Saat terbangun yang kedua kali, Sumi merasa berada di kahyangan. Ada yang nembang dengan suara merdu sekali.
Lingsir wengi sliramu tumeking sirno
Ojo Tangi nggonmu guling
awas jo ngetoro
aku lagi bang wingo wingo
jin setan kang tak utusi
jin setan kang tak utusi
dadyo sebarang
Wojo lelayu sebet
.
Terjemahannya seperti ini..
Menjelang malam, dirimu akan lenyap
Jangan bangun dari tempat tidurmu
Awas jangan menampakkan diri
Aku sedang dalam kemarahan besar
Jin dan setan yang kuperintah
Menjadi perantara
Untuk mencabut nyawamu
‘
Bukannya itu tembang Lingsir wengi? Seharusnya itu lagu tentang kerinduan seseorang pada kekasih pujaan hatinya. Tapi lagu ini... Bulu kuduk Sumi meremang seketika, dia teringat cerita Oneng temannya. Katanya lagu ini untuk memanggil kuntilanak! Ih, serammmmm!
Sumi jadi waspada. Matanya berkeliaran liar kesana-kemari. Mencari sesosok makhluk astral yang dihebohkan suka muncul gentayangan ketika lagu ini ditembangkan. Mana dia tengah berbaring di peraduan ranjang kuno dengan empat tiangnya yang megah. Sekeliling peraduannya tertutup oleh selambu berwarna putih kusam, seakan selambu ini sudah berusia ratusan tahun.
Mendadak hidungnya menangkap bau kembang kemenyan. Itu bunga orang mati toh? Haishhh, makin kembang kempislah hati Sumi. Apalagi saat ada bayangan sosok berambut panjang berbaju putih panjang yang mendekati peraduannya. Dia ndak bisa melihatnya jelas karena tertutup selambu ranjangnya, tapi justru yang samar-samar itu malah membuat seram. Belum lagi, suara nyanyian yang menyeramkan yang tadi didengarnya semakin mendekat seiring sosok misterius yang mendekatinya.
Kuntilanak kah?
"Gusti Allah, Gusti Allah, lindungi aku," Sumi bergumam sambil merapatkan selimutnya ke tubuhnya.
Keringat dingin membasahi pori-pori kulitnya. Kini suara itu sudah berhenti, namun ia dapat merasakan keberadaan makhluk lain di dekatnya.
Deg. Deg. Deg. Deg. Deg.
Denyut jantungnya bertalu-talu kencang sekali, Sumi yakin siapapun pasti dapat mendengar debaran jantungnya yang lagi konser jurit malam.
Ndak! Sumi ndak akan membuka selimut yang menutupi wajahnya. Tangannya mencengkeram selimut yang dipakainya untuk menutupi tubuhnya rapat-rapat. Bahkan Sumi berusaha menulikan telinganya dan memejamkan matanya rapat-rapat.
Pagi, lekaslah datang!
Sungguh, daripada tersiksa ketakutan seperti ini, dia lebih memilih bertemu genderuwo! Lalu kemana si Gege? Aduh, buat apa dia memikirkan genderuwo m***m itu toh?!
Sumi sudah bertekad ndak mau membuka selimutnya apapun yang terjadi, hingga ia merasakan ada benda licin yang melata di tangannya. U-u-ular?!
"Aarghhhhh!!" Sumi menjerit keras sambil mengibas-ngibaskan tangannya untuk melempar ular itu. Dia ndak sadar, karena gerakan itu selimutnya tersibak jatuh ke lantai.
"Hihihihihi.." Terdengar suara cekikikan mengerikan yang membuat Sumi yakin keberadaan makhluk lain yang bergentayangan di kamarnya. Keringat dingin Sumi mengalir semakin deras, meski ketakutan kepalanya seperti ndak punya otak menoleh ke sumber suara yang menjadi sumber ketakutannya.
"Wadaaawwwww!! Huaaaaaa!" Sumi menjerit histeris saat melihat wajah kuntilanak itu tepat didepan wajahnya.
Ia nyaris mati ketakutan, ndak sadar ia memanggil suami genderuwonya.
"Gegeeeee!!! Tulungin akuuuuuu!"
Blar!
Gege muncul dalam hitungan detik di belakang tubuh Sumi. Ndak pakai mikir, Sumi melompat ke pangkuan Gege dan memeluknya erat-erat. Dia menangis terhisak-hisak seperti anak kecil ketakutan.
"Anata wa iku!" Gege berkata dengan suara beratnya yang bergema.
Sumi ndak mengerti maksudnya, dia menangis semakin keras. Dipikirnya Gege marah padanya dan menyuruhnya menyingkir.
"Gege, hik.. hik.. jangan suruh aku... pergi. Lain kali hik.. hik.. ndak usah kamu suruh, aku isa pergi dewe. Biarin hik.. hik.. kali ini aku minta pangku. Ojo usir hik.. hik.. aku... huaaaa!"
Gege menggeram marah. "Bodoh! Perempuan t***l dan lemah!"
Mata Sumi membulat ketakutan.
"Biarin aku lemah dan g****k. Kalau ndak hik.. hik.. masa kamu isa menyandera aku?!" Sambil nangis bisa juga Sumi ngeyel, Gege jadi gemas.
"Sudah g****k bawel lagi!"
"Biarin daripada aku diem kayak mayit! Kamu masih seneng toh sama aku kalau gitu? Ndak nafffhh.."
Mulut Sumi dibungkam sama bibir keras Genderuwo. Dia dicium kasar penuh nafsu, bibirnya digigit gemas sampai berdarah, mulutnya disumpel dengan lidah kasar Gege. Sumi gelagapan. Dia pikir, dia bakal mual dicium genderuwo m***m. Ternyata Sumi kaget sendiri saat mendengar dirinya mendesah.
Ah bukan dia kali yang mendesah, hati nuraninya membantah. Mungkin itu suara kuntilanak yang h***y melihat orang ciuman hot melotot sama genderuwo.
Kyaaaaa! Kenapa dia bisa melupakan kuntilanak itu?! Sumi berontak ingin melepas ciuman uncontrolable ini.
"Gege! Aku ndak mau ciuman lagi. Ada kuntilanak! Seremmmm, aku takut!" Dengan napas tersenggal-senggal, Sumi berusaha memberi pengertian suami genderuwonya.
Gege mendengus kasar. Dia menyentil kening Sumi gemas.
"Bodoh! Kau tak sadar kalau aku ini lebih menyeramkan daripada kuntilanak jejadian itu!"
Sumi menggeleng polos. "Gege ganteng. Bukan seram.” Kemudian ia bergidik saat teringat wujud genderuwo si Gege. "Asal jangan berubah jadi genderuwo riwuk itu!"
Sumi menoleh ke belakang, ternyata kuntilanak itu sudah menghilang.
"Loh, kok wes pergi?" gumam Sumi bingung.
"Sudah kuusir!" jelas Gege.
"Masa? Bukannya tadi kamu mengusirku dengan bahasa planet entah apa itu?"
"Itu bahasa Jepang. Masa kamu yang manusia malah ndak ngerti. Dasar kudet!"
Sumi melongo. "Kudet iku opo? Aku taune kutang. Maksudne Kutang Depan Terbuka gitu toh?"
Gege menatap malas, pandangannya seakan berkata.. mubazir ngomong sama manusia ndak update gini! Dia yang genderuwo saja rajin mempelajari kehidupan manusia kekinian. Nah dia yang manusia malah terbelakang pemikirannya!
"Ah, aku sekarang ingat omonganmu, Ge! Itu bahasa jowo kan. Ana tah iwak aku.* Ya ampun Gege, kamu laper toh!"
[*Ada tah ikan aku]
Sumi memukul bahu Gege gemas yang dibalas lirikan keji genderuwo. Ngangkat istri satu kok dapatnya yang antiknya gak ketulungan gini. Tobat deh.
"Basa jowo, ndasmu! Itu bahasa Jepang, artinya ‘Pergi kamu!’"
"Endak!" kata Sumi lantang semakin mempererat gembolannya ke tubuh Gege. Posisi tubuhnya sudah macam anak koala menempel ke induknya. "Katanya tadi Gege ndak ngusir aku! Pokoke ndak mau pergi. Nanti kalau kuntilanaknya kembali mateng aku!" sungut Sumi dibalik rambut lebat Gege.
Eh rambut Gege wangi lho. Tubuh Gege juga wangi. Sumi ndak menyangka. Masalahnya genderuwo itu kan identik dengan gimbal, jorok, mirip hewan yang jarang mandi. Tapi mungkin Gege itu bukan genderuwo biasa. Wanginya segar. Mirip campuran bunga dan kapur barus.
Ndak sadar Sumi mengendus-ngendus tubuh Gege, saking penasarannya sampai menjelajah kedaerah ketiaknya. Pernah mencium ketiak genderuwo? Sebaiknya jangan! Jijik kan mencium ketiak genderuwo dengan bulu keteknya yang gimbal. Sumi yakin dari semua genderuwo di muka bumi, cuma Gege yang keteknya wangi! Jadi betah mendekam disana. Hangat. Wangi.
"Apa yang kamu lakukan?" Gege mendorong kepala Sumi dari keteknya. Yaelah, geli tauk digituin orang!
"Ngumpet, biar ndak diganggu kuntilanak,"ucap Sumi beralasan.
Ndak mungkin kan dia jujur ngomong senang ndusel di ketiak Gege yang wangi dan hangat?! Sumi bisa langsung diperkosa genderuwo m***m ini!
"Sudah kubilang, kuntilanak itu telah kuusir. Dia itu kuntilanak jepang, jadi kuusir menggunakan bahasa Jepang."
Mulut Sumi ternganga lebar. Ada toh kuntilanak made in Japan? Bukannya kuntilanak itu produk asli Indonesia toh? Lah, ini kok sampai diimpor dari Jepang? Padahal yang produksi dalam negri udah buanyak toh. Mubazir kan.
"Namanya Miwoni, dia gadis jepang yang mati diperkosa kumpeni. Makanya dia dendam sama orang bule. Melihat rambut jagungmu ini mungkin membuatnya ingin membunuhmu!"
Jiahhhh... Sumi semakin ketakutan. Ndak pakai dendam segala, si Miwon sudah menakutkan, lah sekarang dia tahu kalau Miwon terobsesi mau membunuhnya!
Jabang bayi kuntet! Ini horor banget kan!!
"Kenapa kamu bisa senyantai ini ngomong Miwon dendam sama aku?! Nyawaku terancam, Ge!"
Gege mendecih meremehkan. "Takut apa? Kekuatannya ndak ada seujung upilku!"
Spontan Sumi memeriksa lubang hidung Gege. Cuma ada bulu hidungnya yang riwuk. "Kamu ndak punya upil!"
"Tentu. Aku genderuwo yang cinta kebersihan!" sahut Gege narsis.
"Lah berarti kekuatanmu ndak ada apa-apanya dibanding kekuatan kuntilanak Miwon!" tukas Sumi gemas.
"Terbalik! Kekuatan dia yang ndak sebanding dengan kekuatanku!"
"Embuh! Tapi yang jelas aku takuttttt ketemu kuntilanak Miwon!" teriak Sumi frustasi.
"Maka, kamu wajib dekat sama aku!" tandas Gege.
Tapi dekat sama Gege juga mengundang bahaya yang lain! "Ogah dekat kamu terus. Ngeri. Inimu nakal!"
Bodohnya Sumi malah meremas o***g Gege. Tentu saja si o***g langsung membesar. Pipi Sumi memerah menyadari si o***g jadi mengintip di ujung lubang nonik V-nya.
"Gege.. ahh."
"Salahmu, kamu yang memancingnya! Sekarang tanggung jawablah!" ketus Gege.
"Gege, aku sadar aku telah jadi tumbal supaya kamu bersedia membalaskan dendamku. Tapi kalau di desaku orang kawinan itu dirayakan. Aku ingin undang-undang biar semua orang pada tahu aku ini sudah menikah."
Meski dengan genderuwo, sambung Sumi nelangsa.
"Jadi kamu bersedia kuperkosa setelah diramein, ngundang-ngundang orang?!" tegas Gege.
Sumi mengangguk sedih. Elah, ndak ada kata yang sopan dikit, apa?! Diperkosa! Pasti sakit. Tapi Sumi harus tahan, demi tercapai misi laknatnya!
"Janurrr!" teriak Gege.
Janur? Janur kuning? Itu dekor mantenan kan.
"Ndak usah repot-repot pakai janur kuning!" cegah Sumi.
Lalu dia terpaku menatap sosok indah yang menatapnya masam.
"Kun... kun.. kuntilanak?"desisnya gemetar. Ini kuntilanak made in mana lagi?
Sosok itu melotot sebal, lalu berkata dengan suara merdunya seakan sedang membacakan puisi, "wahai manusia durjana. Jangan samakan diriku yang indah ini dengan makhluk rendahan ndak pernah keramas yang selalu memakai daster buluk itu. Aku... Janur Sepoi-Sepoi Melambai Mewangi Semerbak Indah Sejagad Raya! Dan aku adalah...." Dia menatap Sumi dengan mendalam.
"Genderuwo!" imbuhnya dengan suara yang mendadak berubah menjadi berat dan dalam.
Sumi berjingkat kaget, dia melompat diatas pangkuan Gege dan langsung ditangkap oleh raja genderuwo itu.
"Bohong! Ndak ada genderuwo cantik! Semua genderuwo itu jelek!" teriak Sumi spontan. Dia buru-buru meralatnya saat mendengar Gege mendengus sebal, "tentu saja kecuali... Gege, yang ganteng saat tampil begini!"
Si Janur ndak terima kecantikan hakikinya diragukan, dia kembali berpuisi, "duh manusia dengan otak seupet! Inilah aku bukti keberadaan genderuwo berparas indah. Dan harus kau garis bawahi... aku indah, bukanlah cantik! Karena akulah pemuja keindahan yang sejati."
Gege mulai ndak sabar dengan adu ketololan yang berlangsung didepannya.
"Hentikan! Cukup ngeyel berjamaahnya. Sekarang dengarkan kalian berdua. Rambut jagung, dia ini Janur, tangan keduaku. Dia yang mengurusi urusan remeh temehku disini. Dan Janur, Rambut jagung ini adalah istri tumbalku. Dia baru mau kuperkosa kalau kita undang-undang siapapun untuk mengabari kabar laknat ini. Kamu aturlah acara ngundang-ngundang ini. Aku tahunya nanti malam, pas wetonnya bagus. Malam Jumat Kliwon, tepat tengah malam suruh mereka semua datang!"
Mata Sumi membulat heran. "Kenapa harus tengah malam?! Itu sama saja ndak niat mengundang orang! Masa ada yang mau datang? Lagipula, jam segitu aku sudah mengantuk!" protes Sumi.
"Percayalah Rambut Jagung, kamu ndak bakalan ngantuk saat tamu-tamu datang," ucap Gege misterius.
Sumi jadi curiga, demi mengalihkan kecurigaan gadis ini, Gege bertanya full basa-basi, "barangkali ada yang ingin kau undang?"
Sumi berpikir sejenak dan menjawab, "ndak ada."
Ia masih waras ndak mengundang musuhnya atau temannya untuk menghadiri pernikahannya dengan genderuwo kurang ajar ini! Tapi..
"Oneng! Temanku Oneng, bisa kau mengundangnya?" Oneng kan pemberani, dan selama ini dia suka ngomong tentang makhluk astral. Pasti ndak masalah cewek gendut itu diajak pesta disini.
Padahal Oneng itu pengecut yang sok berani, Sumi ndak tahu kelakuan sebenarnya sahabat satu-satunya itu.
Gege menatap Janur penuh arti, genderuwo cantik itu pun mendesah berirama.
"Aaaaahhhh, apa sih yang ndak mungkin buat Janur? Jin indah yang amat tersohor dan serba bisa juga multi paedah."
Emang situ pohon kelapa, apa? Cibir Sumi dalam hati. Saat pelajaran pramuka dia ingat sekali, yang serba guna dan bisa dimanfaatkan semua-mua itu tiada lain ya pohon kelapa!
"Baik. Satu hal lagi Janur, kenapa tadi kamu mengundang Miwoni kemari?" tanya Gege.
Astaga! Jadi yang membawa kuntilanak bumbu masak itu si Janur kelapa ini toh?! Sumi semakin eneg padanya.
"Bukan hamba bermaksud mengacau Tuan, bukan hamba ingin membela diri. Tetapi tadi Tuan yang memerintahkan agar perempuan ndak bermartabat ini bisa tidur senyenyak mayat. Jadi hamba memanggil si Kunti Miwoni yang pandai nembang untuk menyanyikan bait pengantar tidur baginya."
Asyemmm! Bait pengantar pembuat tidur nyenyak, apaan?! Lagu itu justru menyebabkan Sumi girap-girap ndak karuan.
"Jangan biarkan Miwoni masuk kamar ini!" larang Gege.
"Hamba paham, Tuan. Lembaran lama biarlah ditutup sampai disini, jejak yang ada hapuslah dengan tuntas. Apa perlu hamba musnahkan kisah kasih ndak sampai ini hingga disini?"
"Aku cuma memerintahkan dia ndak mendekat kemari, Janur!" tegas Gege.
Sementara itu Sumi jadi merenung sendiri.
Ya ampun, jangan-jangan Miwon itu mantan terseram si Gege! Aduh, pantas dia nafsu banget pengin membuat Sumi mati ketakutan!
Nyakkkkk! Kenapa Sumi ditakdirkan menjadi saingan cinta makhluk seseram ini toh?!
Bersambung