Perjanjian Kontrak

1603 Words
"Kedua belah pihak sepakat untuk tidak mencampuri urusan pribadi satu sama lain." "Kedua belah pihak boleh menjalin hubungan dengan orang lain secara bersyarat." "Kedua belah pihak sepakat untuk bersikap layaknya pasangan di saat terdesak." "Dalam keseharian, pihak kedua harus selalu lapor pada pihak pertama saat akan pergi ke suatu tempat dengan alasan keselamatan." "Kedua belah pihak sepakat tidak ada kontak fisik, kecuali pegangan tangan." "Pihak kedua selalu dalam pengawasan pihak pertama." "Di sini, pihak pertama aku, dan kamu pihak kedua. Apa ada yang ditanyakan?" Elang membacakan kesepakatan yang akan mereka berdua sepakati. Nara merasa tidak ada yang salah dengan semua peraturan yang Elang buat. "Aku rasa kamu cukup adil. Kalau begitu, aku sepakat. Mari kita tanda tangani," ucap Nara tanpa ragu. Wanita itu bahkan sudah merebut kertas perjanjian yang berada di tangan Elang. "Kamu yakin tidak perlu mengubah atau menambah pasalnya lagi?" Elang mengoreksi. Nara hanya menatap lelaki itu sekilas dan langsung menggeleng. "Tidak perlu," Nara langsung membubuhkan tanda tangannya di kertas tersebut. "Nih, sudah. Tinggal kamu. Ehm, apa kamu lapar? Aku akan memasak sesuatu untuk kamu," Nara mencoba bersikap santai. Tiba-tiba saja dia merasa kalau sebenarnya Elang tidak seburuk yang dia pikirkan. Lelaki itu cukup baik. Dia bahkan mencari solusi untuk menyelamatkan Nara dari kekejaman bosnya. Kalau Elang jahat, dia mungkin tidak sudi untuk repot-repot berpura-pura menjadikan Nara sebagai kekasih, bukan? Elang menerima kertas yang disodorkan oleh Nara dan ikut membubuhkan tanda tangannya di sana. Sekarang mereka sudah resmi sebagai sepasang kekasih, meskipun hanya kekasih kontrak. "Masak apa? Mi instan lagi?" Nara meringis dan mengangguk perlahan. Dia hanya anak kost dan sekarang dia belum mendapat kiriman dari ibunya. Asal masih bisa mengganjal perut, gadis itu sudah merasa cukup. "Kalau begitu, tunggu di sini. Aku akan membeli makanan untuk kita." Elang beranjak dari tempatnya duduk dan bergegas keluar. Tanpa menunggu jawaban dari Nara. Gadis itu hanya memandangi Elang dari ambang pintu. Rasanya ingin menolak, tetapi dia takut lelaki itu akan tersinggung. "Hati-hati," Nara tanpa sadar mengucapkan itu saat Elang membunyikan klakson sebelum berlalu dari hadapannya. "Ih, ngapain aku mengkhawatirkan dia? Lagian dia kan bisa jaga dirinya sendiri." Nara mengomel seorang diri dan masuk ke dalam rumah. --- Beno mengetukkan ujung penanya ke atas meja. Di bibirnya terselip rokok yang mengepulkan asap. Kemudian, lelaki itu mengambil rokok tersebut dengan salah satu tangannya. Mengembuskan asap rokoknya ke udara. "Bagaimana perkembangan Elang dan gadis itu? Apa dia benar-benar menjadikan wanita itu kekasihnya?" tanya Beno pada salah satu bawahan Elang. "Dari pengamatan saya, mereka memang pergi bersama hari ini, Bos. Tapi ... saya tidak tahu apakah Bos Elang sudah menjadikan wanita itu sebagai kekasihnya atau belum," lapor anak buah Elang dengan menundukkan kepala. "Itu awal yang bagus. Aku yakin, Elang sangat patuh padaku." Tiba-tiba saja ada salah satu anak buah Beno yang berlari kecil masuk ke dalam markas. "Bos! Gawat! Bos ditantang oleh Sam untuk berduel. Dia tidak terima karena Elang sudah menghabisi satu anak buahnya." lapor lelaki berpakaian serba hitam tersebut. Beno hanya tersenyum miring. Seolah tantangan itu tidak masalah baginya. Menghadapi Sam untuk kesekian kali dan selalu membawa pulang kemenangan, lantas apa yang harus dia takutkan? "Tanyakan saja, dia mau bertemu denganku di mana? Aku tidak keberatan untuk bertemu dengannya. Kebetulan waktuku luang," Beno kembali menghisap rokoknya kuat-kuat dan mengembuskan asapnya begitu saja. Seolah dia mengabarkan pada dunia kalau menghadapi Sam merupakan permasalahan kecil. "Baik, Bos. Saya akan segera menanyakan padanya," --- "Beli makanan apa? Biasanya perempuan suka makan apa? Tadi kenapa aku tidak menanyakannya dulu pada Nara? Bodoh!" Elang mengumpat dirinya sendiri. Sekarang dia bingung harus membelikan makanan seperti apa untuk Nara. "Mungkin nasi ayam saja sudah cukup. Biasanya aku makan itu. Bukankah itu lebih bagus dari sekedar mi instan?" Elang langsung berbelok ke rumah makan langganannya. Pria itu segera turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam rumah makan. "Elang!" suara familiar dari seorang gadis sukses membuat Elang menoleh. Seorang wanita dengan pakaian jeans serba bolong berlari kecil ke arahnya. Rambut wanita itu dipotong sangat pendek, tetapi tetap anggun. Walau penampilannya cukup tomboi, riasan di wajahnya sangat cantik. "Lisa? Apa kabar?" Elang tentu belum lupa pada sosok Lisa. Anak dari salah satu klien-nya. Saat dalam misi, Elang memang dekat dengan Lisa sebagai partner. "Kabar baik. Senang kau masih mengingatku. Masih bekerja di sana?" Mereka berjalan bersama setelah keberadaan mereka sejajar. "Aku tidak akan melupakan wanita cantik sepertimu. Soal pekerjaan, tentu saja aku masih di sana. Tidak ada pilihan lain," Elang yang sudah terbiasa berbincang dengan Lisa terlihat begitu akrab. "Terima kasih atas pujiannya. Kau juga sangat tampan, bahkan aku melihatmu lebih tampan hari ini. Sudah punya pacar?" selidik Lisa. Elang tersenyum tipis. Dia sudah sering membahas masalah pacaran dengan beberapa orang. Lelaki itu tidak memiliki minat untuk menjalin hubungan serius dengan seorang wanita. Bahkan dia dan Nara juga hanya sebatas kekasih kontrak. "Sampai detik ini aku belum berminat untuk pacaran atau menjalin hubungan serius lainnya," ucap Elang santai. "Jadi ... kamu masih seperti dulu? Bagaimana kalau malam ini aku datang ke apartemen-mu?" bisik Lisa menggoda. Ke apartemen? Jelas tidak bisa. Malam ini dia akan tidur di kamar kost Nara. Begitu pula selanjutnya, dia akan tinggal di apartemen bersama Nara dan Elang berpikir kalau mengizinkan Lisa datang ke sana bukanlah hal yang baik. "Malam ini aku ada urusan penting. Mungkin lain kali. Hubungi saja nomorku. Bukankah kamu masih memiliki kontrakku, Nona?" Elang balas menggoda. "Tentu saja. Aku masih memiliki kontakmu. Tapi ... tolong rahasiakan keakraban kita dari ayahku. Kau tahu sendiri, bukan? Aku sudah dijodohkan dengan Antoni?" Lisa tampak memohon. Ya, Lisa memang sudah dijodohkan dengan Antoni. Anak dari salah satu rekan bisnis ayahnya. Semacam perjodohan bisnis dan itu terpaksa Lisa terima. Karena penolakan berarti dia siap untuk ditendang keluar dari rumah. "Kau memang nakal, Lisa. Dijodohkan dengan siapa, tidur dengan siapa." ucap Elang seraya tertawa. "Seandainya saja kau yang dijodohkan denganku, pasti suasananya akan lebih menyenangkan," Lisa tampak kecewa. "Ayahmu menginginkan menantu yang kaya raya, sedangkan aku tak memiliki apa yang ayahmu inginkan. Menikah juga belum terpikirkan olehku, Lisa." "Aku paham. Pasti masih banyak yang harus kau kerjakan. Kalau saja aku tidak dijodohkan, aku rela menunggumu sampai kau siap." "Kau cantik Lisa, mudah bagimu untuk mendapatkan lelaki yang lebih dariku." "Untuk urusan ranjang, sepertinya kau yang terbaik, Elang." bisik Lisa, khawatir orang lain akan mendengarnya. "Kau hanya belum menemukannya. Maaf, aku harus membeli makanan sekarang. Aku duluan, ya." "Baiklah, silakan." Lisa memandangi punggung Elang yang kian menjauh. Dia terlihat sangat kecewa. Sejak pertemuan pertama mereka, Lisa sudah terbius pada pesona lelaki bawahan Beno tersebut. Wanita itu bisa mendapatkan tubuh Elang dengan mudah, tetapi tidak dengan hatinya. --- Sambil menunggu Elang kembali, Nara memilih bersantai di depan televisi. Gadis itu tengah menonton sinetron sambil menikmati sebungkus makanan kecil yang ada di tangannya. Mendadak Nara teringat tentang acara ulang tahun nanti malam. Dia bahkan belum menyiapkan pakaian yang akan dia kenakan. Di hadapan Raja, tentu Nara tidak ingin terlihat kacau. "Setelah makan siang, sepertinya aku harus segera membicarakan tentang pesta kecil nanti malam dengan Elang. Mengingat aku harus pergi atas izinnya dan ruang gerakku juga dalam pengawasan lelaki itu." "Kalau dipikir-pikir, Elang lebih tampan dari Raja. Sayang sekali, lelaki setampan dia harus menjadi penjahat. Salah sedikit saja, nyawa seseorang bisa melayang di tangannya. Memikirkan Elang aku jadi merinding." "Sudahlah, lupakan Elang. Aku tidak mau memikirkan dia terus menerus." Gadis itu mengalihkan pikirannya dengan kembali fokus menonton sinetron. Suara mobil berhenti di halaman tempat kost Nara. Tidak berapa lama, Elang masuk ke dalam rumah sambil menenteng sebuah plastik putih dengan logo sebuah rumah makan. "Maaf lama, tadi ada urusan sebentar. Kamu pasti kelaparan sekarang." Elang meletakkan plastik yang dia bawa ke atas meja. Nara menoleh ke arah lelaki itu lalu bangkit dari duduknya. Setelah mematikan televisi, gadis itu berjalan menghampiri Elang. "Aku bahkan lupa kalau sedang lapar. Ayo makan sekarang," Nara mengambil kantong plastik itu dan membawanya ke ruang makan. Elang mengikuti langkah Nara. "Maaf kalau makanan yang aku beli tidak sesuai dengan seleramu. Saat berangkat tadi, aku lupa menanyakan, makanan apa yang ingin kamu makan." ujar Elang seraya menarik kursi dan duduk di sana. "Aku bukan tipe pemilih. Makan apapun tak masalah, asal tidak beracun," Nara tertawa kecil sambil menyiapkan dua piring dan dua pasang sendok. Gadis itu menyerahkan satu ke Elang. Tidak lupa, dia juga menyerahkan satu bungkus nasi yang tadi Elang beli. "Kamu tidak takut, tinggal di rumah kontrakan sebesar ini seorang diri?" tanya Elang yang sedang membuka bungkus nasi yang ada dihadapannya. "Awalnya aku takut, tetapi lama kelamaan terbiasa. Kata orang, di rumah ini dulu ada yang bunuh diri, makanya harga sewanya murah." cerita Nara. Gadis itu mulai menikmati makanannya. "Jadi ... rumah ini berhantu?" selidik Elang. "Ahaha, kabarnya begitu. Tapi selama aku tinggal di sini, tidak ada hantu atau hal aneh yang aku temui." ungkap Nara santai. "Kamu pemberani, Nara. Seharusnya kamu tinggal di sini berdua, supaya tidak terlalu kesepian," "Aku tidak kesepian. Selama ini aku justru merasa tempat ini seperti surga." "Kamu suka menyendiri?" "Tidak juga. Aku hanya tidak yakin, ada yang mau tinggal di tempat seperti ini. Bangunannya sudah sedikit kuno, kamu pasti menyadari itu." Apa yang dikatakan oleh Nara memang benar. Secara bentuk, rumah tempat gadis itu tinggal memang sudah ketinggalan zaman. "Aku sempat berpikir begitu. Tinggal di manapun itu tidak masalah. Asal kamu merasa nyaman, kenapa tidak?" "Malam ini kamu harus bersiap untuk pindah ke apartemenku." imbuh lelaki itu. "Baiklah. Ehm, malam ini aku akan menghadiri acara ulang tahun temanku. Bisakah kamu mengantarkan ku pergi ke sana?" Nara langsung membicarakan acara ulang tahun tersebut pada Elang. "Bisa. Tapi ingat, jangan pulang larut karena kamu harus bersiap." "Siap. Aku tidak akan pulang larut. Terima kasih, Elang." "Ini sudah menjadi tugasku, Nara. Makanlah dulu, nanti nasinya keburu dingin." "Iya,"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD