya terlalu fokus pada pemandangan luar.
Rinjani menoleh, "Iya. Semuanya sangat indah."
"Tempat pertama yang akan kita kunjungi ini, pasti akan membuat kamu tersenyum," ucap Bastian.
"Benarkah?" Rinjani seolah tak percaya dengan Bastian.
Lelaki tampan itu hanya mengangguk menatap wajah cantik yang dulu tak pernah dia perhatikan. Setelah melakukan perjalanan cukup jauh, pasangan suami istri itu sampai di tempat wisata pertama yang mereka kunjungi.
Tegunungan Bali adalah tempat wisata yang populer. Tempat ini menyuguhkan air terjun yang indah di hutan yang berlokasi di area rendam dangkal. Di sekitar air terjun juga terdapat beberapa kafe.
Setelah berjalan cukup jauh dari parkiran mobil, Rinjani benar-benar senang kala melihat pemandangan sekitar.
"Benar apa kataku tadi, dia akan tersenyum disini," gumam Bastian dengan tatapan sulit diartikan.
"Bas ...! Ayo ...! Rinjani melambaikan tangan ke arah suaminya, saat tak ada pergerakan dari lelaki berparas tampan itu.
Dengan langkah gontai, Bastian mendekat ke arah Rinjani. 'Nikmatilah waktumu, sebelum kamu benar-benar terbelenggu olehku!'
Rinjani mengambadikan beberapa momen di dekat air terjun itu. Bastian pun dipaksa untuk berfoto, karena selama ini, tak ada foto bersama. Selain foto di pernikahan mereka. Bastian sebenarnya, merasa enggan untuk menamani Rinjani bermain air.
Dengan alasan enggan basah, lelaki itu menolak keinginan Rinjani. Namun, ssat melihat wajah suram istrinya, Bastian akhirnya mau menemani wanita cantik itu bermain di arena air terjun.
Cuaca yang terik dan menemukan tempat yang sejuk, membuat keduanya betah di dalam air. Hingga waktu dua jam tak terasa mereka habiskan untuk berendam.
"Ayo kita makan dulu! Ini sudah lewat jam makan siang, loh!" Bastian melihat ke arah jam tangannya yang basah.
Rinjani yang merasa enggan menepi, melihat jam digital di tangannya.
"Iya, setengah satu. Ya udah ayo ganti dulu," jawab Rinjani yang akhirnya menepi mengambil baju ganti untuknya juga sang suami.
Sekitar dua puluh menit, akhirnya selesai berganti baju. Bastian sudah asik dengan buku menu dan Rinjani masih terpukau dengan keindahan alam ciptaan Allah.
"Kamu mau makan apa?" Bastian bertanya sambil menatap wajah cantik sang istri.
"Aku boleh pinjam bukunya?" Rinjani mengulurkan tangan ke arah suaminya.
Bastian memberikan buku menu ke Rinjani lalu, memberitahu pesanana kepada pelayan. Tak lama, Rinjani pun memberitahu pesanannya.
"Terkait butik yang diberikan kakek, kalau kamu kecapean, nanti aku carikan orang untuk membantumu," ucap Bastian membuka obrolan.
Rinjani menatap lurus ke arah suaminya yang tiba-tiba perhatian. "Lihat saja nanti. Aku mungkin bisa membagi waktu antara butikku sendiri, dan tanggung jawabku kepada kakek."
"Ya, aku percaya padamu. Senjak dulu kamu memang pekerja keras. Dan hasilnya pun sudah di depan mata," ucap Bastian tersenyum tipis.
Pesanan mereka akhirnya datang, dua porsi ayam betutu dan berbagai makanan khas Bali terhidang di meja. Aroma yang lain dari biasanya karena rempah masakan Bali tercium begitu lezat nan menggoda.
"Emmm .... Lezat ...!" Bastian memuji masakan yang baru dia makan.
"Di jakarta padahal ada restoran yang menyediakan makanan khas Bali. Tapi menurutku, masih kurang nikmat, kalau kita tidak menikmati langsung di kotanya," jawab Rinjani.
"Iya, kau benar!" Bastian setuju dengan ucapan istrinya.
Keduanya asik dengan berbagai menu yang dipesan. Tempat yang sejuk dan cara penyajian makanan yang begitu lezat, membuat keduanya jarang membuka obrolan.
"Masih mau lanjut berwisata, atau pulang ke hotel?" tanya Bastian.
"Lanjut saja, yuk! Malam tuh baru kita kembali. Besok kita jalan ke mall dan pasar tradisional untuk mencari oleh-oleh," jawab Rinjani.
"Yakin, kamu enggak bakal capek?" Bastian bertanya karena takut Rinjani kecapean.
Rinjani mengangguk yakin sebagai jawaban. Sedangkan lelaki tampan itu hanya tersenyum tipis dan mengikuti semua kemauan istrinya.
"Ayo kita lanjut!" Bastian mengulurkan tangan ke arah Rinjani. Dengan keyakinan penuh, wanita itu menerima uluran suaminya lalu berjalan keluar dari area wisata menuju mobil.
Hari ini, pasangan suami istri itu menghabiskan waktu berkeliling. Mumpung ada kesempatan dan juga hari libur pasca menikah. Di perjalanan orang tua Bastian menelepon menanyakan keberadaan mereka dan keseruan mereka saat honeymoon.
Melihat wajah putranya yang ceria dan tidak murung seperti saat di rumah, membuat hati Fira bahagia. Wanita yang melahirkan Bastian itu tahu, awal keputusan sang putra menikahi sahabatnya adalah sebuah paksaan karena keputusan kakeknya.
Namun sebagai orang tua tentu ingin pernikahan itu menjadi yang terakhir untuk Bastian. Apalagi, Rinjani adalah wanita yang dikenal keluarga sejak usia mereka masih balita. Setidaknya hubungan dua keluarga akan menjadi erat karena pernikahan dua anak yang awalnya hanya sebagai sahabat.
"Mama selalu heboh kalau aku pergi keluar kota," ucap Bastian setelah panggilan telepon berakhir.
"Namanya orang tua, tentu khawatir kalau anaknya pergi dari rumah. Meski, umur kita bukan balita lagi," jawab Rinjani.
"Ya, kita akan merasakan semua itu kalau nanti menjadi orang tua," celetuk Bastian yang membuat pipi Rinjani bersemu merah.
Bahkan jantung Rinjani berdetak lebih cepat, gara-gara Bastian menyinggung tentang anak. Dan kegugupan wanita cantik itu semakin menjadi, saat Bastian meraih tangannya untuk digenggam.
Tatapan mereka beradu, seandainya mereka di dalam ruangan berdua saja, sudah dipastikan Bastian akan melum@t habis bibir Rinjani yang semakin menggoda.