BAB 1

1265 Words
"Rasa yang timbul pada orang yang telah lama berpisah. Selain rindu, apa?" ••♡♡♡•• CINTA Prada Ardan pada kedua orang tuanya membawanya menginjakkan kakinya kembali ke Malang. Mengambil cuti seminggu, setidaknya memuaskan diri untuk menikmati huru-hara kota kelahirannya. Tapi, itu tidak seindah yang terpikirkan.  Kenyataannya ia hanya berbaring lemah di kasur kamarnya. Kakinya mengalami cedera, peristiwa itu terjadi karena kecerobohannya mengendarai motor hingga terjatuh. Mencium aspal pun tak seindah mencium kekasih. Aishh, kekasih siapa!? Rekan dekat wanita saja tidak punya.  Tidak punya jika di Jepara. Tapi, tidak jika di Malang.  Tokk..tokk..tokk..  "Masuk,"  Wanita cantik mengenakan celana jeans panjang dan kaos biru itu masuk ke kamar Prada Ardan. Dia adalah Virya, teman sejak kecil Prada Ardan hingga saat ini. Hubungan jarak jauh mereka sangat terjaga.  "Aku kira kamu nggak akan datang!"  "Ck! Nih," Virya memberikan sebungkus nasi goreng pesanan Prada Ardan.  Bukannya mengambil bungkusan itu, Prada Ardan memerintah Virya, "sini! Tangan aku nggak sampai.."  Virya pun mendekat. Tak disangka, Prada Ardan malah menarik tangan Virya. Hingga wanita itu duduk di kasur Prada Ardan. Prada Ardan menepuk dahi Virya, "jangan berdecak! Nggak baik."  Virya melongo dengan apa yang dilakukan Prada Ardan. Lamanya setahun baru berjumpa dengan lelaki itu, rasanya gelenyar aneh menjalari tubuhnya. Apa ini!?  "A-aku ambilkan piring." Virya beranjak dari kamar Prada Ardan. Sampai di luar kamar, ia menyentuh dadanya yang entah sejak kapan berdegup kencang.  "Virya?" Terkejut Virya sedikit berjingkat.  "Bunda! Mengagetkan saja!" Virya langsung mengikuti bunda yang melangkahkan kakinya ke dapur.  "Kenapa memegangi d**a? Ardan berbuat apa sama kamu? Jangan macam-macam ya.. ada CCTV yang selalu mengawasi kalian loh!"  'Anak bunda buat aku deg-deg an!' Batin Virya.  Virya pun mengambil piring dan satu sendok. Sebelum meninggalkan dapur, Virya mendekat pada bunda dan berkata, "bunda tenang saja. Virya nggak akan ngapa-ngapain si tengil itu kok! Nggak napsu."  "Virya!! Meskipun begitu dulu bunda susah lahirinnya!"  Jeritan bunda terabaikan oleh Virya. Gadis itu terkekeh seusai mengejek bunda. Begitulah interaksi Virya dengan bunda. Sudah sangat akrab dan terbiasa bercanda. Rumah Virya memang tidak berada di area korem ini. Tetapi, di luar area korem. Letaknya tak jauh. Sehingga sejak kecil, baik Virya maupun Prada Ardan sering bermain ke rumah masing-masing.  "Bunda kamu apain?" Pertanyaan itu langsung lolos dari bibir Prada Ardan saat Virya memasuki kamarnya.  Virya tersenyum bangga, "biasalah.."  "Kamu tuh jahil terus ke bunda! Nanti kalau diangkat jadi menantu.. tahu rasa kamu!" Kekehan lolos dari bibir Prada Ardan yang tengah menyender di kepala ranjang itu.  Sedangkan, Virya malah merutuki dirinya yang semakin deg-degan. Apa-apaan guyonan Prada Ardan!? Kenapa bawa-bawa menantu segala!?  "Jangan ngarep! Memangnya siapa yang mau nikah sama kamu!"  "Siapa tahu.." Prada Ardan menerima piring yang diserahkan oleh Virya padanya.  "Aku gak mau jadi istri kamu. Nggak minat ditinggal-tinggal tugas!" Virya mendudukkan dirinya di sofa yang berada di depan ranjang Prada Ardan.  Gadis itu memainkan ponselnya. Sesekali diliriknya sang Prada tengah makan dengan kesusahan. Masa bodo! Bukankah hanya kaki kanannya saja yang cedera!? Lantas, tangannya itu kenapa?  Beberapa menit kemudian, Virya sudah gemas melihat sahabatnya itu kesusahan menyendok makanannya. Beberapa nasi tercecer di kasur dan tertinggal di sekitar bibir Prada Ardan.  "Sini! Biar aku suapin!"  "Dari tadi kek.." celetuk Prada Ardan.  "Makan aja nggak bisa! Mau sok-sok an bahas menantu bunda!" Sindir Virya pada Prada Ardan.  Tangan Virya terulur membersihkan area bibir sang Prada, "nih, belepotan semua!"  Sedangkan, sang Prada yang menerima perlakuan manis itu hanya tersenyum dalam hati. Sebenarnya, kedua tangan Prada Ardan tidak apa-apa. Ia hanya memanfaatkan kesempatan untuk mengerjai Virya. Lumayan kan kalau disuapi cewek. Setidaknya nasi yang masuk lebih enak rasanya. Kkkkkk.... "Nih," Virya memberikan segelas air putih pada Prada Ardan, tentu saja membantu lelaki itu untuk minum. "Kamu nggak kuliah?" Tanya lelaki itu, saat Virya mengambil nasi yang berceceran di kasur.  "Nggak. Malas!"  Prada Ardan membulatkan matanya, "kamu bolos!? Kamu nggak pernah berubah, Vir! Masih aja suka bolos. Kasihan bapak sama ibu cari uang ke sana kemari untuk biayain kamu kuliah. Nggak mikir apa kamu!?" Virya sempat terkejut saat Prada Ardan mengomelinya habis-habisan. Inilah sosok asli dari si tengil. Sekalinya marah maka semua kata kasarnya muncul.  "Otakmu itu dimana sih!? Pergi! Berangkat kuliah sekarang." Perintah itu begitu menyesakkan bagi Virya. Pasalnya sangat kasar. Setidaknya jika memerintahkan kan bisa dengan cara halus. Tapi ini?  Virya yang PMS dan mudah terbawa perasaan pun langsung memasukkan ponsel ke dalam tas ranselnya.  "Aku kuliah sore. Asal kamu tahu, aku masih punya otak buat belajar rajin selama di kampus. Aku nggak pernah bolos lagi, sejak waktu itu!"  Virya menghilang begitu saja di balik pintu kamar yang tertutup sedikit kasar itu.  Prada Ardan mematung, masih dengan posisi duduknya. Ia menyugar kasar rambutnya. Menyakiti hati Virya, sosok baik hati yang rela membawakan pesanannya dan selalu ada saat dibutuhkan.  Bodoh!  Tetapi salah Virya sendiri, mengapa tidak menjawab jika ia kuliah sore. Bukannya malah dengan sepele berkata bahwa gadis itu sedang malas. Tentu mendengar hal itu langsung membuat Prada Ardan marah.  "Woi! Mau kemana kamu?" Ardan mencekal tangan gadis yang berjalan mengendap-endap hendak melewati gerbang belakang sekolah itu.  Gadis itu sudah hafal betul, itu suara Ardan! Sahabatnya. Astaga! Nasib-nasib.. "Virya!?" Ardan menghempaskan tangan Virya.  "Ssstttt.. jangan keras-keras. Nanti kedengaran," titah Virya sembari meletakkan telunjuknya di area bibir.  Ardan menatap Virya kesal. Sudah cukup kesabarannya selama ini, ia selalu tutup mulut soal Virya yang selalu bolos. Kali ini ia berjanji pada dirinya sendiri, ia akan membuat Virya jera.  "Pergi," ucapan Ardan sukses membuat Virya membulatkan matanya. Senang dong! Lelaki yang biasanya selalu menceramahinya kini tidak lagi. Alhamdulillah... Virya pun meraih tangan Ardan, "makasih kamu memang terbaik-"  "Jangan berteman lagi sama aku mulai besok." Ardan pun meninggalkan Virya begitu saja.  Gadis itu mematung di tempatnya. Apa-apaan ini!? Tidak bisa! Tanpa Ardan, Virya tidak akan bisa..  Virya pun mau tak mau, membatalkan aksi bolosnya kali ini. Ia kembali ke kelas. Untung saja guru baru saja keluar dari kelasnya.  Ke esokkan harinya, Ardan benar-benar membuar Virya khawatir. Pasalnya, lelaki itu seperti menghindar darinya. Ia tak membalas satu pun pesan dari Virya. Saat Virya menghampiri Ardan untuk berangkat sekolah, bunda mengatakan bahwa Ardan sudah berangkat. Di sekolah pun dia tidak bertemu sama sekali dengan Ardan.  Seperti itu terus hingga satu minggu lamanya. Hingga akhirnya, Virya memutuskan untuk datang ke rumah Ardan malam hari.  "Ardan tidak ada di rumah, Vir." Virya memohon pada bunda untuk menyuruh Ardan keluar sebentar. Virya tahu, jika bunda sedang berbohong.  Virya menangis di depan bunda, "Virya mohon, Bunda." Bunda yang tidak tega, membawa Virya masuk ke dalam rumah. Sudah cukup, pertikaian kedua orang yang saling bersahabat ini. Dipanggilnya Ardan, lelaki itu muncul dengan mata yang fokus pada ponsel yang tengah ada di tangannya. Virya memeluk Ardan erat. Lelaki itu terkejut. Untung saja, ponsel di tangannya tidak jatuh. Bunda meninggalkan mereka berdua.  "Maaf.. aku janji aku nggak akan bolos lagi. Aku janji, Ardan. Aku cuma nggak masuk sekolah karena izin atau pun sakit saja. Aku janji.." ucap Virya masih belum melepaskan pelukannya. Ardan hanya diam mematung, tidak membalas pelukan Virya.  "Sudah?" Virya mendongak mendengar itu.  Ardan tidak tega melihat air mata yang membasahi wajah cantik gadis itu, "nangismu itu hloo, ngisin-ngisini! Wis gedhe kok!" (Nangis kamu itu hlo, malu-maluin! Sudah besar juga!)  "Ben o!" (Biarin!) Ketus Virya masih memeluk Ardan.  "Wis kapok?" (Sudah jera?) Virya menganggukkan kepalanya.  Semenjak itu Virya tak lagi mau membolos. Itu semua karena Ardan. Bagi Virya, hari-harinya tanpa Ardan serasa hampa. Ia pun jera, tidak akan mengulang kesalahannya.  "Kenapa sih mulutku kasar!?" Ardan menyalahkan dirinya sendiri.  Prada Ardan mengetik sebuah pesan yang ditujukan untuk Virya. Berharap semoga pesan itu terbaca.  Si jelek Maaf.  Semangat kuliahnya! ❤❤  Makasih nasi gorengnya Mengirim emoticon seperti itu sudah sangat biasa bagi keduanya selama ini. Entahlah, disebut apa mereka berdua ini? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD