2

2572 Words
Karina duduk di ujung kasur, sesekali mendesah berat, pikirannya melayang ke kejadian dulu, saat dirinya menyakiti Regil. Mungkin ini memang balasan untuk semua kejahatannya pikirnya pasrah. Dalam pikirannya Karina yakin ia di kurung seperti ini, tiba - tiba menghilang, pasti tidak akan ada yang mencarinya, bahkan mungkin tidak ada yang menyadari kehilangannya. Tidak memiliki keluarga, membuatnya tiba - tiba terisak. Dadanya seperti di cubit keras. Besar di panti asuhan lalu di angkat oleh orang yang salah, nasibnya benar - benar buruk. Karina selalu menerima pukulan dari ayah tirinya yang menjadi pemabuk semenjak sang ibu meninggal. Karina membentengi diri, mencoba melindungi diri dengan bersikap kejam hingga di takuti banyak orang. Tapi untuk kali ini, Karina pasrah. Tadinya dia berandai, jika mendapatkan Niko kehidupannya akan menjadi lebih baik, tapi malah kembali menjadi buruk. Karina merasa dunianya memang sudah hancur, benar - benar hancur. Seolah kebahagiaan tak bisa bertahan lama di sampingnya. Tidak, mungkin hanya kesedihan yang terlalu setia padanya, sehingga kebahagiaan selalu menjauhinya. "Ibu hiks.." Karina meremas tangannya di d**a kiri, seolah di sanalah yang sakit. dia benar - benar kesepian dan kadang berharap ingin cepat menyusul ibunya. Cuma ibu yang baik pikirnya sedih. "Karin takut bu hiks.." Karina meringkuk dengan memeluk kaki. Benar - benar hening, hanya suara isakan yang terdengar, hingga suara pintu terbuka mulai menyapa. Karina membuka matanya yang berderai air mata lalu menatap seseorang yang kini menatapnya tak terbaca. "Maafkan aku hiks aku benar - benar lelah.." kata Karina lirih, Karina memejamkan matanya kembali, tanpa menghentikan air matanya. Regil menatap Karina, dia hanya bisa diam di samping Karina, menatap Karina yang tengah terisak. Dengan cepat, Regil menepis rasa simpati di hatinya. "Berhenti menangis! Wajahmu sudah jelek, akan semakin jelek!" ketus Regil lalu mengangkat tubuh Karina, membawanya keatas kasur dan memposisikan Karina untuk tidur dengan benar. Regil hendak beranjak, Karina cepat cepat menahan tangan Regil. "Tidak bisakah di sini sebentar? Aku benar - benar takut.." Regil menatap Karina sejenak lalu memutusnya. "Jangan manja!" dingin Regil. Karina melepas tangan Regil dengan lemas, Karina tahu dia memang di takdirkan untuk sendirian. Karina memejamkan matanya kuat - kuat, mencoba menahan air mata yang akan kembali keluar. Karina membuka matanya di saat merasakan ada elusan sekilas di rambutnya. "Tidurlah.." Regil beranjak lalu duduk di kursi yang ada di sana dengan meraih laptop dan menyimpannya di pangkuan. Karina kembali terisak kecil, Regil tidak benar - benar meninggalkannya. *** Karina membuka matanya yang sembab, Karina melirik tangan di perutnya lalu melirik siempunya. "Regil.." gumam Karina dengan terus menatap Regil. "Udah sedih - sedihannya.." suara tiba - tiba dari mulut Regil membuat Karina tersentak. Regil meregangkan tubuhnya lalu bangun, tanpa menghiraukan Karina yang masih menatapnya. "Bulan depan, kita konsultasikan ke dokter supaya cepat hamil, karena sekarang aku sibuk.." jelas Regil dengan terus berjalan ke arah kamar mandi. "Kenapa kau ingin aku hamil?" tanya Karina. Lagi - lagi Regil abaikan. "Kesini, kita mandi barsama.." Regil melambaikan tangannya menyuruh Karina cepat - cepat mengikutinya. Karina menggeleng di tempatnya."Duluan saja.." tolaknya. Regil menatap Karina penuh peringatan."Cepat! Kemari!" setiap katanya penuh penekanan. Dengan ragu - ragu Karina turun dari kasur, berjalan menuju Regil. Regil menyambut Karina dengan membingkai kedua pipi Karina lalu mencium Karina lembut, membuat Karina repleks terbawa suasana. *** Karina memegang bahu Regil sedikit meremasnya. Setelah mandi, Regil tidak membiarkan Karina berpakaian, Regil langsung menyerangnya. "Ahh! Sakit Regil.." keluh Karina saat Regil menghentakkan miliknya terlalu keras. "Ah! Tahan, aku akan sampai.." bisik Regil. Tak lama dari itu keduanya mengerang panjang lalu terengah. "Ini nikmat.." gumam Regil di samping leher Karina. "Be-berat Regil.." Karina mencoba mendorong tubuh Regil yang menindihnya. Regil membalikkan tubuhnya membuat mereka mendesah kecil saat penyatuannya terpisah. "Jika aku hamil, kau akan apakan bayinya?" Regil melirik Karina yang menatapnya sayu. "Tidak mungkin aku makan!" ketus Regil. "Aku mau mengandung anakmu tapi tolong nikahi aku, setidaknya dia akan memiliki orang tua yang jelas, jangan seperti aku dulu.." Regil terdiam, apa lagi saat mendengar pernikahan, bersama Karina? Dulu memang menjadi impiannya, tapi kini? Dia hanya sibuk membenci wanita itu. "Ck! Pernikahan? Tidak!" Regil hendak beranjak, Karina kembali menahannya. "Pikirkan ini demi anak kita" Hati Regil tiba - tiba berdesir, saat Karina mengatakan anak kita. Tidak Regil, sadarlah! "Berhenti Karin! Kau hanya perlu menurut!" Regil menepis kasar tangan Karina lalu beranjak memakai celananya dan pergi dengan wajah kusut. *** Regil menyesap rokok di tangannya, dengan tatapan kosong. Regil menggeleng tak percaya dengan apa yang di dengarnya tadi. Regil mempertimbangkan soal itu, karena bayinya nanti tidak punya salah. Setidaknya berhak hidup layak, tapi apakah bosnya akan setuju? Bukankah niatnya hanya ingin menyiksa Karina secara sosial jika dirinya hamil nanti, Regil benar - benar dilema. *** Niko menghampiri Regil lalu merangkulnya menuju ruangan. "Ada apa?" tanyanya. "Maaf! Apa boleh saya menikahi Karin? Maaf karena saya tidak bisa membuat anak itu tidak punya orang tua yang tidak jelas, dia tidak bersalah.." Niko tersenyum penuh arti."Aku menunggumu berbicara seperti ini Regil! Lakukan apa yang mau kau lakukan, sekarang pastikan saja dia tidak mengganggu keluarga kecilku, terlebih Vivi sedang hamil, aku tidak mau membuatnya tertekan.." Regil mendesah lega."Baiklah, terimakasih" tanpa sadar, senyum tipis terukir di bibirnya. "Aku tahu kau tertarik padanya sudah lama, jangan sia - siakan dia lagi.." Regil diam lalu bersuara."Hanya untuk anak tak berdosa saja, bukan cinta.." balasnya tidak bernada. "Hmm.. Kalau begitu aku menyuruhmu untuk melepaskan Karin, tidak usah menghamilinya karena kau tidak cinta, jadi lepaskan saja.." Regil tidak merespon. Niko pun meninggalkan Regil dengan pemikirannya sendiri. *** Regil menatap Karina yang tengah tertidur, Regil melirik jam 22.45 wib. "Baiklah aku akan menikahimu.." gumam Regil di balik cahaya yang temaram. Karina menggeliat lalu terpekik kaget saat melihat siluet hitam di depannya. "Regil?" panggilnya ragu, suara paraunya mengalun lembut. "Hm.." Karina mendesah lega, ternyata benar Regil. Regil merangkak menaiki kasur lalu merebahkan tubuhnya di samping Karina. "Kita bisa menikah minggu depan.." Karina beringsut repleks."Benarkah?" tanyanya riang. Regil berdehem, gugup."Kenapa kau senang sekali?" tanya Regil antara tak suka dan gugup. "Karena aku akan mengandung anak kita dengan status yang jelas, tidak peduli alasannya kenapa kamu ingin aku hamil yang jelas aku lega.." senyum lembut Karina sunggingkan. Hati Regil kembali berdesir. "Jangan banyak bicara! Tidurlah.." ketus Regil lalu membalikkan badannya membelakangi Karina. Regil menepis rasa senang saat mendengar nada bicara Karina tadi, sadarlah Regil! *** Regil meremas botol plastik di tangannya, Regil kini tengah duduk di ruang pribadinya, dengan pikiran kalutnya mengenai Karina. "Shh.." desahnya gusar. Botol di tangannya dia lempar sembarang. "Sial.." desisnya lalu beranjak, menuju ke ruang tengah. Regil meraih kasar remote televisi di meja lalu menghempaskan tubuhnya untuk duduk di sopa. "Acara macam apa ini ish.." gerutunya kesal, setiap kali chanel televisinya ia alihkan. "Argh!" erangnya menyerah, ia lempar remote itu asal lalu menggeleng, dalam pikirannya menilai dirinya sendiri yang seperti bukan dirinya saja, galau sama sekali bukan stylenya. Lalu matanya melirik pintu kamarnya yang di isi Karina. "Slalu menjadi pengganggu! Dulu maupun sekarang!" gumam Regil lalu beranjak menuju kamar itu. Seperti biasa, setelah di kunci Regil langsung menghampiri Karina. Karina yang tengah menatap jendela pun menoleh, menatap Regil yang berjalan ke arahnya. "Kebetulan, ada yang ingin ku tanyakan.." Regil berhenti tepat di depan Karina lalu memasukan tangannya kesaku celana. "Apa?" balas Regil ketus. "Setelah bayi itu lahir, aku boleh pergi?" tanya Karina seraya menatap Regil takut - takut. Regil tersenyum sinis."Kau memang ibu yang kejam, tapi itu terserah padamu!" balas Regil acuh. "Jadi anak untuk apa? Kalau memang tidak terlalu penting, lepaskan aku, aku juga punya lelaki yang aku sukai!"jelas Karina kesal. Regil terkekeh remeh."Maksudmu bosmu? Niko?" tanya Regil di iringi tawanya yang renyah."sadarlah!" lanjut Regil dengan menatap Karina dingin. "Cih! Aku memang cinta Niko, tapi bukan dia yang ingin ku jadikan pendampingku, dia hanya menjadi sumber uangku, calon kehidupanku bersama pendampingku!"Jelas Karina dengan keberanian yang entah datang dari mana. Regil mengetatkan rahangnya, tak lupa juga tangannya ia kepal kuat - kuat. "Playgirl? Huh?" ejek Regil dengan senyum merendahkan. "Jangan bilang, cowo itu Deon?" tanya Regil tajam. Karina tersenyum palsu."Hm.. Benar sekali, jadi kapan kita menikah? Lalu sampai kapan juga kita harus bersama? Dia bisa menungguku, tenang saja.." jawab Karina santai, tangannya ia lipat di depan perut. "Cih! Tatapanmu sudah mulai kembali berani, sudah bisa beradaptasi huh?" tanya Regil seraya menarik pinggang Karina dengan kasar agar merapat dengan tubuhnya. "Kau tahu betapa bingungnya aku sekarang? Dan kau malah memikirkan pria lain?" tanya Regil dingin. Karina ingin menjawab namun dengan cepat di bungkam Regil dengan mulutnya, mengangkat Karina lalu melemparnya ke atas kasur. "Ahh!" pekik Karina lalu tangannya sibuk menahan Regil yang berusaha menindihnya. "Aku membencimu Karin!" desis Regil Dengan kasar Regil meraih kedua tangan Karina untuk ia kunci di setiap samping kepala Karina. "Ahh!" pekik Karina menahan sakit di kedua tanganya, dia yakin pasti nanti akan ada bekasnya. "Aku benar - benar akan membuatmu hamil, kali ini tanpa menikah!" bentak Regil di depan wajah Karina yang mulai gemetar. "Ahh! Tidak maafkan aku, kita harus menikah hm maafkan aku.." pekik Karina kelabakan. Regil menenggelamkan wajahnya di leher Karina, menggigitnya hingga Karina mendesah lalu memekik sakit. "Aku mohon.." bisik Karina. Regil menulikan pendengarannya, dia sangat marah entah karena Karina dulu atau karena cemburu. Regil tidak ambil pusing, yang ada di pikirannya kali ini hanya membuat Karina hamil! "Ahh! Berhenti Regil" kini Karina semakin terisak. *** Regil menetralkan nafasnya yang terengah lalu melirik Karina di sampingnya yang masih saja terisak hingga tersedu - sedu. "Berhenti menangis! Ini bukan yang pertama kali!" sembur Regil. Dengan kasar meraih tubuh Karina untuk dia peluk. "Diam! Atau aku akan melakukannya lagi?" ancam Regil. Karina menekan bibirnya menggunakan tangannya yang bebas. "Tidurlah.." bisik Regil. Karina menatap jakun Regil, entah kenapa bagi Karina, Regil itu selalu berubah - ubah, baik dan jahat selalu datang bersamaan, membuat Karina tidak bisa membaca, apa yang sedang di rasakan Regil. Bagi Karina, Regil sangat minim ekspresi. *** Paginya Karina mendesah dalam tidurnya, seseorang seperti ada yang memainkan kedua dadanya, dengan cepat Karina membuka mata. "Eum Regil.." cicit Karina. Regil mengangkat wajahnya untuk mencium Karina. "Kita olahraga pagi.." ujarnya sebelum mendaratkan bibirnya ke bibir Karina. Karina membeku, ciuman Regil sangat lembut tanpa sadar Karina memejamkan matanya untuk menerima perlakuan Regil. Regil melepaskan pagutannya lalu di susul pekikkan Karina. "Ahh!" Regil menggerakkan miliknya cukup cepat, membuat Karina belingsatan tidak bisa diam dan terguncang. "Ahh! Cukup Regil, sakit!" erang Karina seraya meremas lengan Regil. Regil semakin mencepatkan gerakannya lalu kembali meraih bibir Karina, hingga turun ke lehernya yang putih. "Ahh!" desah Karina panjang, Regil semakin mempercepat gerakannya saat di rasa akan menyusul Karina. "Eung oh shh! Akhh!" desah Regil, Regil kembali meraup bibir Karina dengan lembut lalu menuntun tangan Karina agar memeluk lehernya. "Eum," desah Karina saat oksigen sudah menipis. "Kita mandi, akan ada dokter ke sini.." Regil melepas penyatuannya dengan Karina lalu meraih tangan Karina agar bangun. "Tidak bisakah kita mandi masing - masing?" cicit Karina. "Menghemat waktu.." balas Regil acuh lalu menggendong Karina hingga terpekik. *** Regil mengangguk paham."Baik, terima kasih dok" ucapnya. Ponsel di sakunya berdering. "Sebentar dok.." pamit Regil lalu berjalan meninggalkan Karina dan dokter. Karina menatap kepergian Regil, setelah hilang Karina melirik dokter. "Dok, boleh saya minta sesuatu.." Karina menatap sang dokter dengan sendu "tapi rahasiakan darinya.." lanjut Karina. *** Regil mengantar sang dokter sampai depan lalu melirik Karina yang tengah mengamati isi apartementnya, untuk pertama kali Karina di ijinkan keluar kamar. "Sedang apa?" tanya Regil basa - basi. Karina menoleh dengan senyum yang merekah."Ah itu melihat lihat" balasnya Regil tersenyum sinis."Lucu sekali" gumamnya meremehkan. Senyum Karina menghilang, raut wajahnya berubah bingung. "Hm?" Regil mengulurkan kedua tangannya ke leher Karina lalu sedikit mencekiknya. Karina tersentak."Ada apa?"tanya Karina panik. Regil mengetatkan rahangnya."Kau pikir aku tidak akan tahu? Obat yang kau minta, kau benar - benar membuatku marah!"terang Regil penuh tekanan. Karina sedikit susah bernafas. "Ah Regil lepas.." Regil menggigit pipi kiri Karina."Tidak akan aku lepaskan sampai kapan pun!" desis Regil penuh makna di telinga Karina. Regil melepaskan kedua tangannya, membuat Karina terbatuk - batuk lalu terpekik saat tubuhnya di angkat Regil seperti karung beras. "Kau benar - benar tidak akan tidur malam ini!" *** Regil memakai celananya sedikit terburu - buru, Karina yang lemas hanya bisa meliriknya. Regil meraih ponselnya kasar lalu mendial seseorang. "Tunggu di tempat biasa!" Regil memasukan ponselnya ke dalam saku, meraih kunci mobil. "Tidurlah.." Regil berujar tanpa melihat ke arah Karina lalu menghilang di balik pintu. *** Karina berjalan tertatih ke arah kamar mandi, menyalakan air. Mata Karina terpejam sesaat, meratapi apa yang terjadi padanya di bawah guyuran air, sesekali Karina mengusap wajahnya frustasi. Regil, nama yang harus di jauhinya selama ini, kini selalu ada di sampingnya dengan intim. Dulu Karina sebelum berubah sangat dekat dengan Regil, namun karena seseorang Karina berubah. Ah! bukan melainkan harus mengubah dirinya, semua yang ia lakukan pun untuk kebaikannya. Karina sadar dulu Regil sangat di cintainya, tapi karena perbedaan Karina harus menelan cintanya untuk Regil. Entah kenapa di sakiti Regil seperti ini malah membuat dirinya terlihat bodoh, pikirannya terkadang ingin terus di sakiti agar bisa terus bersama, tapi di sisi lain orang yang jahat dulu takut kembali lalu menyakiti Regil. Karina mendesah berat, mematikan airnya lalu beranjak untuk berpakaian. *** Tanpa menyalakan lampu Karina meringkuk di atas kasur dengan tatapan kosong. Ceklek.. Cahaya dari luar pintu mulai masuk menerangi kamar itu lalu menghilang, di susul suara derap langkah seseorang. Regil, dia berjalan lalu merangkak untuk menindih tubuh Karina yang tengah meringkuk ke samping , Regil membalik tubuh Karina. "Geral.." ucap Regil tiba - tiba, membuat Karina tersentak kaget. Regil menatap Karina penuh amarah."Kenapa tidak memberi tahuku tentang mafia sialan itu" Karina menekan bibirnya dalam."Dia tetap ayahmu Regil" balasnya. Regil semakin menatap tajam Karina."Kau tahu? Aku tahu sekarang, apa yang membuatmu berubah dan meninggalkanku waktu itu.." Karina menahan nafasnya sejenak lalu berujar setenang mungkin. "Hm.. Maka dari itu, apapun masalahnya, cepat tuntaskan semuanya dan biarkan aku pergi.." Regil tertawa sinis."Pergi? Setelah lama mencarimu?" tanya Regil mencemooh. "Geral, ah maksudku ayahmu, dia akan menyakitiku kau tahukan?" Regil tertawa semakin keras."Mana bisa, dia mencintai ibumu dulu.." balasnya. Karina terhenyak."Ibu?"tanya Karina pelan. Regil menatap Karina serius."kau punya ibu, dia wanita yang di cintai ayahku di masanya dulu, ibumu menitipkanmu di panti karena musuh ayahku yang mengincar ibumu hingga dirinya benar benar meninggal di tangan musuh ayahku.." jelasnya. Karina menatap Regil dengan tatapan syoknya. "Ayahmu, sahabat ayahku. Dia meninggal terkena bom waktu p*********n di Turki.." Regil mengusap pipi Karina dengan ibu jarinya. "Dia tidak mungkin menyakitimu, yang ada aku yang akan di sakitinya karena berani menidurimu.." lanjut Regil dengan kekehan lirih. Karina menjatuhkan air matanya lalu menangis tersedu - sedu. "Jadi aku punya ibu.." gumamnya di sela - sela isakan. Regil beranjak dari atas tubuh Karina. "Aku bisa memberi tahu wajah ibumu, tapi dengan satu janji.." Karina menatap Regil penuh harap."Apa?" tanyanya cepat. "Jangan lari dariku, apapun yang terjadi dan kau sudah boleh menjadi dirimu sendiri.. jangan menjadi kuat, berani di hadapanku.. aku tahu, serapuh apa kau.." Karina mengangguk haru. "Aku tak bisa menahannya lagi, Aku ingin menjelaskan ini semua dulu , tapi kau pergi ke Bandung meninggalkan Solo dan aku, aku benar - benar mencarimu hingga aku bertemu dengan Niko lalu tak lama bertemu denganmu.." Karina beringsut memeluk Regil."Maaf, aku takut dia menyakitimu, aku tahu dia seorang mafia kejam.." akunya dengan perasaan menghangat, seolah cahaya masuk dalam ruang kegelapan. "Kau harus percaya, aku bisa melindungi diriku juga kau.." bisik Regil di lekukan leher Karina. Karina hanya mengangguk, tidak peduli dengan hidupnya di masa nanti, yang jelas Karina senang bisa melihat wajah ibu kandungnya dan juga bersama Regil, Karina tahu sedingin dan sekejam Regil padanya, Regil sangat sayang dan peduli, itu yang di yakininya mulai sekarang hingga nanti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD