--

1660 Words
                Pagi nya, kami berdua bangun dengan keadaan yang begitu berantakan, benar – benar berantakan, baju ku berserakan di lantai, begitu pula dengan handuk semalam yang Thalia pakai sehingga berhasil memancing ku berbuat sejauh ini terhadap nya. Aku bergerak, dan Thalia sadar ia juga bangun , ia menatap ku kemudian tersenyum.                 “Pagi Arta” Ucap nya dengan senyum manis di wajah nya, aku mengalihkan pandangan ku dari Thalia. Rasa nya aku begitu frustasi karena aku telah melanggar janji ku sendiri terhadap Areta. Membayangkan bagaimana jika Areta tau perihal ini, sudah. Aku aku akan habis, dan mungkin paling parah nya, ia akan meninggalkan ku.                 “Lupain yang semalam, anggap aja kita gak pernah ngapa – ngapain” Ucap ku sembari mengambil handuk Thalia yang berceceran di lantai, untuk menutupi setengah tubuh ku yang telanjang.                 Aku keluar dari kamar tersebut, meninggalkan Thalia yang masih berada pada posisi yang sama. Entahlah , semakin lama di rumah ini, rasanya aku semakin gila. Aku segera membersihkan tubuh ku kemudian bersiap menuju kantor, menyadari hari ini adalah hari libur , aku buru – buru mengganti pakaian ku, menghubungi Areta, entah rasanya aneh. Hari ini aku rindu dengannya.                 Baru saja aku hendak pergi, tiba – tiba Thalia menahan ku. Ia berdiri di depan pintu kamar, memasang badannya, melarangku untuk pergi.                 “Apa?” Tanyaku.                                                                                           “Jangan pergi, hari ini mama papa kamu mau datang” Ucap nya sembari melipat kedua tangan di d**a. Aku membuang napas kasar                 “Bilang, aku sibuk” Jawab ku Thalia menggeleng                 “Udah keburu, ku jawab. Kamu ada di rumah” Jawab nya, aku merasa begitu kesal melihat tampang polos milik Thalia. Rasanya aku ingin mengamuk saja karenanya. Aku mendengus kesal, kemudian berlalu melewati nya.                 Thalia mengekori ku dari belakang, ia menyiapkan segala jenis makanan untuk orang tua ku. Cihh dasar, cari perhatian. Tak lama setelah Thalia menyiapkan makanan , mama dan papa ku akhir nya datang. Kami berdua mencium tangan mereka, kemudian mempersilahkannya masuk.                 Mama ku nampak begitu sayang dengan Thalia, sementara aku sendiri sudah jengah dengan mama ku yang sungguh menampakan bagaimana sayang nya ia terhadap Thalia.                 “Duhh , menantu mama cantik banget” ucap mama ku sembari mengelus kepala menantu nya itu. aku membuang muka, rasa nya muak sekali melihat mereka. Seandainya saja, Areta yang berada di posisi Thalia. Mungkin aku akan jauh lebih senang saat ini.                 “Heheh makasih ma” Jawab Thalia                 “Thal, gimana udah isi belumm?” Tanya mama ku, aku menoleh ke arah mereka berdua. Bisa – bisa nya mama ku bertanya seperti itu padahal kami ini tidak saling cinta.                 “Doain ya ma” Jawab Thalia, mama ku lagi – lagi tersenyum hangat kepada Thalia. Bisa – bisa nya mereka seperti itu sementara aku akan menceraikan Thalia beberapa bulan lagi.                 “Makan dulu ya ma, pa , Thalia udah masak. Sengaja tadi kami belum makan soalnya mau makan sama mama sama papa” Ucap Thalia, mama dan papa ku mengangguk sementara aku hanya mengekor di belakang mereka. Thalia mempersilahkan kedua orang tua ku untuk makan, dan tentu saja untuk ku juga. Sembari makan Thalia dan kedua orang tua ku banyak berbincang – bincang, sementara aku? Aku hanya diam saja hingga makanan ku habis. Muak sekali rasanya melihat mereka se akrab itu                 “Arta diem aja ih, ngobrol atuh dek sama mama sama papa, gak kangen apa” Ucap mama ku, aku hanya terenyum singkat membalas nya, kemudian aku kembali diam. Mood ku benar – benar hancur karena nya. Setelah mama pulang Thalia bersih – bersih kemudian ikut duduk di sebelahku. Aku lantas menjauh, dia ini maunya apa sih? Kenapa sulit sekali memberitahu nya bahwa aku tidak suka dengan dia.                 “Ta mau ngemil ga?” Tanya Thalia, aku menggeleng cepat                 “Mau ya?” Ucap nya sekali lagi Aku kembali menggeleng                 “Please… mau” Ucapnya, sungguh aku muak dengan wanita yang sekarang menjadi istriku ini, aku tidak menjawab nya lagi. Aku segera naik ke kamar, mengambil kunci ku kemudian , aku akan segera pergi dari rumah ini. Sialan, dia tidak bisa membuatku betah.   *****                 Aku pergi entah kemana, aku tidak akan menemui Areta. Rasa bersalah tentang kejadian semalam sungguh membuatku tidak bisa menatap lama – lama wajah Areta. Aku tidak akan se egois. Rasanya ingin sekali meminta maaf kepada Areta. Tapi mana mungkin aku berani, bisa – bisa ia akan meninggalkan ku jika tahu apa yang telah ku lakukan bersama Thalia semalam.                 Aku membelokan mobil ku menuju salah seorang teman dekat ku di masa kuliah dulu, Bastian namanya. Dia salah seorang arsitek yang namanya cukup terkenal karena beberapa kali ia di tunjuk untuk mendesain rumah para artis, sehingga i********: nya kerap kali di tag oleh para artis itu.                 “Bas” Panggil ku dengan suara yang sedikit keras hingga sang pemilik rumah keluar                 “IDIIHH TUMBEN BANGET NIH PENGANTIN BARU DATENGGG, APA KABAR BRO?” Ucap Bastian dengan heboh nya menyambut kedatangan ku ke rumah nya                 “Lebay lo ah” Jawabku setelah menjatuhkan p****t tepat di sebuah sofa empuk                 “Haahah eh gimanani pengantin baru, bini lu udah isi belum?” Tanya nya                 “Gue mau cerai 6 bulan dari sekarang” Jawab ku, mata Bastian langsung membulat                 “Gila lo, kenapa emang?” Tanya Bastian , lagi                 “Gue masih suka sama Areta, gimana?” Jawabku                 “Tapi lo belum pernah kan ngapa – ngapain bini lu” Ucap Bastian “Semalem, kita making love without love. Ahh gak sengaja Bas, udah ah muak gua ceritainnya, intinya gak sengaja” Jawabku yang sukses membuat bastian melongo sendiri karenaku. “Lo gila? Kok lo muak padahal lo making love sama bini lo sendiri? Lo kenapa sih? Kenapa lo mau – mau aja di nikahin sama bini lo sekarang kalau lo aja gak srek sama dia? Lo sadar ga ta kalau lo itu udah mainin hati anak orang, kalau – kalau aja dia naksir sama lo gimana? Kalau – kalau aja dia bunting gimana? Mampus kan gak bisa cerai. Lagian cerai – cerai, lo ini nganggap pernikahan sebagai suatu hal yang sepele banget ya? Lo kira lo nikah atas ucapan janji suci, lo nikah karena Allah ta. Lo ngerti ga? Lo ngambil tanggung jawab atas Bini lo dari orang tua nya. Dan lo malah gampang nya bakal ceraiin dia? Wah dunia emang suka ngada – ngada ya”  Bastian kini berdiri, tepat di hadapan ku, mondar – mandir seperti orang yang kelimpungan sendiri. “Ya lo bisa ngomong gitu karena lo gak ada di posiis gua, seandainya lo yang ada di posisi gua sekarang, gua gak yakin kalau lo bakal mau juga selamanya sama orang yang gak lo suka. Bayangin dah lo bakal serumah sama orang yang ga lo suka sampai lo tua, gimana jadinya?” Ucap ku sembari menatap Bastian yang sedang berdiri dan bersandar di tembok sembari melipat kedua tangannya di dada “Iya bener kata lo ta, gak bisa. Tapi se gak bisa nya lo, kenapa malah nyentuh dia juga” “dia yang mancing gua” “Lo gak inget Areta dong berarti pas ngelakuin itu?” SKAKMAT!. Bastian berhasil membungkamku dengan pertanyaan nya. Iya benar, saat itu aku melupakan Areta. Dan aku baru mengingat kekasihku itu di saat semuanya telah berakhir. “Gue balik deh , thanks ya bro wejangannya.” Ucap ku sembari merogoh kunci mobil di kantong celana ku Bastian menggeleng                 “Wejangannya belom selesai lo malah main kabur aja, sini dulu” ucap Bastian namun aku tidak peduli dengannya lagi, aku  melambaikan tangan kemudian pergi dari tempat itu. AUTHOR POV             Areta terbangun dari tidur lelapnya tepat pada pukul sebelas siang, entah apa yang membuatnya tidur hingga selama ini, namun saat bangun ia merasa kurang enak badan. Beberapa kali ia merasa masuk angin namun sepertinya semua itu adalah efek dari datang bulannya yang sebentar lagi akan benar – benar merusak mood Areta. Sudah mendekati tanggal nya ternyata.                 “Ahh pengen di kerokin” ucap Areta kepada dirinya sendiri. Mengingat dulu saat Arta masih satu atap dengannya, jika keadaannya sedang begini, kondisi Areta menjelang datang bulan, pasti Arta selalu siap sedia memijat punggung Areta, atau jika Areta minta punggung nya di kerok, pasti Arta akan senang hati melakukan itu untuk kekasih nya tersebut.                 “Andai aja Arta ada disini, pasti udah di kerokin nih” Ucap Areta , lagi. Tiba – tiba bell pintu Apartemennya berbunyi, Areta langsung berlari menuju pintu tersebut, ia mengira yang datang adalah Arta, tapi dugaannya salah. Yang datang adalah Bayu dengan berbagai makanan di tangannya. “Kamu kenapa deh? Bau minyak angin banget. sakit ya ta?” Tanya Bayu, Areta mengangguk “Iya nih, mau datang bulan. Biasalah” Jawab Areta. Bayu kemudian mengangguk “Masuk gih” Ucap Areta, lagi. Bayu mengikuti Areta masuk ke dalam Apartement nya, menyimpan makanan yang ia bawa di atas pantry. Kemudian Bayu mendekati Areta yang sedang duduk , di sofa depan televisi sembari mengangkat kedua kaki nya. “Mau obat?” Tanya Bayu Areta menggeleng                 “Terus gimana biar sakitnya hilang?” Tanya Bayu , lagi.                 “Kerokin” Jawab Areta. Bayu mengangkat bahu nya sembari mengangguk pertanda setuju. Kemudian Areta bangkit dan setelahnya ia kembali dengan sebuah koin seribu rupiah beserta minyak angin kesukaannya. Ia memberikan kedua benda tersebut kepada Bayu.                 “Kerokinnya gimana ta?” Tanya Bayu.                 “Biasa aja, masa iya zigzag” Jawab Areta , kemudian kedua nya tertawa renyah. Sedetik setelah nya Areta membuka baju, benar – benar membuka baju nya hingga ia bertelanjang d**a. Andai saja ia tidak membelakangi Bayu, mungkin Bayu akan melihat Areta dengan tampilan yang begitu polos saat itu.                 “Bayu buruan” Ucap Areta yang berhasil menyadarkan Bayu dengan lamunannya.                 Pelan – pelan, Bayu mulai menuangkan sedikit demi sedikit minyak angin di tangannya kemudian mengoleskannya ke punggung Areta. Sebagai lelaki normal tentu saja Bayu sedikit merasa terpancing karena keberanian Areta membuka atasannya hanya karena ingin di kerok seperti ini. Tangan Bayu mulai dingin karena menahan sesuatu dari dalam diri nya. Areta menyadari perubahan sikap Bayu, ia kemudian membalikan tubuh nya, menerjang Bayu hingga lelaki itu terjatuh di atas sofa panjang.                 “T..ta, k…Kenapa?” Tanya Bayu, ia menelan ludah karena melihat penampilan Areta saat ini.                 “Menurut kamu gimana?” Tanya Areta yang seakan ia sengaja memancing Bayu. Bayu merasa terpancing karena perilaku Areta. Ia dengan sigap mendorong gadis itu sehingga kini gadis itu telentang di atas sofa.                 “Bay… mau ngapain? Heyy I’m just kidding. Lepasin!” Ucap Areta sembari mendorong tubuh kekar milik Bayu, namun usahanya sia – sia, tentu saja ia kalah karena badan Bayu jauh lebih besar dibanding badannya.                 “Kamu yang mancing, kamu yang selesaiin” Ucap Bayu sembari terus menciumi Areta.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD