Bab 1
Siapa sangka jika kesenangan semalam saat itu menghadirkan sosok gadis kecil di kehidupan Acelina.
"Mama!"
Teriakan si kecil membuyarkan lamunan Acelina yang sedang mengingat masa lalunya.
"Iya, sayang. Jangan lari-lari gitu nanti jatoh loh nak," tegur Acel dengan suara lembutnya.
"Hehe, maaf Ma," gadis itu menjatuhkan bobotnya disamping sang ibu sambil memberi kode bahwa ia ingin di peluk.
"Tumben manja, biasanya Mama deketin langsung kabur," ucap Acelina sambil memeluk putri kecilnya, Alicia.
"Ma, besok disekolah Cia ada acara perkumpulan wali murid. Semua temen Cia dateng sama ayah ibu nya, tapi Cia gak punya ayah."
Acelina dapat melihat kesedihan yang sangat dalam di hati anaknya. Namun apa boleh buat? Ia pun tak bisa melakukan apa-apa jika Alicia menanyakan kemana perginya sang ayah.
Acelina hanya bisa berharap bahwa keputusan yang ia ambil adalah yang terbaik untuknya dan Alicia.
"Acaranya kapan, Nak? Kalo Mama dateng sama Ayah Jinan Cia mau?"
Alicia hanya menoleh sejenak lalu kembali menundukkan wajahnya. Padahal biasanya jika Acel menyebut nama Jinan, anaknya akan langsung bersemangat dan meminta agar Jinan menemaninya bermain.
"Cia mau papa, Ma. Bukan ayah Jinan," Alicia kembali mendongakkan kepalanya. "Cia mau ayah kandungnya Cia, sampe kapan Cia harus nunggu papa, Ma?" Cia mulai menitikan air matanya.
Acelina hanya bisa diam. Jujur ia pun tak tahu harus bagaimana jika Cia mulai merengek meminta bertemu ayahnya seperti ini.
"Cia, sayang. Kan Mama dah bilang ke Cia, Papa sekarang lagi sibuk ngurusin kantor. Kalo Cia jadi anak pinter, nurut sama Mama, pasti papa bakal nemuin Cia. Jadi sekarang Cia belajar yang rajin dulu ya? Soalnya papa suka sama anak yang pinter," bujuk Acel sambil mengelus pucuk kepala putrinya.
"Beneran Ma? Mama janji ya kalo Cia jadi anak pinter Papa bakal dateng?" pinta Alicia.
"Iya, sayang. Nah sekarang Cia tidur ya? Biar besok gak telat berangkat sekolahnya."
Alicia segera berdiri menghadap ibunya sambil melakukan pose hormat. "Siap Ibu Negara!"
Acelina hanya terkekeh melihat kelakuan putri kecilnya itu. Padahal Alicia masih TK tapi terkadang pertanyaannya membuat sang ibu bingung harus menjawab bagaimana.
'Maafin Mama ya, Nak. Mama juga gak tau kapan bisa ketemu Papa mu lagi.' batin Acel.
6 tahun yang lalu
Flashback on
...
..
.
.
"Seminggu lagi ulang tahunnya, Kaindra. Gue kasih kado apa ya? Jam? Dompet? Klasik banget ih!" dumel Acel sambil mondar mandir di kamarnya.
"Masa kue sih?" tanya Acel sambil merebahkan dirinya dikasur. "Tapi kalo kue pasti dah ada di pestanya. Gue ngado apaan dong?"
Acel terus berguling-guling di kasurnya sambil memikirkan kado yang pas untuk teman sekampus sekaligus pria yang ia sukai itu.
Acel terus berguling hingga dering ponselnya yang nyaring mengalihkan perhatiannya. Ia pun segera beranjak menjawab panggilan dari ponselnya.
"Halo? Ngapain lu nelpon gue malem-malem jaenab?"
"..."
"Harus banget sekarang?"
"..."
"Emang lu nyari apaan sih? sampe harus ke mall malem-malem gini. Ganggu waktu istirahat gue banget dah."
"..."
"Oke, fine. Gue temenin. Lu kesini aja gue siap-siap sekarang."
Setelah panggilan telponnya terputus, Acel bergegas mengambil hoodie pink nya serta mengganti celana piyamanya dengan celana panjang.
Ia mendengus kesal karena sang sahabat meminta agar di temani membeli kado malam ini juga. Acel jadi penasaran kira-kira siapa yang membuat sahabatnya itu rela keluar malam hanya untuk mencari kado? Tiba-tiba saja acel terpikir kalau kado itu akan diberikan untuk Kaindra. Apakah Karin sahabatnya itu menyukai Kaindra juga?
Acel menggelengkan kepalanya untuk mengusir semua prasangka di benaknya itu. 'Gak mungkin buat Kaindra, ulang tahunnya Kaindra kan masih seminggu lagi,' batinnya.
Akhirnya Acel dan Karin pun tiba di Mall yang tak jauh dari rumah Acel. Mereka memutuskan untuk berpencar dan kembali bertemu di cafe yang berada tepat di depan Mall setelah membeli semua barang yang dicari.
Acel hanya berjalan sambil melihat-lihat barang yang tersusun rapi di rak. Karena sejak awal ia hanya berniat mengantar Karin, ia pun bingung hendak membeli apa hingga terpikirkan olehnya untuk sekalian mencari barang yang cocok untuk dihadiahkan kepada Kaindra.
"Kira-kira kasih kado apa yang bagus buat dia?" Acel berhenti sejenak sambil mengamati sekelilingnya. "Ketempat baju aja deh, siapa tau nemu yang pas buat kadonya," monolognya.
Akhirnya Acel memilih untuk mencarikan pakaian yang menurutnya cocok dikenakan oleh Kaindra. Ia mulai mengitari rak dan etalase baju yang ada hingga sebuah jaket trucker putih yang di padukan dengan warna biru.
"Keren sih, tapi Kaindra bakal suka gak ya?" ucap Acel sambil memperhatikan jaket tersebut. "Bodo ah, yang penting niatnya kan, urusan suka apa nggak biar dia sama Tuhan aja yang tau."
Acel pun membeli jaket trucker tersebut setelah memastikan ukurannya tepat dan pas untuk Kaindra.
Setelah mendapat apa yang ia cari, Acel segera beranjak menuju cafe tempat ia dan Karin bertemu sebelum pulang nanti. Sekalian ia ingin membeli beberapa dessert untuk ia bawa pulang.
30 menit kemudian
.
.
.
"Si anjer! Tu bocah lama bener dah. Nyari apaan sih sampe berjam-jam belum kelar juga. Apa gue balik duluan aja ya?" monolognya.
Acel terus menatap sekitar sambil meminum secangkir americano di genggamannya. Sungguh ia sangat bosan menunggu sahabatnya seorang diri di cafe tersebut. Hingga tak lama kemudian ia merasakan bahunya di tepuk oleh seseorang.
Acel segera menoleh dan betapa terkejudnya dia saat melihat Kaindra sosok yang sangat ia sukai sejak di bangku SMA itu berada tepat di hadapannya. Ia hanya melongo melihat Kaindra tersenyum ramah kearahnya.
"Emm lo sendirian aja? Biasanya kemana-mana berdua sama si Karin," tanya Kaindra sambil mengedarkan pandangannya ke penjuru cafe.
Pipi Acel sedikit memerah malu karena merasa di perhatikan oleh mas crush nya. "Eh, enggak kok. Tadi aku kesininya bareng sama Karin, tapi dia masih belanja jadi aku disuruh nunggu disini."
Kaindra hanya mengangguk paham. "Kalo gitu boleh gue duduk disini juga? Itung-itung buat temen ngobrol, Dari pada sendirian kan."
"Boleh kok, boleh. Duduk aja gapapa, cafenya juga lagi penuh jadi susah nyari tempat lain buat duduk hehe... ," jawab Acel kegirangan.
Lagipula siapa yang tak merasa senang saat orang yang disukai dekat dengan kita? Bahkan menyapa kita lebih dulu.
Kini Acel tak lagi merasa bosan karena ada Kaindra. Siapa sangka pria yang ia kira pendiam itu ternyata sedikit cerewet. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya mereka bertemu, tapi memang baru kali ini Acel bisa berbincang dengan Kaindra hanya berdua saja. Hanya ada Acel, Kaindra dan waiterss yang setia memandangi wajah kaindra.
Hingga tak terasa sudah hampir sejam kami mengobrol bersama, mulai dari hobi hingga film yang kami sukai. Fyi, kami memiliki beberapa kesamaan dalam pemilihan genre film. Kami sama-sama tidak menyukai film bernuansa romance melainkan lebih menyukai film bergenre fantasi atau komedi.
Dan itulah awal mula dari kedekatan kami berdua.