Bab 2. First Kiss

1095 Words
Miyabi berusaha untuk mendorong tubuh laki-laki itu. Akan tetapi laki-laki itu tidak mau melepaskan Miyabi dan terus menahan tubuh Miyabi untuk tetap berada dalam dekapannya. "Akh, tolong hentikan! Lepaskan aku!" pinta Miyabi kepada laki-laki itu. Namun bukannya melepaskannya, laki-laki itu malah terus mencium bibir Miyabi. "Apa kamu bilang? Lepaskan?! Bukankah tadi kamu sendiri yang memulainya? Kamu yang memancing saya untuk melakukan ini. Lalu kenapa sekarang ingin menyerah?" Miyabi menatap laki-laki itu. "Aku mohon maafkan aku! Tadi itu hanya sebatas taruhan saja dengan teman-temanku. Dan karena kalah, aku jadi harus menerima tantangan dari mereka. Yaitu mencium kamu! Aku mohon tolong lupakanlah kejadian ini. Anggap kalau aku tidak pernah melakukan itu. Bisakah?" "Apa kamu bilang? Lupakan? Enak saja! Tidak bisa. Kamu sudah mengambil first kiss saya, dan sekarang kamu ingin saya melupakannya begitu saja? Enak saja!" "Terus mau kamu apa?!" "Tidur dengan saya! Baru saya akan melupakannya!" "What?! Kau gila?! Aku gak mau! Pokoknya anggap saja kalau kita tidak pernah bertemu. Titik!" Setelah mengatakan itu Miyabi pun buru-buru pergi menghampiri teman-temannya. Laki-laki itupun terus saja memperhatikan kepergian Miyabi. "Apa perlu kami kasih pelajaran, Tuan Leo?" tanya asisten pribadi Leo yang bernama Brandon. Leo pun mengangkat tangannya untuk melarang. "Tidak perlu. Cari tahu saja siapa gadis itu! Aku tunggu informasinya dalam waktu sepuluh menit!" Brandon mengangguk. Kemudian dia pun mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang. *** Sementara itu Miyabi, jantungnya terasa akan copot saat ini. Ini adalah kali pertama dia berciuman dengan seorang. "Cieee ... Yang baru saja melepas first kiss," ucap Grace sembari tertawa. "Bagaimana rasanya mencium babang tampan, Miyabi? Enak, tidak?" lanjut Freya. Miyabi pun mendelik sebal kepada mereka berdua. "Ini semua gara-gara kalian berdua! Kalau saja kalian gak memintaku untuk melakukan tantangan gila itu, aku gak mungkin akan berurusan dengan laki-laki itu! Apa kalian tahu, apa yang baru saja dia katakan padaku? Dia memintaku untuk tidur dengannya. Apa dia sudah gila?!" "Apa?!!" ucap Freya dan Grace terkejut. Miyabi pun mengangguk. "Pokoknya, kalau sampai orang itu benar-benar mengejarku gara-gara hal ini, kalian harus tanggung jawab, ya! Aku gak mau kalau sampai terkena masalah akibat taruhan gila ini. Masalahku di rumah sudah banyak. Aku gak mau lagi ketambahan beban pikiran hanya gara-gara sebuah kecerobohan." Freya dan Grace saling memandang. Mereka jelas tahu seperti apa kehidupan sahabatnya itu. Dia tidak lebih beruntung dari mereka berdua. Bahkan untuk kehidupan sehari-hari saja, Miyabi hanya mengandalkan Freya dan Grace sebagai temannya untuk membantunya. Karena kehidupan keluarga Miyabi tidaklah seberuntung Freya dan Grace yang terlahir dari keluarga kaya raya. "Baiklah, kalau sampai terjadi apa-apa, kita pasti bakalan bantu jelasin ke orang itu, kalau sebenarnya tadi itu hanya sebuah permainan saja, oke? Lebih baik sekarang kita pulang! Takutnya keluarga kamu nanti nyariin. Dan lagi, bukankah besok hari pertamamu bekerja? Kamu harus segera beristirahat, atau kamu akan bangun terlambat!" ucap Freya. Sementara Grace hanya mengangguk saja. Setelah itu Freya dan Grace pun mengantarkan Miyabi pulang. Setelah berpamitan, Miyabi pun langsung keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Dia berusaha mengendap-endap karena takut ketahuan oleh orang rumah. Namun tiba-tiba saja lampu yang tadinya mati pun menyala seketika. "Dari mana kamu? Kenapa jam segini baru pulang?" tanya sang ayah yang bernama Wilson. Miyabi pun langsung tertunduk mendengar pertanyaan ayahnya itu. "Maaf Pah, tadi Miyabi ada acara sama teman. Maaf baru pulang," ucap Miyabi pelan. Namun seketika sebuah tamparan mendarat di pipi Miyabi begitu sang ayah menampar dirinya. "Mau jadi apa kamu, hah?! Pulang larut begini sudah seperti wanita gak bener. Habis jual diri, kamu?! Kalau iya, lalu mana uangnya? Kenapa kamu tak memberikannya padaku?" ucap Wilson berusaha untuk mencari sesuatu di tas Miyabi. Namun Miyabi bergegas menariknya. "Pah! Kenapa sih, selalu seperti ini? Kenapa selalu saja uang dan uang yang papa minta dari aku? Aku mana ada uang, sedangkan aku saja tidak bekerja!" Wilson tertawa. "Kamu memang anak tak berguna! Ibumu sakit-sakitan, harusnya kamu cari uang untuk pengobatan dia! Bukan malah keluyuran gak jelas!" "Mama sakit-sakitan itu karena Papa! Karena Papa selalu saja menyiksanya! Kalau tidak, mana mungkin mama sakit-sakitan!" Seketika sebuah tamparan pun kembali mendarat di pipi Miyabi. Miyabi memegang pipinya yang terasa panas. Wilson hendak memukul Miyabi kembali, namun tiba-tiba saja sang ibu Yumna langsung melindungi Miyabi yang hendak di pukul tersebut. "Aku mohon jangan sakiti putriku, Wilson. Kamu boleh melakukan apapun, tapi jangan pernah sakiti dia!" pinta Yumna kepada suaminya. "Memang dia itu anak tak berguna! Seharusnya dia mati saja dulu dengan Mark! Cuih," ucap Wilson meludahi Miyabi. Miyabi hanya tertunduk di pelukan sang ibu. Ya, Wilson adalah ayah tiri Miyabi. Papa kandung Miyabi bernama Mark meninggal pada saat Miyabi masih duduk di bangku SD. Sejak saat itu ibunya Yumna menikah lagi dengan sahabat dari Mark yang bernama Wilson. Miyabi pun di karunia dua anak tiri dari pernikahan ibunya itu yang bernama Sherly dan Vivian. Namun meski mereka berdua bukanlah saudara kandung Miyabi, Miyabi menyayangi mereka layaknya adik kandungnya sendiri. Bahkan Miyabi tak segan untuk berbagi apapun miliknya kepada kedua adiknya itu. Hingga kemudian Sherly dan Vivian pun menghampiri Miyabi dan memeluknya. Mereka merasa kasihan pada Miyabi yang selalu saja mendapatkan pukulan dari ayah mereka. "Kakak tidak apa-apa 'kan?" tanya Vivian yang masih berusia 8 tahunan. Sementara Sherly, dia sudah duduk di bangku SMA dan sebentar lagi akan kuliah. "Kakak tidak apa-apa kok, Vivian," ucap Miyabi berusaha memaksakan senyumnya. Vivian pun membelai wajah Miyabi dan melihat pipi Miyabi yang merah. Seketika dia pun terenyuh. "Pipi Kakak merah, apa sakit?" tanya Vivian menatap Miyabi. Miyabi pun menggeleng-geleng kepala. "Enggak. Gak sakit. Hanya merah saja, gapapa Vivi." Miyabi memaksakan senyumnya. Vivian pun langsung memeluknya. Hingga tiba-tiba saja Yumna terbatuk-batuk dan muntah darah dari mulutnya. Tentu saja Miyabi dan kedua adiknya terkejut melihat itu. "Ma!" teriak mereka bersamaan. Hingga kemudian Yumna pun tergeletak begitu saja tak sadarkan diri. Mereka semua pun panik. "Telpon ambulans! Kita bawa mama ke rumah sakit!" titah Miyabi. "Kak! Tapi dari mana kita bisa dapatkan uang untuk biaya pengobatan mama?" ucap Sherly. "Kakak akan bekerja! Besok Kakak sudah wawancara. Semoga saja Kakak bisa keterima. Kakak akan berusaha untuk mencari pinjaman terlebih dahulu sebelum gajian kepada Freya dan Grace. Yang penting sekarang mama harus mendapatkan perawatan medis terlebih dahulu. Kalian tidak perlu khawatir!" Miyabi berusaha meyakinkan kedua adiknya. Sherly dan Vivian pun saling melempar pandangan. "Benarkah, Kak? Benarkah Kak Miyabi akan bekerja?" tanya Sherly. Miyabi pun mengangguk. "Sekarang kita bawa dulu mama ke rumah sakit. Mengenai biayanya, biarlah itu menjadi urusan Kakak nanti. Kalian tidak perlu khawatir, oke?" Sherly dan Vivian mengangguk. Kemudian mereka pun menghubungi ambulans dan membawa Yumna ke rumah sakit. Note: [Miyabi merupakan keturunan dari Jepang. Ibunya Yumna adalah seorang wanita Jepang asli. Sementara ayahnya, keduanya merupakan warga Amerika.] Bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD